Pameran Temporer Museum Sonobudoyo Yogyakarta Selama Desember 2018, Masuk Gratis!
Impessa.id, Yogyakarta : Selama bulan Desember 2018, Museum Negeri Sonobudoyo Alun-Alun Utara Yogyakarta menggelar Pameran Temporer menampilkan beragam koleksi yang dirangkai ke dalam cerita bertema “Sonobudoyo: Sejarah dan Identitas Keistimewaan”.
Kepala Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta, Diah Tutuko Suryandaru mengatakan pilihan tema Sejarah dan Identitas Keistimewaan telah hadir sejak Pangeran Mangkubumi menandatangani Pakta Palihan Nagari dalam Babad Giyanti, dan dalam Babad Matawis yang menyebutkan pembangunan Kraton sebagai Pusat Pemerintahan dari kota Kerajaan. “Koleksi yang ada pada saat peresmiannya, berasal dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok, suatu keberagaman yang mempertegas nilai multikultur penanda keistimewaan,” tutur Diah Tutuko Suryandaru.
Museum Sonobudoyo, didirikan pada tanggal 6 November 1935 oleh Java-Instituut, Lembaga Penelitian Kebudayaan yang bertujuan melestarikan kebudayaan pribumi di Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Adapun koleksinya berupa artefak dari empat wilayah kebudayaan tersebut, berasal dari hibah. Peresmiannya dilakuikan langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Museum Sonobudoyo berada diatas tanah milik Kasultanan Yogyakarta dengan Hak Pinjam Untuk Dipakai, yang disetujui oleh Sri Sultan Hamengku Buwono Ke-8. Pilihan lokasi berada di sisi Utara Krton Yogyakarta, disebutkan oleh Ketua Java-Instituut, Hoesein Djajadiningrat dalam Katalog Pameran.
“Pemilihan bangunan ini ditentukan berdasarkan pertimbangan terletak di tepi Alun-Alun Utara, yang jika ditinjau dari segi Tata Bangunan Kota merupakan Pusat Kota, dan ditinjau dari segi Kebudayaan, sebagai Pusat Kehidupan Masyarakat Jawa, tempat masyarakat berkumpul di Hari-Hari Besar, sesuai dengan tujuan yakni harus berhadapan langsunng dengan kehidupan masyarakat Bumi Putera” sebutnya.
Sambutan dari Gusti Kanjeng Ratu Hayu saat pembukaan pameran, Jumat (30/11/18), sungguh mengejutkan, membuka cakrawala baru. Betapa tidak, GKR Hayu begitu visioner, bermimpi akan hadirnya “Rumah Yang Layak” bagi artefak Bangsa yang masih tersimpan di mancanegara, sehingga benda-benda bersejarah bangsa Indonesia bisa kembali ke “Rumah” nya. Hal itu terkait masih konvensionalnya sistem pengelolaan dan sistem pameran permuseuman di Indonesia, sehingga menurut GKR Hayu, Dunia Permuseuman Indonesia masih harus berbenah diri.
“Kalau mau jujur, untuk dunia permuseuman, Indonesia masih harus berbenah diri. Sistem pengelolaan koleksi dan sistem pameran yang masih konvensional harus diubah. Museum harusnya dapat merespon perkembangan generasi milenial. Bukan lagi sekedar Ruang Pamer yang dikunjungi sekali lalu ditinggalkan, tetapi Museum merupakan Ruang Inklusi Bersama, yang dapat dimanfaatkan segala informasinya oleh masyarakat. Sewhingga kerja kolaborasi diantara Lembaga Penyangga Kebudayaan perlu dibangun dan terintegrasi,” ungkap GKR Hayu. (Tok)