Buku Interaktif Akar Buku Kreasi Storia Karacitra Menang Dalam Kategori Purwarupa Fisik

Tim Storia Karacitra Dari Deppok Jakarta Selatan, Melalui Buku Anak Interaktif Berjudul Akar Buku, Menang Dalam Kategori Purwarupa Fisik Di KBKM 21-25 Juli 2019 Di Candi Prambanan.
Impessa.id, Yogyakarta : Tim Storia Karacitra terdiri dari empat personil masing-masing, Burhanuddin Aziz, Muhammad Rohmani yang akrab disapa Omen, Indah Nur Zahra dan Lydia De Vega, dari Depok Jaksel berhasil masuk menjadi salah satu pemenang Kategori Purwarupa Fisik atas karya buku interaktif untuk anak-anak berjudul “Akar Buku”, sehingga berhak mengikuti kompetisi lanjutan pada Pekan Budaya Nasional 2019, Oktober mendatang di Jakarta.
Burhanuddin Aziz, salah satu anggota tim kepada Impessa.id menjelaskan perihal nama timnya. “Storia Karacitra, berasal dari dua bahasa, bahasa Latin dan bahasa Sangsekerta, Storia berarti sejarah sedangkan Karacitra memiliki arti orang yang membuat cerita, membuat gambar atau membuat branding. Jadi kita ingin bagaimana membuat sejarah atau cerita masa lalu atau kebudayaan itu bisa dicitrakan, bisa dibrandingkan dengan hal yang populer, hal yang menyenangkan, hal yang bisa ditangkap anak muda atau anak-anak. Jadi sebenarnya lebih ke membranding banyak hal melalui cerita yang kita buat. Kami bagi-bagi tugas, ada yang mendisain, ada yang membuat story telling, ada yang riset, semua itu untuk buku kami berjudul Akar Buku,” jelasnya.
Buku interaktif berjudul “Akar Buku” secara singkat diulas oleh Indah Nur Zahra. “Sekarang kan banyak pernikahan lintas-etnis, lintas negara, sudah banyak orang gak lagi nikah Jawa sama Jawa, tapi Jawa sama Kalimantan, Papua sama Padang, dan itu kadang-kadang anak-anaknya suka melihat perbedaan diantara orang tuanya. Makanya kita melihat disitu, disitu ada beberapa kasus yang kita temui bahwa anak-anak itu pasti akan bertanya perbedaan orang tuanya itu dan orangtuanya sedikit kesulitan menjawab pertanyaan anak-anaknya sendiri. Sebenarnya mereka tahu jawabannya tetapi tidak tahu cara menyampaikan secara bahasa anak. Itu yang ingin kami berikan solusinya, melalui buku yang interaktif, children friendly, tidak hanya melulu tulisan aja yang boring, tetapi ada permain didalamnya, menciptakan budaya Indonesia,” ujarnya kepada Impessa.id.
Indah Nur Zahra, menilai KBKM –Kemah Budaya Kaum Muda, merupakan acara besar sehingga dirinya ikut guna memberi kontribusi untuk pengembangan budaya Nusantara. “Selama ini saya berpikir bagaimana ya cara untuk mengembangkan budaya, bersama tim, ide-ide kami dinilai pihak fasilitator terlalu idealis, nah disini kami diajari bagaimana caranya budaya itu bisa menghasilkan uang. Jadi tidak hanya ide yang digeneralisasikan dan tidak menghasilkan apa-apa, disini diajarkan bagaimana ide itu bisa sustain secara finansial. Seru! oleh fasilitator ide-ide kami dibabat habis, ni kamu nanti tidak menguntungkan lah! terlalu idealis lah! tidak cuman ngomong-ngomong doang tapi harus bisa berkontribusi nyata memberikan solusi atas permasalahan yang ada, alhamdulillah dapat ide, disuruh rapiin semuanya sebelum presentasi dan tadi presentasinya lancar,” ungkapnya.
“Buku kami dikemas dalam dua bahasa, untuk middle-up class, kami ingin juga tersebar di luar negeri karena banyak WNA dan WNI yang ada di luar negeri mengalami suatu permasalahan dimana untuk mengedukasi anak mereka yang mengalami mix-culture nggak lupa dengan akar budaya mereka Indonesia. Kami juga melakukan market research terhadap parents di Indonesia dan di luar negeri, bahwa mereka memang ternyata kesulitan mencari buku yang inklusif, di Akar Buku, ada cerita daerahnya, ada geografi, semua hal yang kita kemas ini juga kita konsultasikan dengan parenting experts, lebih ke psikolog anak,” imbuh Indah lebih lanjut.
Burhanuddin Aziz, menilai KBKM, “Secara overall dari sisi fasilitas, dari sisi konten, KBKM sangat keren, mengumpulkan anak muda untuk belajar dari berbagai macam sisi di Indonesia, terus berkompetisi, tapi juga kemah bareng, kemudian berdiskusi, saling tukar ide, itu keren banget. Karena saya basic-nya arkeologi maka saya membuat arkeologi bisa disampaikan kepada publik dengan cara populer sehingga masyarakat bisa lebih menyukai konten-konten budaya melalui story telling, kemudian pakai teknologi untuk support, jadi komplit sih, fisiknya ada, aplikasi ada, terus kajian sama aktivasi, jadi sudah hold picture sih untuk meng-guide apalagi tujuannya untuk anak muda zaman now,” tutur Azis.
Sementara itu, Muhammad Rohmani yang akrab disapa Omen kepada Impessa.id mengemukakan pendapatnya. “Yang unik sih lebih sharing ke fasilitator, karena banyak pengetahuan baru juga, karena saya bukan latarbelakang bisnis, jadi pengetahuan bisnis itu saya dapatkan dengan baik dari fasilitator, semisal cara menentukan market yang tepat, target harus clear dahulu, siapa yang akan kita sasar, segmen yang dituju jelas. Di tim ini saya berkontribusi di disain dan ilustrasi,” ujarnya..
Sedangkan Lydia De Vega akrab disapa Ega menilai. “Secara overall sih keren banget bisa bikin acara anak muda yang membahas kebudayaan. Kebudayaan itu kan genre yang spesifik banget, dan di mix dengan bisnis, atau start-up yang kita tahu lebih ke arah cari benefit atau cari keuntungan, nah disini sangat menarik karena budaya ini agak jarang tersentuh dan dikemas sangat modern dan sangat anak muda banget, anak jaman now banget sih, Kemah Budaya Kaum Muda ini menurut saya suatu terobosan buat Kemendikbud,” aku Ega jujur.
Resolusi Kemah Budaya Kaum Muda Di Candi Prambanan Yogyakarta, 21-25 Juli 2019.
Kegiatan KBKM telah mempertemukan setiap keragaman dan hal itu merupakan itikat baik untuk mengungkapkan peradaban Indonesia, dan kaum muda Indonesia yang mengikuti KBKM 2019 telah mencapai sebuah kebulatan tekat untuk terjun memajukan kebudayaan dengan gotong royong lintas disiplin dan telah menyepakati 10 butir seruan aksi yang mencerminkan kesatuan semangat kedalam 10 Butir Resolusi KBKM 2019 yakni,
- Mewujudkan atau mengimplementasikan inisiatif kaum muda dalam KBKM 2019 dan terus menyelenggarakan KBKM berbasis tim tahunan di cagar budaya dan kawasan budaya yang dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat daerah sampai nasional.
- Memperbanyak program residensi budaya kaum muda lintas daerah dan lintas disiplin berbasis kolaborasi kreatif.
- Membentuk mekanisme hibah untuk kaum muda yang memajukan kebudayaan.
- Mewujudkan program keterlibatan kaum muda di bidang inventarisasi dan pengkajian kebudayaan.
- Mempublikasikan kemajuan obyek kebudayaan dengan metode kekinian dan digerakkan oleh kaum muda.
- Menghidupkan jejaring kaum muda Nusantara sebagai garda depan upaya pemajuan kebudayaan.
- Menjadikan ruang publik sebagai ruang ekspresi kaum muda guna mendorong keberagaman.
- Mendukung pemanfaatan kebudayaan melalui aplikasi daring yang berdampak luas.
- Membentuk suatu kerjasama ekonomi budaya kaum muda lintas disiplin yang berkelanjutan dan mendorong kemandirian.
- Merombak tatakelola kebudayaan untuk meningkatkan peran aktif kaum muda dalam kerja kebudayaan di daerah.
Dalam sambutan penutupan KBKM 2019 Rabu malam (24/7) Direktur Jenderal Kebudayaan Hilman Farid menegaskan bahwa para tim pemenang kompetisi tugasnya belum selesai, karena mereka harus mewujudkan proposal yang telah mereka presentasikan dihadapan tim juri dalam bentuk nyata untuk dipertanggungjawabkan didalam Pekan Budaya Nasional di Jakarta, Oktober 2019. (Antok Wesman – Impessa.id)