Feature

Pameran Seni Grafis PRINT PARADE Ke-3 Di Kiniko Art-Sarang Building, Yogyakarta, 7-21 September 2024

Pameran Seni Grafis PRINT PARADE Ke-3 Di Kiniko Art-Sarang Building, Yogyakarta, 7-21 September 2024

Pameran Seni Grafis PRINT PARADE Ke-3 Di Kiniko Art-Sarang Building, Yogyakarta, 7-21 September 2024

Impessa.id, Yogyakarta: Kiniko Art, Sarang Building Yogyakarta, berkolaborasi dengan Studio Grafis Minggiran Yogyakarta, menggelar Pameran Seni Grafis, bertajuk “PRINT PARADE #3” bertempat di Kiniko Art, Sarang Building blok II, Jl. Kalipakis RT 05/11, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 7-21 September 2024.

Salah satu dedengkot Studio Grafis Minggiran, Bambang ‘Toko’ Wicaksono ketika ditemui Impessa.id mengatakan,Print Parade ke-3 ini adalah lanjutan ke-1 dan ke-2, vakumnya cukup lama, terakhir 2016. Yang membedakan yaitu kalau dulu itu mengajak seniman bukan pe-grafis, untuk workshop dan kemudian hasilnya dipamerkan bareng dengan karya-karyanya dari members Grafis Minggiran. Yang sekarang itu lebih untuk melihat bagaimana perkembangan terbaru-terkini, artinya tahun 2024 ini karyanya akan seperti apa?” ujarnya.

(Bambang ‘Toko’ Wicaksono)

“Jadi ke-baru-an itu tidak hanya secara waktu tapi juga mungkin teknik, mungkin bahan, mungkin juga cara penyajian, dan dari situ akan terlihat bagaimana grafis ini mengalami perkembangan. Kedepannya, karena kami sudah kenal baik dengan KINIKO Art, maka KINIKO Art menyediakan ruang di setiap bulan September itu menjadi Bulan Grafis, di istilahkan sebagai September Grafis, kalau di tahun ganjil itu Pekan Seni Grafis Jogja, fokus teknik, tema-nya berdasar teknik-teknik didalam seni grafis. Sedangkan di tahun genap untuk Print Parade, display perkembangan terbaru seni grafis,” ungkap Bambang ‘Toko’.

“Kali ini masih terbatas untuk Seniman grafis Jogja, maka kedepannya terbuka untuk seniman grafis dari luar Jogja, bahkan dari manca negara untuk berpartisipasi di moment-moment tersebut. Kami juga siap melakukan open-call guna menjaga kualitas karya yang masuk,” imbuhnya.

Terkait dengan perkembangan yang dimaksud, Bambang ‘Toko’ menjelaskan, misalnya dengan digital, karena ada karya-karya yang baik saat perancangannya maupun pembuatannya dengan cara digital, meskipun tekniknya tetap menggunakan print. Sebanyak 35 seniman grafis dari Yogyakarta yang telah memiliki track-record dan beberapa mahasiswa seni grafis yang dinilai memiliki konsistensi bagus, dengan 50 karya yang dipamerkan di kedua lantai KINIKO Art, Sarang Building, selama sekitar dua pekan.

Kepada seluruh penikimat seni grafis maupun khalayak umum untuk datang ke KINIKO Art-Sarang Building, melihat langsung karya yang dipajang di KINIKO Art, Sarang Building, Kalipakis, Tirtonirmolo, Kasihan-Bantul, hingga Sabtu, 21 September 2024. “Nikmati, dating ke Kiniko Art, lihat langsung, karena memang visual itu dirasakan, dan juga bagaimana melihat potensi seni grafis ini kedepan, lebih dari sekedar wilayah karya seni, tapi juga barang-barang fungsional yang lain, karena sablon itu teknik grafis, mungkin ada perkembangan-perkembangan yang lain yang memang sebetulnya grafis ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari,” ungkap Bambang ‘Toko’ Wicaksono.

(A.C. Andre Tanama)

Salah satu seniman grafis yang ditemui Impessa.id yakni A.C. Andre Tanama, seniman grafis senior, menampilkan karya cetak cukil woodcut print, seni cetak cukil kayu, yang diberi judul “N”. Kepada Impessa.id Andre Tanama mengungkapkan segalanya untuk anda simak. “Disini saya bener-bener menerapkan ke diri saya, saya mau memulai dari nol, ibaratnya saya memposisikan diri saya, saya bayangkan diri saya itu mahasiswa seni grafis baru mulai belajar grafis. Jadi saya bener-bener mencoba untuk nol, dan bener-bener kayak mulai belajar teknik. Bermula dari situ. Dari pemikiran itu kemudian saya mengeksplorasi teknik cukil, pada papan MDF, menerapkan teknik-teknik cukil yang sebelumnya belum pernah saya eksplorasi. Dalam hal ini adalah cukil pointilis, yang harus saya proses dimulai dari membuat pisau cukilnya sendiri. Dari situ saya mencoba bereksperimen dengan beberapa logam bekas yang ada dirumah seperti paku bekas dan kunci L, itu saya olah, saya modifikasi jadi pisau cukil yang bisa saya terapkan untuk teknik seni grafis yang belum pernah saya coba. Disitu akhirnya saya bisa membuat pola cukilan kecil-kecil, titik-titik dan saya terapkan pada pencukilan papan MDF. Pada dasarnya proses penciptaannya bermula dari situ, kemudian untuk segi tema saya tidak berkutat pada tema tertentu, karena saya memposisikan diri dari nol, bener-bener saya mau mencoba belajar dari awal teknik, sehingga teknik itu yang saya utamakan, dan untuk obyeknya itu mengalir begitu saja”.

“Saya akhirnya ketika proses nyukil titik-titik itu kemudian saya bentuk wajah, akhirnya jadi kayak potret perempuan, yang kemudian saya beri judul “N” yang saya maksudkan sebagai dua hal, yang pertama N sebagai sebuah bentuk garis yang notabene kalau saya membuat huruf N itu menarik dari titik kemudian titik itu saya tarik keatas kemudian diagonal ke kanan bawah, kemudian saya tarik lagi ke atas, ini menunjukkan suatu posisi dari titik bawah kemudian naik, bisa saja kemudian turun lagi, dan pada akhirnya naik lagi. Sebuah proses berkarya yang sebenarnya saya harapkan dinamis, jadi gak naik terus, tapi kehidupan itu ya bisa naik turun gitu. Kemudian N ini juga saya maknai sebagai sebuah penghubung ketika N ini dibaca dalam konteks Bahasa Inggris ‘and’- N, atau kadang kita membuat penghubung yang juga saya maknai sebagai sebuah ungkapan penghubung saya dengan proses berkarya saat itu. Kemudian ketika N ini dimaknai sebagai ‘end’, yang berarti berakhir atau tamat, nah keberakhiran itu juga saya maknai sebagai sebuah proses yang sesungguhnya tidak bener-bener berakhir. Jadi ketika ‘The End’ itu sebenernya gak bener-bener tuntas atau selesai, pasti ada sesuatu yang malah menjadi titik yang memulai lagi, misalnya sebuah kelulusan dalam studi, kita merasa purna dalam sebuah studi, dalam sebuah proses berkesenian, sebenernya itu tidak bener-bener purna, tidak bener-bener berakhir tapi sebenarnya itu justru menjadi pijakan, langkah untuk memulai sesuatu yang baru, seseorang kalau sudah selesai studi, misalkan wisuda, seolah itu sudah berakhir, padahal enggak, padahal itu justru titik awal untuk memulai. Jadi ‘N’ itu saya maknai dalam banyak konteks,” ujar Andre lebih lanjut.

Terkait dengan alat cukil pointilis kreasinya sendiri tersebut Andre menjelaskan, “Saya terpikirkan dulu sewaktu masih kuliah pernah denger dari dosen, bahwa SUROMO, maestro seni cetak Indonesia dari Jogja-Solo, itu membuat pisau cukilnya sendiri, saya kagum lihat karya Suromo yang begitu detail itu ternyata pisau cukilnya tidak beli di pasar tapi bikin sendiri terbuat dari jeruji motor yang dia modifikasi sendiri jadi pisau cukil, dan dia mencukilnya pada kayu solid, bukan MDF, bukan hardboard, itu di tahun 1950-an Suromo bisa militan seperti itu, kenapa di era gini, gak ada yang bisa, malu kan, masa harus mengandalkan beli di pasar. Dari situ saya mencoba bereksperimen logam bekas dalam hal ini ada paku, ada kunci L,saya coba jadi alat berkarya seni cetak cukil, meski proses inovasi melalui trial and error mencari sudut ketajamannya dan mengasah berbulan-bulan itu sekitar dua tahun lamanya”.

(I Gede Arya Sucitra)

Dalam kesempatan itu, Dosen Institut Seni Indonesia -ISI Yogyakarta I Gede Arya Sucitra disela-sela pameran, ketika dikonfirmasi Impessa.id terkait ramainya anak-muda melihat pameran seni grafis di KINIKO Art menuturkan secara gamblang, “Karya grafis itu sebetulnya, paling dekat dengan kebutuhan kehidupan artistik keseharian, karena, print making itu lekat dengan hal-hal yang ada disekitar kita, terutama baju yang kita pakai, belum lagi kemudian teknik-teknik sablon, atau woodcut atau print making yang ditempelkan di tembok-tembok, semacam propaganda atau hal-hal yang sifatnya menginspirasi. Ke-khas-an dari grafis yang beragam jenisnya ada woodcut, ada lithograph, ada sablon, ada teknik kolase dan macam-macam itu, menarik eksplorasi, yang bagi anak-anak muda itu bisa menjadi semacam tren, yang bebas untuk akses, terutama kemudian teknik-teknik print yang menggunakan teknologi. Kalau dulu kan print-nya lebih cenderung sablon, sekarang print-nya dia gunakan di woodcut, setelah itu di proses dengan hand-coloric atau dengan teknik digital lalu di print on kanvas, jadi sangat fleksibel print itu dimanfaatkan didalam kebutuhan seharian atau kebutuhan sosial, sehingga Print Parade #3 kali ini jika dilihat oleh anak-anak muda atau para pecinta grafis, mereka diberikan panorama yang sangat beragam, dari yang sangat konservatif misalnya, woodcut conservatif, sampai kemudian yang sudah dipoles atau yang sudah bersentuhan dengan teknologi teknik print itu sendiri. Variasi-variasi inilah yang kemudian membuat kemungkinan bahwa seni murni yang bercorak pada ekspresi pribadi, emosi, simbolik, teknik dan metode yang sifatnya subyektif itupun tidak bisa lepas dari kebutuhan-kebutuhan teknologi maupun kebutuhan masyarakat atau citra masyarakat,” jelas I Gede Arya Sucitra. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)