Putri Pertiwi, Penyandang Down Syndrome Gelar Karya Lukis Di Bentara Budaya Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta : Putri Pertiwi (27 tahun), penyandang down syndrome, menggelar 85 karya seninya mulai hari Sabtu, 5 Januari 2019 dan berlangsung hingga 12 Januari 2018, di Bentara Budaya Yogyakarta -BBY, Jalan Suroto 2, Kotabaru, Yogyakarta, berupa lukisan di kanvas dan kertas, serta sketsa-sketsa di kertas.
Pameran bertajuk “Titik Balik” dibuka siang pukul 12.00 WIB oleh Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. diwarnai orasi seni bersama dr. Oei Hong Djien, kolektor seni rupa kenamaan dari Magelang, Jawa Tengah. Serta penampilan vokalis muda, cantik penuh talenta, Vari, yang diiringi Bagus Mazasupa.
Hermanu selaku curator BBY menuturkan, Pameran seni rupa sebagai upaya penting bagi Putri Pertiwi untuk bisa memperkenalkan diri sebagai anak yang berkebutuhan khusus agar bisa diapresiasi lebih jauh oleh masyarakat. Bukan saja diapresiasi karya-karyanya, namun juga keberadaannya sebagai anak down syndrome yang membutuhkan rasa empati kehangatan masyarakat. Putri Pertiwi dengan down syndrome sejak lahir.
Sang ibu, Titiek Broto, menjadi sosok paling penting yang selama ini merawat, membimbing, dan mendampingi Putri, termasuk menggali ketertarikan anak ketiganya itu pada dunia seni rupa. Bahkan karirnya sebagai Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Surabaya dia tinggalkan, memilih pensiun dini, untuk merawat anak perempuan satu-satunya.
Sejak 1,5 tahun terakhir, aktivitas Putri dalam menggeluti gambar-menggambar lebih intensif. Guru melukis alumnus Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia - ISI Yogyakarta, Joelya Nurjanti (Lia) membimbingnya seminggu dua kali. Lia mengakui bahwa sensor motorik Putri bisa aktif dengan relatif baik. “Dia bisa membuat outline sebuah obyek gambar dengan telaten dan baik hasilnya,” tutur Lia. Meski demikian, aspek penting dalam ekspresi seni, yakni spontanitas, tidak menutup kemungkinan untuk tetap dieksplorasi dalam aktivitas melukis Putri.
Menurut Titiek Broto, Putri Pertiwi sangat terpukul saat sang ayah, Maryadi Broto S meninggal dunia karena kanker di tahun 2013. Putri sempat sakit dan beberapa kali opname di rumah sakit. Semangatnya untuk menggambar, terutama mewarnai, sempat mengendur. Setelah itu Putri justru menyukai untuk membuat sketsa atau melukis untuk menggambarkan realitas yang bergayut dalam imajinasinya. Misalnya, dia menggambar suasana menjelang pemakaman ayahnya. Sketsa itu sederhana namun begitu dramatis, apalagi Puteri mampu mengingat satu persatu figur yang digambarkannya selaras dengan kemampuan artistiknya. Karya tersebut juga dipamerkan dalam pameran “Titik Balik”.
Sang ibu, Titiek Broto mengakui bahwa Puteri memiliki keterbatasan. Misalnya, bila berlatih melukis bersama pembimbingnya. “Dia hanya fokus dan bertahan selama satu jam. Setelah itu, konsentrasinya sudah berpindah pada yang lain, sehingga, kegiatan melukis tak lagi bisa dipaksakan,” tutur Titiek. untuk sebuah lukisan kanvas berukuran sekitar 40 x 60 cm, Puteri memerlukan waktu menyelesaikannya hingga 3-4 kali pertemuan.
Dosen senior Fakultas Teknlogi Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arief, M.Eng yang menjadi penggagas pameran menyatakan bahwa salah satu karya yang sangat menarik dari Puteri adalah sketsa tentang suasana pemakaman jenazah ayahnya. “Ciri karya Putri adalah selalu ada garis-garis horisontal tegas dan kemudian diisi dengan warna-warna ceria.”
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono, menyatakan simpatinya atas pameran tersebut. “Saya berharap pameran ini menjadi titik balik bagi Putri Pertiwi dan bagi lingkungannya. Semoga karya-karya yang dipamerkan memberi inspirasi dan meningkatkan semangat juang untuk terus berkarya. Bukan hanya bagi penyandang berkebutuhan khusus, namun juga bagi masyarakat luas,” pungkas Rektor UGM. (Her/Tok)