Eva Bubla, Seniman Hungaria, Gelar Proyeknya Di Lab HONF Yogyakarta, Jumat, 5 April 2019.
Impessa.id, Yogyakarta : Berbagai berita tentang perubahan iklim, kerusakan keanekaragaman hayati, kepunahan spesies, dan efek dari perilaku buruk yang menimbulkan ketidakberkelanjutan lingkungan hidup, semakin mendapat sorotan media. Seperti analisa terhadap kelamnya masa depan, hingga suara-suara tentang perubahan. Namun satu hal yang pasti, kita tidak boleh diam saja terhadap status quo karena kita sudah kehabisan waktu.
Ada berbagai pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan di ranah publik maupun privat. Proyek Ways Forward yang dikerjakan oleh seniman Hungaria bernama Eva Bubla menginvestigasi kontribusi antar artistic-aktivis, dengan cara melakukan aksi bersama dan menggabungkan praktik-praktik yang kritis dan kreatif, di Indonesia popular dengan aksi Gotong Royong.
Pada akhir Februari 2019, proyek yang melibatkan mahasiswa Kelas Seni Rupa Eksperimental di Institut Seni Indonesia -ISI Yogyakarta, dalam diskusi kelompok terarah, mengeksplorasi berbagai alternatif dan pendekatan eksperimental dalam praktik artistic. Diskusi juga membahas tentang kemungkinan seni dan seniman berperan dalam krisis ekologi, dimana para mahasiswa mengidentifikasi berbagai masalah yang mendesak dan kemungkinan campur tangan dan reaksi secara artistik.
Diskusi serupa juga diadakan di UGM pada akhir Maret 2019, melibatkan mahasiswa Jurusan Arsitektur, guna mempelajari hubungan antara seni, desain dan ekologi. Dalam diskusi yang dilakukan, karya Eva telah melalui uji coba Alat Pendeteksi Asap dan Karbondioksida, buatan HONF Fab Lab.
Menurut Eva Bubla, masalah yang kita hadapi saat ini adalah perlunya penggunaan tanaman sebagai filter udara, perlunya penghijauan di daerah perkotaan. Dalam skala global, urbanisasi berkembang sangat pesat menyebabkan kota menjadi padat penduduk, sehingga meningkatnya polusi udara karena lalu lintas yang padat.
Perencanaan Tata Kota masih menjadi bahan perdebatan. Di Yogyakarta, Peraturan No. 26/2007 menyatakan bahwa 30% dari total wilayah kota harus digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau –RTH, dimana 20% adalah RTH publik dan 10% adalah RTH pribadi. Peraturan tersebut berperan penting dalam upaya pengurangan Polusi Udara, namun studi kasus menunjukkan bahwa praktiknya belum sepenuhnya dilaksanakan.
Selain itu, masalah yang timbul dari Polusi Udara tidak hanya sesuatu yang ada di luar ruangan tetapi juga masalah yang ada di dalam ruangan. Seperti kegiatan rumah tangga memasak, ternyata memancarkan berbagai partikel berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Merokok juga dapat menurunkan kualitas udara didalam ruangan.
Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang efek dari berbagai aktivitas manusia serta pentingnya keberadaan area hijau dan tanaman dalam mengurangi tingkat polusi. Terinspirasi dari Laporan NASA tahun 1989 yang meneliti dan menguji berbagai tanaman yang paling efektif untuk memurnikan udara dalam ruangan, proyek ini menggunakan tanaman Sansevieria (lidah mertua) sebagai bentuk kritis dalam merefleksikan topik polusi udara dalam serangkaian objek, instalasi dan praktik masyarakat.
Pada tanggal 29 Maret 2019, lokakarya digelar bersama Sekolah Akar Rumput, yang memberikan kesempatan bagi para siswa untuk bereksperimen secara mandiri menggunakan mekanisme air purification devices yang sudah tersedia. Kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak terhadap bahaya polusi udara dan membiasakan mereka dengan material, mekanisme, dan perubahan gaya hidup yang bermanfaat bagi lingkungan.
Sekolah Akar Rumput merupakan sekolah yang bersifat terbuka dalam kerja bersama, mereka menerapkan cara-cara alternatif dalam pengajaran dan menjadikan praktik yang bersifat ekologis sebagai bagian penting dari kurikulum.
Hasil proyek Ways Forward Bersama 2, dipresentasikan di Laboratorium HONF Jalan Langenastran Lor 16 Yogyakarta, dibuka secara resmi pada Jumat, 5 April 2019 pukul 19.30 oleh Duta Besar Hungaria untuk Indonesia Judit Pach. (Ami/Antok)