Event

Bedog Arts Festival Ke-9, 18-19 Oktober 2018 Di Desa Banyuraden, Sleman, Yogyakarta

Bedog Arts Festival Ke-9, 18-19 Oktober 2018 Di Desa Banyuraden, Sleman, Yogyakarta

Bedog Arts Festival Ke-9, 18-19 Oktober 2018 Di Desa Banyuraden, Sleman, Yogyakarta

Impessa.id, Yogyakarta: Menari di tepian sungai menjadi sesuatu yang baru pada waktu itu di tahun 2001, yang dilakukan oleh M. Miroto di studio barunya bernama Banjarmili, terletak di tepi Sungai Bedog, sungai yang membelah kawasan Banyuraden, Sleman, Yogyakarta, yang mata airnya berasal langsung dari Bukit Turgo, Kaliurang, di kaki Gunung Merapi.

Kepada wartawan, Rabu Siang (17/10/18), menjelang dihelatnya Bedog Arts Festival 2018, Miroto mengungkapkan bahwa konsep Peripheral pertunjukan yang diusungnya yaitu titik fokus penari tidak berada pada satu tempat, namun bisa dimanapun, disekeliling Sungai Bedog yang di lengkapi dengan panggung diatasnya, bersebelahan dengan mBelik (bahasa Jawa) penuh air jernih yang tercurah mengaliri kolam tersebut untuk mandi berendam penduduk setempat. Terdapat dua mBelik di arena pementasan yang luapan airnya masuk ke Sungai Bedog.

Sedangkan ditebing Timur, berundak kearah Studio Banjarmili, tertata 420 kursi plastik berwarna biru berangka galvanis anti karat, sumbangan dari Bekraf, Badan Ekonomi Kreatif, yang peduli dengan pertumbuhan ekonomi kreatif melalui seni pertunjukan kontemporer yang merebak diseantero Nusantara, termasuk yang hidup subur di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bedog Arts Festival (BAF) didirikan oleh M. Miroto, GKR. Mangkubumi, Angger Jati Wijaya (alm.), dan Agung Gunawan pada tahun 2007, lima tahun setelah Studio Banjarmili diresmikan oleh Bagong Kussudiardjo pada tanggal 13 November 2001. Digelar di lingkungan sungai, ruang kreatif penuh keunikan, pepohonan, tebing cadas, kolam mata air, dan pancuran, menjadi background sekaligus area pertunjukan alami. Ruang spesifik itu dilengkapi ribuan lampu minyak Senthir (bahasa Jawa) dan didukung kecanggihan teknologi tata cahaya dan tata suara, yang secara visual dan auditif memberikan pesona tersendiri.

“BAF didirikan untuk menyuarakan betapa pentingnya kita meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, kepekaan kemanusiaan, dan kreativitas melalui serangkaian kegiatan residensi, workshop, pentas seni, dan pasar kreatif kuliner,” ujar Miroto. Sejauh ini BAF telah melibatkan pelaku seni internasional dari Australia, China, Costa Rica, Ethiopia, France, Greece, Indonesia, Japan, Korea, Malaysia, Mexico, Singapore, Spain, Taiwan, The Netherlands, UK, USA, Zimbabwe.

“Tahun ini BAF#9 menampilkan 15 seniman-seniman muda kreatif dari Kalimantan, Sumatera Barat, Toraja, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Banyumas, Surabaya, dan Mexico. “Mereka sangat antusias untuk pentas di tepi sungai, bahkan banyak diantara peserta tersenyum ketika diberitahu alokasi dana dari Pemda Sleman untuk setiap kelompok  penari sebesar 300-ribu rupiah itupun dipotong pajak, semua peserta tak pernah berpikiran memperoleh bayaran, dan kami menemui kesulitan apabila harus menjelaskan hal itu kepada peserta yang berasal dari luar negeri,” ungkap Miroto.

Tema “Keberagaman Sebagai Harmoni” relevan dengan Indonesia yang dikenal sebagai negara kaya akan keberagaman, baik budaya, suku, bahasa, agama dan adat-istiadat. “Keberagaman ini merupakan kebanggaan dan menjadi kekuatan kita untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. Meski akhir-akhir ini, ada oknum tertentu yang justru anti keberagaman. Melalui tema kali ini, kami ingin mengingatkan kembali bahwa perbedaan, keberagaman adalah sebuah realitas yang menyatu dalam nafas kehidupan kita. Dan keberagaman pada hakekatnya merupakan harmoni yang eksis dalam kehidupan. Oleh karena itu kita harus saling menghormati dan menghargai,” pungkas Miroto.

Pembukaan Bedog Arts Festival 2018, pukul 19.30 WIB, diawali dengan Hadroh Ibu-Ibu warga setempat (Keradenan) kemudian sambutan oleh Doktor Martinus Miroto dan GKR Mangkubumi, dilanjutkan Paduan Suara bersama Jessica Hudson & JCC Choir. Pada pentas malam pertama, Kamis, 18 Oktober 2018, ada enam pertunjukan masing-masing, Liga’ Tiga oleh Sega’ Jaga” Yulia Sari Mugi Rahayu. Dilanjutkan Garonto’ Eanan oleh Robby Somba, kemudian Sulang Surup oleh Lengger Lananng Langgengsari Banyumas. The American Nightmare oleh AV Dance Project Angela Vela dan Jimmy Valez. Pentas Si Galery oleh Mas Imin dan diakhiri dengan White Stone oleh Sawung Dance Studio Moh. Harianto.

Bedog Arts Festival malam kedua, Jum’at, 19 Oktober 2018, menghadirkan Sembilan pertunjukan masing-masing, Klanting Boled oleh Independent expression Dance Solo Ayu Wardani. Gemuruh Sunyi oleh Lena Guslina dari Bandung. Ba Sa Ba oleh Ranah batuah Siska Aprisia. Lepas Saraga oleh Muhammad Mughni Munggaran. Robot Jakarta oleh Nnops Dance Novianti. Klasa Janur oleh Ucup Dance Community Moh. Yusuf. Emprit oleh Loka Art Studio Scholastika. Pertunjukan Tidak Ada Lagi Sarang Burung Di Atas Pohon, Ikan-Ikan Hidup Di Darat, oleh Silvia Dewi Marthaningrum. Sebagai penutup festival tampil Hanoman Ramandayapati oleh Anterdans Yogyakarta.

Tidak terlepas dengan suasana berkabung nasional, Charity yang dibuka selama festival berlangsung akan disumbangkan kepada korban bencana alam SulTeng diantaranya diberikan kepada Raisa Putri Adilla (3,5 tahun) warga Padukuhan Mengger Desa Karanganom, Paliyan, Gunung Kidul,  yang kini masih dirawat di Rumah Sakit PKU Bantul. (Tok)