Feature

Sembilan Seniman Kelompok Cerobong Gelar Pameran iSeni, di Kembang Jati Art House Nitiprayan, Yogyakarta, Hingga 26 Maret 2022

Sembilan Seniman Kelompok Cerobong Gelar Pameran iSeni, di Kembang Jati Art House Nitiprayan, Yogyakarta, Hingga 26 Maret 2022

Sembilan Seniman Kelompok Cerobong Gelar Pameran iSeni, di Kembang Jati Art House Nitiprayan, Yogyakarta, Hingga 26 Maret 2022

Impessa.id, Yogyakarta: Sembilan seniman Jogja yang tergabung kedalam Kelompok Cerobong, sejak 2014, masing-masing, Alperd Roza, Arif Widarto, Bambang Wisnu W, Eko Penyo, Fatah Ht, Harun, M. Aris, Meri Suska dan Yuniarto inoel, menggelar pameran seni rupa bertajuk “iSeni” bertempat di Kembang Jati Art House Jl. Kesejahteraan Sosial No.6, Sanggrahan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, pada 20-26 Maret 2022.

Arnold FR selaku penulis kuratorial secara singkat menjelaskan makna judul pameran tersebut. “iSeni, secara harfiah mempunyai arti mengisi. Kegiatan memberi isi sesuatu untuk menjadi lebih berisi. Dalam kata iSeniI juga terdapat penggalan dua kata. Yaitu "i" dan seni. Seni merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang kesenian khususnya seni rupa. Sementara huruf "i" didepan kata seni bisa menjadi singkatan dari: internet, individual, interpretasi, inisiasi, informasi, inspirasi, bahkan Indonesia dan "i" (saya),” ujarnya.

Menurut Arnold FR, iSeni merupakan representasi dari proses mengisi dan memenuhi kebutuhan akan seni dalam kehidupan dengan sebuah karya seni yang berawal dari sebuah "i" dari seorang seniman untuk kehidupan yang lebih nyeni.

Dikatakan, seni sebagai salah satu unsur kebudayaan yang umurnya boleh dikatakan setua kebudayaan itu sendiri juga sangat penting perannya untuk mengantar manusia ke dalam penghayatan yang utuh terkait berbagai dinamika kehidupannya yang begitu kompleks. Penghayatan tersebut utamanya yang bersifat emosi atau kualitas perasaan-perasaan yang khas, unik, bahkan jenis pengetahuan intuitif yang secara spesifik tak mampu diakomodasi oleh keterbatasan bahasa verbal yang struktural.

Seni pun dianggap pula sebagai bahasa alternatif yang juga mampu memberi kita suatu pemahaman tertentu tentang dunia termasuk diri kita di dalamnya. Seni dapat membantu kita menemukan sebuah perspektif untuk melihat realitas secara baru atau berbeda, cara-cara baru dalam merelasikan diri dengan lingkungan serta merefleksikan kode-kode budaya agar diperoleh makna-makna baru yang lebih relevan dengan semangat zaman.

Dalam pembukaan pameran yang dilakukan oleh seniman Totok Buchori, Arif Widarto mewakili teman-temannya menuturkan bahwa acara tatap-muka sangat penting untuk saling mengapresiasi, dan bagi pecinta seni pun dapat melihat karya seni secara langsung. “iSeni, kalau dalam Bahasa Jawa berarti mengisi, yang bermakna dipacu untuk lebih semangat mengisi ruang-ruang kosong untuk bisa ber-ekspresi, untuk tampil lagi yang terus berkelanjutan sampai betul-betul di apresiasi oleh seluruh khalayak”.

Ekwan Marianto, selaku tuan rumah perhelatan pameran kepada Impessa.id menguraikan eksistensi Kembang Jati Arthouse yang posisinya membujur dari Barat ke Timur terdiri dari tiga bangunan, di bagian depan ditepi jalan Kesejahteraan Sosial Nomor 6 Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, digunakan sebagai tempat hunian, sedang bangunan yang ada di belakang dijadikan studio.

“Berdiri pada 2015, kala itu banyak pameran di seantero Jogja, awalnya hanya untuk studio berkarya, eh, banyak masukan dari teman sesama seniman, akhirnya bangunan yang ada di tengah kemudian diubah untuk pameran. Pengguna pertama pameran tunggal saya sendiri, uji-coba tempat, di tahun 2016, mulai banyak diapresiasi, lalu banyak temen-teman berpameran di Limas Art House nama awalnya, yang kini menjadi Kembang Jati Art House, bermakna ingin mengembangkan jati diri,” ungkap Ekwan.

“Kembang Jati Arthoouse juga sebagai tempat berkumpul sambil saling menyemangati menyebabkan isi hati bergejolak panas, akhirnya berkarya sendiri-sendiri di studio masing-masing, kemudian kumpul lagi, gelar pameran dimana, bahwa kesenian itu hal yang indah, menyenangkan tetapi tidak mudah untuk dijalani. Kita harus selalu semangat, punya mental kuat, dengan punya skill yang bagus, itu akan menjadi mudah,” pungkasnya.

Berikut testimoni seniman yang ditemui Impessa.id di sela-sela pameran.

Fatah Hidayat, dengan Studio di Mlati, Sleman, memajang dua karyanyna berjudul “Pecah Perang” karya abstrak yang dibuat bertepatan dengan terjadinya perang antara Russia dan Ukraina, serta karya berjudul “After #2” yang awalnya melukis bunga namun jadinya abstrak.

Alpred Roza dengan lukisan Buah Apel yang menurutnya, Apel itu sederhana, enak dan bermanfaat. Alfred dengan studio di kawasan Nogotirto, memilih imajinasi buah, sebagai ide kehidupan. “Seyogyanya manusia itu bersama dengan yang alami, natural, bersahabat dengan pepohonan, mengkonsumsi buah-buahan, bermanfaat bagi manusia itu sendiri, tanpa perlu merusak lingkungan,” tuturnya.

Sedangkan Arif Widarto dengan studio ‘Romaisa’ di Kawasan Tegalrejo, memilih judul “Berganti Musim”, saatnya musim tanam setelah musim kemarau, berabstraksi melalui eksperimen yang dimulai dari landscape alam. Untuk karyanya berjudul “Still Life of three Rosses”, dirinya tertarik dengan sebuah bentuk benda, bunga mawar, artistik, “Mawar itu ada sesautu yang unik, secara filosofi mawar juga sebuah pilihan, harum meskipun gugur tetap wangi,” ungkapnya.

Eko Penyo dengan studio di kawasan Nogotirto, punya konsep wortel, warna oren cerah mencolok menjadi ciri khas Eko Penyo. Penyempurnaan, katanya. Warna yang menjadi pusat perhatian, eye catching, Karyanya berjudul “New Culture” terpampang wajah ‘Monalisa’ yang cemberut seolah ‘iri’ dengan sosok yang ada didepannya.

Meri Suska, dengan studio di kawasan Kuncen, punya ciri khas disetiap karya lukisannya sejak Tugas Akhir, yaitu kotak-kotak, bak motif kain tenun songket, “Kaligrafi doa, setiap mau beraktifitas di pagi hari bacalah doa ini, untuk membuka pintu biar rejeki, ilmu kita bermanfaat,” tuturnya. Meri pernah pameran di Jogja Galery, dibawa ke Jakarta, dan lukisannya berjudul “Jalan Menuju Taubat” 120x150, 2010-an, akhirnyna dikoleksi oleh Yusuf Kalla.  

Sementara Yuniarto yang akrab disapa Inoel, dengan studio di kawasan Cokrokusuman, Utara Tugu, lebih memilih Ayam seperti karya berjudul “Sang Jantan” menurutnya menjadi pintu rejeki, jadi panutan. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)