Sosialisasi Tema ARTJOG 2025, MOTIF: AMALAN Di JNM Yogyakarta, Rabu, 20 November 2024
Heri Pemad, CEO ARTJOG, Membuka Sosialisasi Tema ARTJOG 2025, MOTIF: AMALAN Di JNM Yogyakarta, Rabu, 20 November 2024
Impessa.id, Yogyakarta, Rabu, 20 November 2024: Sosialisasi ARTJOG 2025 - Motif: Amalan dilaksanakan di Pendapa Ajiyasa, Jogja National Museum dengan menghadirkan empat narasumber: Hendro Wiyanto (Kurator Tamu ARTJOG 2025), Ade Darmawan (Seniman, Kurator, dan Anggota ruangrupa), Singgih S. Kartono dan Santi Ariestyowanti (Penggagas Murakabi Movement) dan dimoderatori oleh Bambang ‘Toko’ Witjaksono (Kurator ARTJOG).
Sosialisasi ARTJOG 2025 yang dihadiri oleh seniman muda dan senior, rekan media, dan khalayak umum menjadi kesempatan untuk memaparkan tentang tema ARTJOG di tahun depan. Tema Motif: Amalan didasari pada dua pertanyaan: Bisakah praktik seniman dan karya seninya dilihat sebagai suatu amalan? Apakah amalan seni terbatas hanya pada dunia seni atau mampu menyentuh kehidupan bersama kita yang lebih luas?
Acara dimulai dengan sambutan dari Heri Pemad (CEO ARTJOG) yang menyampaikan bahwa pelaksanaan acara sosialisasi yang diselenggarakan pada hari ini dirasa terlalu dekat dengan penutupan ARTJOG 2024 oleh beberapa pihak, namun hal ini bertujuan untuk memberikan waktu yang lebih panjang. Heri Pemad menjelaskan, “Mudah-mudahan ini menjadi semacam sesuatu pengingat bagi teman-teman semuanya yang ingin berpartisipasi, terlibat, tidak harus jadi peserta tetapi juga menjadi pendukung yang merespon suasana lebaran seni pada saat ARTJOG pada bulan Juni, Juli, Agustus. Sehingga tidak harus berpartisipasi melalui menjadi peserta, langsung jadi seniman, semuanya ikut merayakan peristiwa ini dengan membuat peristiwa di Jogja atau sekitarnya.”
Hendro Wiyanto (Kurator Tamu ARTJOG 2025) dalam menanggapi dan merespon tema ARTJOG 2025 - Motif: Amalan dengan menggambarkan bahwa pegiat seni berada di dunia luar yang harus membuktikan bahwa seni itu nyata di masyarakat, sehingga ada yang harus diamalkan melalui keindahan, keserasian, dan harmoni. Namun, ternyata seni dan pegiatnya memiliki keunikan sendiri dalam menafsirkan dunia mereka, serta cara menyikapi kenyataan “Amalan”. Sehingga Motif: Amalan merujuk pada seni bisa saja diamalkan atau malah diketahui.
Melalui hal tersebut Hendro Wiyanto menuturkan, “Jika kita kaitkan dengan tema, harus mengamalkan sesuatu ‘Amalan’ itu saja tidak bisa dinilai oleh senimannya sendiri. Seperti yang saya katakan tadi ekosistem seni bekerja lebih berat dibandingkan seniman… Hubungan individu dan kolektivitas, antara individu dan masyarakat, antara personal dan societal atau yang sosial itu bukan hubungan yang sederhana. Sekali lagi, kalau kita kembali ke tema Amalan, tema ini sama sekali bukanlah sesuatu yang visibly atau yang kita lihat begitu saja, dia hanya bisa dinilai dan penilaian bisa berubah-ubah, dia tidak ditentukan oleh pribadi, tetapi dia diuji oleh masanya, diuji oleh waktu, diuji oleh ekosistem yang bekerja.”
Sementara itu, Ade Darmawan membicarakan dan mengulas tentang citra visual seorang seniman yang seolah sedang menghadapi tantangan di tengah kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan membuat peran seniman tidak terlihat karena tidak memiliki ciri khas atau perbedaan. Sehingga seniman memerlukan daya ubah agar memiliki bagian dan posisi yang berbeda. Hal tersebut mendorong seniman untuk membuat dimensi-dimensi atau peran tertentu dan berdampak pada interpretasi seni yang terlihat hampir sama dengan dunia nyata. Salah satu peran yang tercipta adalah sebuah praktik kolektif seni.
Selanjutnya, Murakabi Movement yang digagas oleh Singgih S. Kartono dan Santi Ariestyowanti hadir sebagai kolektif yang terbentuk pada 2019 dari kolaborasi mereka bernama Piramida Gerilya. Selain itu, adanya kolektif ini untuk menegaskan bahwa kesenian tidak hanya menciptakan hal-hal yang indah. Munculnya keinginan untuk keluar dari zona nyaman dan yakin dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada, Murakabi Movement menciptakan instalasi yang memiliki unsur kompleks dan menciptakan daya tarik baru dengan medium yang mereka gunakan.
“Mungkin dari Gerakan Murakabi ini yang menarik bagi saya adalah saya punya kesempatan untuk bergaul dengan teman-teman seniman, meskipun dunia saya tidak terlalu jauh tetapi berkarya bersama menjadi pengalaman yang baru dalam membuat sesuatu.” ujar Singgih S. Kartono.
Acara diakhiri dengan penjelasan singkat mengenai program-program dan pengumuman commission artist ARTJOG 2025 oleh Gading Paksi (Direktur Program ARTJOG). Selain pameran seni rupa, penyelenggaraan ARTJOG 2025 - Motif: Amalan akan dilengkapi dengan hadirnya program ARTJOG Kids, performa•ARTJOG, Exhibition Tour, Meet the Artist, Curatorial Tour, Artcare Indonesia, Jogja Art Weeks, dan Love ð¤ ARTJOG. Adapun commission artist untuk ARTJOG Kids adalah RE-EXP (REcycle EXPerience), sebuah proyek kesenian yang diinisiasi oleh Evan Driyananda dan Attina Nuraini sejak akhir tahun 2006. Sedangkan commission artist ARTJOG 2025 - Motif: Amalan adalah Anusapati, seorang pematung kelahiran Surakarta yang menemukan ungkapan dan material untuk karya-karyanya dari lingkungan terdekatnya, seperti kayu.
Selain itu, ARTJOG 2025 membuka kesempatan bagi para perupa muda di bawah usia 35 tahun untuk mendaftarkan proposal karya mereka melalui skema panggilan terbuka yang nantinya akan diseleksi oleh tim kurator ARTJOG. Aplikasi karya juga dibuka bagi anak dan remaja usia 6-15 tahun yang ingin berpartisipasi dalam program ARTJOG Kids. Informasi mengenai syarat dan ketentuannya dapat diunduh di situs www.artjog.id. Aplikasi seniman dibuka hingga 25 Januari 2025. (Tim Humas ARTJOG/Antok Wesman-Impessa.id)