Seminar Nasional Transformasi Pesantren: UIN Sunan Kalijaga Siap Dirikan Pusat Kajian Pesantren
Impessa.id, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar Seminar Nasional bertajuk "Transformasi Pesantren: Merawat Spiritualitas untuk Kemajuan Pendidikan Pesantren" pada Rabu (8/1/2025). Kegiatan yang diselenggarakan di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga merupakan hasil kolaborasi RMI PBNU, RMI PWNU DIY, dan UIN Sunan Kalijaga. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Prof. Dr. Sigit Purnama, M.Pd., bertindak sebagai penanggung jawab akademik, yang bermitra dengan Direktur Center for Islamic Education in Southeast Asia, Prof. Dr. Imam Machali, dan sejumlah Guru Besar dan dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk mempersiapkan panel-panel dan materi diskusi selama seminar.
Seminar dihadiri oleh berbagai kalangan, antara lain Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan beserta jajarannya, dekan dan segenap pejabat di lingkungan UIN Sunan Kaliaga. Hadir juga dosen, mahasiswa, pengasuh pesantren, pengurus RMI PBNU, PWNU, dan PCNU dari seluruh Indonesia, serta perwakilan dari Kementerian Agama. Sejumlah tokoh penting turut memberikan kontribusi, antara lain: Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, yang bertindak sebagai keynote speaker sekaligus meluncurkan ”Digdaya Pesantren.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan seminar. Ia menegaskan bahwa UIN Sunan Kalijaga merupakan bagian integral dari keluarga besar pesantren di Indonesia, mengingat sejarah panjang keterlibatan pesantren dalam transformasi universitas. “Peran pesantren turut serta dalam transformasi UIN Sunan Kalijaga, sejak berdirinya sampai dengan perubahan menjadi IAIN pada tahun 1971, juga menjadi UIN pada tahun 2004. Beberapa tokoh besar seperti Kiai Ali Ma’sum pernah menjadi dosen Fakultas Syari’ah dan turut memberikan kontribusi besar dalam membangun tradisi keilmuan di kampus. Fakultas yang telah bertransformasi menjadi Fakultas Syari’ah dan Hukum‘mengguncang’ publik atas prestasi empat mahasiswanya memenangi gugatan Presidential Threshold di MK,” ungkap Rektor.Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa beberapa gedung di UIN Sunan Kalijaga yang diambil dari tokoh pesantren, seperti Gedung Rektorat yang dinamai K.H. Saifuddin Zuhri dan Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang diberi nama Gedung K.H. Ali Maksum. Hal ini menunjukkan kolaborasi erat antara dunia pesantren dan UIN Sunan Kalijaga. “UIN juga telah lama menjadi jembatan bagi para santri untuk melakukan mobilitas sosial, dan beberapa di antara mereka bahkan mampu memberikan warna menonjol bagi perjalanan bangsa,” tambahnya.
Lebih lanjut Prof. Noorhaidi menuturkan bahwa pesantren merupakan pilar penting pendidikan Islam yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Kajian-kajian awal tentang pesantren secara akademik telah dilakukan oleh para sarjana yang menunjukan pesantren mampu mengawal tradisi dan budaya sekaligus beradaptasi menyesuaikan diri dengan perubahan. “Pesantren bahkan memainkan peran penting dalam mengawal persatuan bangsa dan keutuhan negara” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, nahkoda UIN Sunan Kalijaga juga mengungkapkan rencana untuk mendirikan Pusat Kajian Pesantren yang akan didedikasikan untuk membahas berbagai aspek kepesantrenan dengan nama Pusat Kajian Pesantren ”Martin van Bruinessen”. Hal ini bukan tanpa alasan. Figur yang juga merupakan promotor disertasi Prof. Noorhaidi saat di Belanda tersebut telah melahirkan berbagai karya monumental tentang pesantren dan mendapatkan lifetime achievement award dari PBNU.
Menutup sambutannya, Prof. Noorhaidi mohon doa kepada yang hadir untuk kelancaran pembangunan Kampus II di Pajangan sebagai upaya untuk memperkaya keilmuan dan memberikan sumbangsih yang nyata dalam menjawab tantangan bangsa. “Semoga UIN Sunan Kalijaga bisa menjadi kebanggaan bangsa, kebanggaan umat, dan kebanggaan kita semua” pungkasnya.
Sementara itu, KH. Yahya Cholil Staquf menyampaikan pidato yang mendalam tentang dimensi sosial-historis pesantren. Ia mengulas tantangan marginalisasi pesantren akibat kolonialisme Eropa dan bagaimana pesantren berhasil beradaptasi dengan sistem modern. KH. Yahya menekankan perlunya pesantren menghilangkan mental blok terhadap perubahan agar dapat berintegrasi dalam sistem global. Ia juga memaparkan tiga klaster utama yang harus dihadapi pesantren, yaitu kelembagaan pendidikan pesantren, peran komunitas pesantren, dan hubungan pesantren dengan NU.
Salah satu momen monumental dalam seminar ini adalah peluncuran layanan digital dan data pesantren "Digdaya Pesantren" secara simbolis oleh KH. Yahya Cholil Staquf dengan pemukulan gong sebanyak sembilan kali, yang menandakan semangat baru dalam digitalisasi pesantren untuk mendukung transformasi dan pengelolaan data yang lebih baik. Acara dilanjutkan di sesi siang dengan 5 panel paralel yang mendiskusikan berbagai isu krusial kepesantrenan, termasuk kurikulum, kelembagaan, SDM, dan digitalisasi data, dengan harapan besar agar pesantren dapat terus berkontribusi dalam dunia pendidikan, baik secara tradisional maupun modern. Kerja sama antara UIN Sunan Kalijaga, PBNU, dan pesantren diharapkan dapat terus berlanjut untuk mendukung kemajuan pendidikan nasional. Dengan berakhirnya seminar ini, diharapkan rekomendasi yang dihasilkan dapat menjadi panduan strategis dalam pengembangan pesantren menuju pendidikan yang lebih maju dan terintegrasi secara global. (Tim Humas UIN Suka/Antok Wesman-Impessa.id)