Memorabilia Menghilangkan Alpa

Memorabilia Menghilangkan Alpa, Sequel Kenangan Diitengah Suksesnya Penyelenggaraan Temu Alumni MMTC Yogyakarta Pertama 2020.
Sequel kenangan diitengah suksesnya penyelenggaraan Temu Alumni MMTC Yogyakarta Pertama
Impessa.id, Yogyakarta : Banyak kenangan lama terkuak kembali tatkala ratusan alumni Sekolah Kedinasan MMTC Yogyakarta menggelar temu ilmiah sekaligus reuni semua angkatan, yang diselenggarakan untuk yang pertamakalinya. Rumit untuk diurai satu-persatu. Kenangan yang paling berkesan ketika kebersamaan itu terjalin yang kuat tersimpan dalam ingatan, seperti yang penulis alami saat menghadiri agenda “serius” Temu Ilmiah di Ruang Multipurpose STMM MMTC Yogyakarta, Sabtu (15/2/2020), menghadirkan narasumber M Rohanudin, Direktur Utama LPP-RRI yang mengusung topik bahasan “Perkembangan Teknologi dan Penyiaran RRI Di Era Digital”.
Berhubung M Rohanudin juga alumnus MMTC di angkatan awal-awal, maka pembicaraan menjadi cair, tak seserius yang dibayangkan, Rohan, sapaan akrabnya langsung akrab dengan audiens yang tak lain sesama kolega, ada yang teman seangkatan, namun kebanyakan adik-adik kelasnya sewaktu studi di MMTC, itu dulu, sudah lama banget. Suasana yang ada banyak diselingi kisah-kisah memori masa lalu.
Penulis yang sengaja memilih duduk di bangku paling belakang karena banyak wajah-wajah yang ditemui, nyaris tak kenal lagi, tersentak kaget, ketika ada nama yang tak asing disebut di ruangan itu, sebut nama mbak Lelly. Seketika kenangan lama muncul kembali. Pada waktu itu penulis studi di Rensuma Angkatan 1991, akrab dengan teman-teman seangkatan baik yang se Program Studi maupun dari Program Studi yang lain.
Kami bersama-sama tinggal satu asrama, setiap pagi usai Subuh, kami bersama-sama melakukan senam dan olahraga dilanjutkan jalan-jalan melintasi pedesaan disekitar MMTC, sarapan bareng-bareng di kantin yang sama, yang waktu itu Mbak Sri, pengelola kantin sangat ramah dan akrab kepada semua mahasiswa kedinasan, kami berpisah ketika masuk ke kelas masing-masing, ke laboratorium praktikum masing-masing, riset dan shooting audio-video sesuai tugas masing-masing, namun di saat makan siang, makan malam kita bersama-sama lagi di kantin, di setiap sore jika waktu luang kami bermain bola, bermain voley, kejadian itu terus-menerus berlangsung setiap hari sepanjang satu tahun. Alhasil kami saling kenal dan menjadi akrab.
Kembali ke memori masa lalu penulis, begitu nama mbak Lelly, juga Asmarita disebut pak Rohan, nah usai acara, penulis langsung menyapa mbak Lelly seraya menuturkan kisah sewaktu kami rombongan mengendarai mobilnya Doddy-TVRI Jakarta dari Program Studi Rebrisat, pergi melayat kekeluarga teman MMTC yang dikabarkan meninggal di Cirebon. Mbak Sri dari Kantin waktu itu membekali kami dengan sekotak Nasi Bungkus serta doa agar kami kembali ke MMTC Yogyakarta dengan selamat.
Doddy memang driver hebat, pergi-pulang Jogja-Cirebon, gak mau diganti. Sesampai di Cirebon semua merasakan lelah dan memerlukan tempat untuk istirahat meski sejenak, di saat itulah mbak Lelly tanpa basa-basi mempersilahkan kami semua menuju rumahnya, istirahat dirumahnya, tentu kami terharu atas kebaikan itu. Kebaikan mbak Lelly selalu terkenang sepanjang hayat. Peristiwa yang sudah lama itu, serasa baru kemaren terjadi, masih ingat betul penulis duduk santai di lantai teras rumah Mbak Lelly, hilang sudah penat yang ada. Kami semua kembali ke kampus MMTC Yogyakarta dengan hati senang.
Reuni-an alumni MMTC akhirnya memunculkan banyak cerita. Grup WA -WhatsApp dengan anggota 123 peserta aktif nulis dan aktif simak, setidaknya mengungkapkan hal itu. Hampir setiap saat penulis harus men-delete komen yang sudah dibaca agar space SmartPhone aman, dalam sehari ratusan komen masuk, baik berupa tulisan, foto-foto dan stickers, terkadang terusan video-video beragam hal.
Beberapa foto memorabilia penulis save, semisal ada teman namanya Polin, penulis lupa dia dari kota mana, langsung ingat itu teman sekelas di Rensuma, juga ada nama Sofyan kalau tidak salah dari Jambi, teman sekelas lagi, lah jadi terbuka lagi lah kenangan yang pernah hilang, apalagi ada foto semua teman sekelas yang di share, ada rasa senang muncul dihati, teringat kenangan disaat-saat kebersamaan yang penuh cerita, kami dari berbagai pelosok Nusantara, namun terasa disatukan dalam satu kebangsaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Pada level Diploma Satu, niat masih boleh dikata suci-murni, kami baru mengenal satu sama lain, kami beda kebiasaan, kami beda bahasa dan dipastikan kami beda adat-istiadat, seharusnya itu menjadi hal yang sulit dan menyulitkan, namun ternyata perbedaan-perbedaan yang ada tak tampak dipermukaan, kami menjadi cair, kami langsung akrab dan kebersamaan dalam menimba ilmu itu menjadikan kami bersahabat baik.
Ceritanya tentu menjadi lain jika berada pada level Diploma Dua dan seterusnya, karena percampuran di kelas Diploma selanjutnya berasal dari angkatan Diploma satu yang berbeda tahun, bagi mereka yang disaat Diploma Dua berasal dari satu tahun angkatan yang sama ketika di Diploma Satu, dipastikan seketika bisa langsung akrab karena mereka bernostalgia, mereka bisa mendominasi suasana kelas, sedangkan bagi wajah baru yang hadir banyak kemungkinan yang muncul, bisa ada rasa minder, terlebih “wajah baru” yang berasal dari “daerah” dihadapkan sudah adanya “Genk” di kelasnya.
Hal senada terjadi ketika reuni-an itu dihelat. Mereka yang pernah satu grup dulu ketika studi di MMTC, ya kumpulnya dengan itu-itu saja, seolah gak peduli dengan peserta reuni yang lain. Semacam ada Gap. Suasana yang ada tak terbaca oleh panitia penyelenggara reuni-an, yang seharusnya sepenuhnya independen, menjadi bridge diantara kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, mengingat seluruh alumni MMTC merupakan makhluk sosial nan reliji, keakraban seharusnya mudah terjalin asalkan ada sosok yang bertindak memposisikan diri menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
Perbedaan itu semakin tajam terasa, ketika peserta reuni-an adalah mantan pejabat struktural di kantornya masing-masing. Post Power Syndrome tak bisa terlepas darinya. Jika disadari oleh penyelenggara, permasalahan menjadi semakin kompleks, pertanyaan yang muncul kepermukaan yakni, Siapa sih yang menikmati Reuni-an itu? Apa manfaat bagi peserta reuni-an yang soliter, sendirian, tidak kenal sama yang lain, teman sekelasnya tidak ada yang hadir? Di-niati jauh-jauh datang ke Jogja, biaya tidak sedikit yang harus dikeluarkan, harus meninggalkan keluarga. Belum lagi alumni yang tidak mampu ikut karena banyak faktor penyebabnya, namun mereka yang tidak bisa ikut itu mengetahui semua peristiwa reuni melalui cerita teman yang hadir, atau membaca WA Grup, hanya bisa menelan air liur disertai mata yang berkaca-kaca.
Menjadi PR besar bagi panitia berikutnya, setidaknya alumni dari MMTC sendiri, dari RRI dan TVRI Yogyakarta yang menjadi tuan rumah, bersikaplah menjadi “bridge”, toh hanya dalam tempo beberapa hari saja. Kemampuan untuk mencairkan setiap angkatan yang berbeda, setiap kelas yang berbeda, sungguh penting untuk digarisbawahi. Sementara bagi alumni yang telah merasakan reuni-an itu menyenangkan, membahagiakan, rela-lah berbagi, jadikan wahana reuni sebagai ajang beribadah mencari bekal di hari kemudian. Ungkapkan-lah manfaat-manfaat reuni-an itu, lewat cerita-cerita indah anda, share-kan-lah pengalaman-pengalaman sukses anda di forum yang mulia ini, seperti halnya yang telah dilakukan oleh Amanu Romli yang rela berbagai ilmu membuatkan sticker profil. Ibadah itu!
Sudah banyak teman-teman maupun guru-guru yang pernah ada didalam kebersamaan ketika studi di MMTC Yogyakarta, telah tiada. Mereka telah pergi mendahului kita. Fakta bahwa satu-persatu kita bakal menyusul mereka, cepat ataupun lambat. Itu semua semakin menguatkan kita untuk yakin bahwa selagi kita masih hidup perlu mencari bekal amal sebanyak-banyaknya. Wadah reuni-an alumni MMTC Yogyakarta bisa menjadi lahan untuk itu. Besar tantangan bagi seluruh alumni MMTC Yogyakarta untuk bersatu-padu memenuhi harapan semua para lulusan MMTC, baik yang Diploma Setengah, Diploma Satu, hingga Diploma Empat bahkan juga mereka yang putus studi ditengah jalan dikarenakan adanya force majeur! Sukses pelaksanaan reuni pertama, kini ditunggu gebrakan selanjutnya! (Antok Wesman-Impessa.id/ex-Rensuma. ex-Penasta, ex-Probudhi, ex-Manarita)