Studio Pertunjukan Sastra Hadirkan Monolog Di MocoSik Book-Music Festival Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta : Studio Pertunjukan Sastra bekerja sama dengan MocoSik Book & Music Festival menggelar Bincang-Bincang Sastra edisi 167, di tengah festival buku dan musik, bertajuk “Irama Lain Monolog Yogya”, bersama narasumber Indra Tranggono (pengamat budaya dan penulis lakon) dan Banyu Bening (aktor dan pendiri akuaktor.com) dengan moderator Latief S. Nugraha, di Omah Ontosoroh MocoSik Book & Music Festival, Jogja Expo Center (JEC), Jumat, 23 Agustus 2019, pukul 19.30-22.00 WIB.
Dalam acara tersebut juga tampil aktris berbakat Joanna Dyah dengan pertunjukan monolog. Bukan suatu hal yang kebetulan ketika Studio Pertunjukan Sastra dalam acara Bincang-Bincang Sastra, hadir dengan tema Monolog. Jika melihat dinamika pertunjukan seni yang ada, bermacam-ragam hasil karya kreatif pascasastra, misalnya, dari yang paling sederhana, pembacaan puisi, pembacaan cerita, musik puisi, dramatik reading, hingga teatrikal. Usaha alih wahana itu menunjukkan bahwa teks sastra adalah pokok yang dapat diapresiasi ke dalam bermacam wujud.
“Mengapa Studio Pertunjukan Sastra menghadirkan tema monolog di acara buku dan musik? Hadirnya pertunjukan dan bincang-bincang mengenai monolog ini diharapkan dapat menjadi irama lain di acara MocoSik Festival. Monolog sebagai satu bentuk pertunjukan dalam seni peran yang menuntut kepiawaian dan keunggulan aktor dalam berperan sebagai penampil tunggal,” ujar Mustofa W. Hasyim, ketua Studio Pertunjukan Sastra.
Mustofa menambahkan, “Di dalam pertunjukan sastra, acap kali dijumpai suatu pertunjukan pembacaan kisah (prosa: cerpen, nukilan novel) yang kemudian dihadirkan sebagai satu pertunjukan dramatic reading, storytelling, dongeng, dan ada pula yang mengadaptasi naskah cerpen tersebut menjadi naskah monolog dan tentu saja pertunjukan yang dihadirkan adalah monolog. Sementara itu, mau tidak mau, suka tidak suka, naskah drama monolog juga merupakan teks sastra yang rasa-rasanya perlu untuk juga dibaca dan dikaji atas keberadaannya.”
Di Yogyakarta, tokoh-tokoh yang piawai dalam hal seni pertunjukan monolog, diantaranya, Yoyok Aryo, Sri Harjanto Sahid, Whani Darmawan, Joko Kamto, Nevi Budianto, Butet Kertaradjasa. Dalam lima tahun terakhir, monolog juga hadir di sejumlah komunitas teater kampus, serta menjadi tangkai lomba di Peksiminas atau FLS2N yang digelar oleh lembaga terkait.
Di Yogyakarta Whani D Project sempat menggelar acara pementasan monolog seiring dengan terbitnya buku naskah monolog “Sampai di Depan Pintu” karya Whani Darmawan. Terhitung beberapa pementasan monolog seperti yang dimainkan oleh Yan Jangkrik “Samurai Sakate” karya Whani Darmawan atau Khocil Birawa dengan “Genderuwo Pasar Anyar” karya Indra Tranggono juga cukup mencuri perhatian. Aktor Yogya Rendra Bagus Pamungkas juga sukses menggelar pementasan monolog Sutan Sjahrir di Salihara memperingati 10 tahun komunitas tersebut. Hal ini menandakan bahwa pertunjukan monolog masih mendapat tempat.
“Melalui acara ini, semoga akan lahir wacana dan wawasan yang menambah keluasan pandangan kita bersama. Kesadaran bahwa panggung monolog dan naskah lakon monolog adalah dunia sunyi menjadi satu hal menarik untuk diperbincangkan. Tidak banyak pertunjukan monolog yang hadir, tidak banyak pula naskah monolog yang lahir. Dari yang tidak banyak itu, kita hanya menjumpai sedikit sekali buku yang menghimpun naskah-naskah monolok karya para penulis atau teaterawan kita. Banyak naskah yang tercecer tidak terdokumentasi dengan baik. Hal ini mesti segera dicari solusinya!” pungkas Mustofa. (Latief SN/Antok Wesman).