Ngayogjazz 2018 Di Desa Gilangharjo, Bantul, Pada Sabtu, 17 November, Disambut Hangat Warga Setempat

Ngayogjazz Ke-12 Di Desa Gilangharjo, Situs Gilang Lipuro, Pandak, Bantul, Yogyakarta, Sabtu, 17 November 2018
Impessa.id, Yogyakarta : Ngayogjazz 2018 memasuki penyelenggaraan yang ke-12. Yang menarik dari perhelatan Ngayogjazz selama sebelas tahun adalah hal-hal yang mendasari diselenggarakan Ngayogjazz yakni musik jazz menjadi inklusif baik sebagai produk musik maupun sebuah tontonan, ternyata sudah tercapai bahkan berkembang melebihi harapan dari para penggagasnya.
Di setiap gelaran Ngayogjazz, musik jazz bisa ditonton oleh semua kalangan dan berbagai usia, juga musik jazz bisa melebur dan berinteraksi dengan jenis musik yang lain bahkan dengan seni apapapun baik yang tradisi maupun modern, sehingga seperti yang selalu dikatakan oleh salah satu board creative dan penggagas Ngayogjazz, Djaduk Ferianto, Ngayogjazz bukan sekedar tontonan tapi juga peristiwa budaya sekaligus media pembentuk masyarakat pendukung produk seni.
“Ngayogjazz juga berhasil menempatkan desa bukan sebagai obyek, tetapi lebih dari itu. Masyarakat desa tempat perhelatan Ngayogjazz selalu menjadi mitra yang mutual. Peran aktif warga desa selalu menjadi energi positif yang berimbas kepada pelaksaan Ngayogjazz yang konsisten hingga yang ke-12 ini,” ungkap Vindra, mewakili panitia, didampingi Ketua Pemuda dan Lurah Desa Gilangharjo saat Press Conference di Innside Hotel Yogyakarta, Kamis (15/11/18)..
Dikatakan, tempat pelaksanaan Ngayogjazz selalu berpindah-pindah agar memberikan nuansa yang berbeda. Menggabungkan musik jazz dan suasana pedesaan memberikan warna tersendiri yang menjadi ciri khas penyelenggaran Ngayogjazz dan memberikan pengalaman yang berbeda yang selalu dinantikan para penggemarnya.
Ngayogjazz 2018 digelar pada Sabtu Legi, 17 November 2018 di Desa Gilangharjo, Pandak, Bantul mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB, menghadirkan lebih dari 40 kelompok musik dan ratusan seniman dari Indonesia maupun luar negeri seperti Jean Sebastien Simonoviez dan Ozma Quintet dari Perancis, Kika Sprangers dari Belanda, Rodrigo Parejo Quartet dari Spanyol dan Mikele Montolli dari Italia.
Ciri khas nyeleneh yang selalu tersaji di tagline yang dihadirkan pada kesempatan yang ke-12 adalah tema “Negara Mawa Tata, Jazz Mawa Cara” sebagai jawaban atas fenomena yang terjadi dan berkembang di masyarakat Indonesia saat ini.
Tema tersebut merupakan plesetan dari “Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata” yang bermakna, Walaupun Negara Mempunyai Hukum dan Tata Negara, Namun Tiap Daerah Juga Memiliki Adat dan Budaya Yang Khas, erat kaitannya dengan kearifan lokal daerah masing-masing.
Dalam setiap penyelenggaraannya, Ngayogjazz menggandeng penduduk setempat selaku tuan rumah untuk turut serta dalam merayakan kemeriahan peristiwa budaya itu. didasari pandangan pemberdayaan masyarakat dari segi ekonomi, sosial dan budaya, mengingat di setiap Ngayogjazz, selain pertunjukan musik jazz tersaji pula penampilan kesenian tradisional oleh warga setempat.
Ngayogjazz juga melibatkan komunitas jazz dari berbagai kota, komunitas seni, komunitas fotografi, bahkan komunitas otomotif untuk memeriahkannya. Sebuah jamming session ala Ngayogjazz yang melibatkan banyak pihak, panitia, masyarakat dalam penciptaan harmoni indah dalam keberagaman.
Desa Gilangharjo yang telah ditetapkan sebagai Desa Budaya, memiliki peninggalan sejarah berupa Situs Gilang Lipuro yang menurut Babad Tanah Jawi, dikisahkan pada tahun 1491 Danang Sutawijaya bersemedi di atas sebuah Batu Gilang yang adalah Batu Meteor, berdoa memohon pertolongan kepada Allah SWT agar tidak terjadi peperangan di wilayah yang kemudian bernama Yogyakarta. Alhasil doanya terkabul bahkan dirinya kemudian menjadi Raja di Tlatah Mataram bergelar Panembahan Senopati. Hingga kini petilasan Gilang Lipuro di Desa Gilangharjo masih dijadikan tempat bertafakur oleh para peziarah.
Berkaitan dengan Dekorasi, Ngayogjazz menggandeng Froghouse dan Karang Taruna Desa Gilangharjo dalam workshop artistik membuat dekorasi dan hiasan festival, berbahan dasar bambu. Froghouse hadir bersama kolaborator seni, Situ(s)eni, terdiri dari tiga seniman masing-masing, Prihatmoko Moki (muralis), Annisa P Cinderakasih (arsitek) dan Wilujeng (penari), yang menghadirkan karya-karya seni tersebar di beberapa titik yang terinspirasi dari situs budaya desa tersebut.
Keunikan-keunikan yang senantiasa muncul disetiap penyelenggaraannya, sehingga lebih dari 30.000 pengunjung setiap tahunnya dari berbagai usia, tingkat sosial dan pendidikan, bahkan berbagai kebangsaan, hadir menyemarakkan suasana Ngayogjazz yang menebarkan kebahagiaan. Dalam perhelatan Ngayogjazz kali ini, pihak panitia menghimbau semua pengunjung untuk membawa buku apapun, selain Buku Tulis, untuk dikumpulkan dan disumbangkan kepada saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air yang membutuhkan.(Tok)