Feature

Pameran Seni Rupa KUE LEBARAN Di Melia Purosani Hotel Yogyakarta, Berlangsung Sukses

Pameran Seni Rupa KUE LEBARAN Di Melia Purosani Hotel Yogyakarta, Berlangsung Sukses

Pameran Seni Rupa KUE LEBARAN Di Melia Purosani Hotel Yogyakarta, Berlangsung Sukses

Impessa.id, Yogyakarta: Pameran seni rupa 18 seniman yang bertajuk “KUE LEBARAN WARNA WARNI LARIS MANIS KUENYA”, bertempat di Melia Purosani Hotel Jalan Mayor Suryotomo Yogyakarta, pada 24 Agustus hingga 24 September 2024, berlangsung sukses.

Ke-18 seniman tersebut yakni, Faisal Darmawan, AkbarWarisqia, Anne Khaer, Andi Acho Mallaena, Asman Bin Salleh, Ddienopop, Dzaky Aziz, Fauzi Dani, Ilklas Rayi W, Iswan Bintang, Jatti Adi, Muh Iqbal, Mikhael Yesyurun, Noni Rinjani, Prayudi Darmawan, Purnomo Setiawan, Rumondang, Tifani Anggun.

Penulis pameran Fasmaqullah, yang aktif berkesenian sejak 2012 hingga kini, menyebutkan bahwa kue yang merupakan konsep pameran adalah makanan ringan, biasanya bercita rasa manis, gurih dan asin. “Pengolahan dari suatu adonan yang mengandung tepung-tepungan dicampur dengan bahan tambahan lainnya seperti pemberi rasa, warna, aroma dan sejenisnya, diangkat sebagai tema pameran karena berawal dari tergugahnya akan Lebaran Seni Jogja 2024,” ujarnya.

Menurut Fasmaqullah, kekuatan warna yang menjadi daya tarik dalam Kue Lebaran juga memiliki peran penting dalam karya seni rupa. Warna tidak hanya berfungsi sebagai elemen estetis, tetapi juga sebagai medium ekspresi yang mampu menyampaikan emosi, makna, dan cerita dalam setiap karya.

“Dalam pameran seni rupa bertema KUE LEBARAN WARNA WARNI LARIS MANIS KUENYA, warna-warna cerah dan kontras yang sering ditemukan pada kue Lebaran digunakan oleh para Seniman untuk menciptakan karya yang memikat dan menggugah perasaan,” imbuhnya lebih lanjut.

Fasmaqullah menjabarkannya Warna Bagian Dari Hidup, bagi seniman, warna adalah salah satu elemen paling vital dalam karya seni mereka, menjadi medium yang kuat untuk mengekspresikan emosi, menyampaikan pesan dan membentuk estetika. Hubungan antara seniman dan warna sangat mendalam melibatkan pilihan intuitif, teknis dan simbolis yang mempengaruhi karya seni. Warna digunakan oleh seniman untuk mengekspresikan berbagai emosi. Pilihan warna bisa mencerminkan perasaan pribadi seniman atau emosi yang ingin mereka bangkitkan kepada penonton.

Seniman pada pameran ini sering menggunakan warna sebagai simbol untuk menggambarkan konsep tertentu. Sebagai contoh warna emas bisa melambangkan ilahi/ keberhargaan. Seniman memahami bahwa warna membawa makna yang bisa berbeda tergantung pada konteks budaya dan sejarah. Seniman menciptakan palet warna baru atau menggunakan warna dengan cara yang tidak konvensional. Seniman memahami teori warna dan bagaimana warna-warna tertentu dapat saling melengkapi atau berkonflik untuk mencapai efek visual yang diinginkan.

Seniman menyadari warna dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi psikologis penonton/ penikmat. Mereka menggunakan warna untuk mengandalkan suasana hati, menciptakan ketegangan atau memberikan rasa tenang. Warna sering kali menjadi ciri khas dari gaya seorang seniman. Seniman dikenal karena preferensi mereka terhadap palet warna tertentu yang menjadi tanda tangan visual mereka.

Latar belakang budaya dan pengalaman pribadi seniman juga mempengaruhi cara mereka menggunakan warna. Ini tercermin dalam karya seni yang menampilkan warna-warna yang khas dari tradisi atau lingkungan mereka.

Perkembangan teknologi juga mempengaruhi cara seniman bekerja dengan warna. Dari pigmen cat tradisional hingga media digital, seniman kini memiliki akses ke berbagai cara untuk menciptakan dan mereproduksi warna.

Pameran tersebut diharapkan mampu menggugah perasaan penikmat seni melalui penggunaan warna reaktif yang mendalam. Menyajikan keberagaman visual yang identik dengan perayaan lebaran, sambil menonjolkan keahlian dan kreativitas para seniman dalam bermain dengan warna.

Melalui pemahaman mendalam terhadap kekuatan warna, seniman-seniman yang berpameran mampu menciptakan karya yang memanjakan mata serta menyentuh jiwa penikmatnya, membuat setiap pengunjung merasakan kehangatan, kebahagiaan bahkan mungkin kesedihan dan nostalgia yang identik dengan momen-momen tertentu.

Karya-karya ke-18 seniman itu menjadi cermin betapa kaya dan beragamnya “warna” dalam proses hidup, bukan hanya sekedar estetika visual, tetapi juga menjadi bahan renungan bagi tentang bagaimana warna memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari.

“Menjadi metafora untuk pengalaman hidup yang dinamis, berkonflik dan penuh nuansa, pameran ini menjadi pengingat betapa pentingnya untuk menghargai setiap warna dalam perjalanan hidup kita,” tutup Fasmaqullah.

ANDI ACHO MALLAENA dengan lukisannya berjudul “Let’s Go There To Catch That Hope”, acrylic on canvas, berukuran 100x100 Cm, karya tahun 2024, merupakan seri Shio, yang menceritakan tentang tiga karakter Shio yang relevan yaitu Shio Naga, Shio Kera dan Shio Tikus. “Konsep yang saya bangun itu memberikan harapan-harapan kebaikan dimana pemilik Shio itu enerji positipnya dapat tertularkan, jadi penciptaan karya itu semi-semi meramal yang saya implementasikan di tiga Shio itu sama-sama mengejar mimpi-mimpi yang diyakini dapat terwujud,” ungkapnya kepada Impessa.id.

A FAISAL DARMAWAN, yang mengusung lukisan berjudul “Self-Control”, acrylic on canvas, berukuran 150x120 Cm, karya tahun 2023, kepada Impessa.id menjelaskan, “Setiap pribadi termasuk anak muda, terkadang banyak yang kesulitan mengendalikan dirinya, padahal dalam sebuah proses berteman, bersosialisasi atau bergaul keman-mana, itukan masing-masing tongkrongan banyak versi candaan, kadang ada yang gak cocok, kadang ada yang kurang sreg, akhirnya baper, Karya ini menceritakan bagaimana kita sebagai makhluk sosial itu bisa memfleksibelkan diri di semua llingkungan atau tongkrongan,” ujar Faisal.

Terkait pilihan monocrom, Faisal mengaku sedang mempelajari pencahayaan dahulu, gelap-terang, dalam lukisan sehingga sengaja dirinya memilih hitam-putih saja.

NONI RINJANI dalam pameran itu memajang lukisan berjudul “Kaboon! Unpredictable Moment” acrylic on canvas, berukuran 80x100 Cm, karya tahiun 2024. Noni menuturkan karyanya itu mengisahkan pengalaman hidupnya pada dua bulan terakhir menjelang pameran, “Kisah hidup yang diluar dugaan, putus cinta, hal itu aku lampiaskan kedalam karya ini, semuanya berterbangan, banyak gulali warna-warni, yang kupegang ikut terbang melayang-layang, jadi kacau, unpredictable, dunianya kacau tapi karyaku penuh warna, akhir yang bahagia,” ujar Noni yang asli Bandung dan menetap di Jogja sejak enam bulan yang lalu.

RUMONDANG menampilkan lulkisan berjudul “Have No Clue #2”, acrylic on canvas, berukuran 100x80 Cm, karya tahun 2024, kisah pengalaman pribadinya, “Kita gak dikasih clue untuk kedepannya, tidak ada clue apa yang akan terjadi, mau jadi apa dan harus bagaimana, di karya ini dijalan tersebar mutiara-mutiara, yang menandakan keadaan yang sebelumnya, yang sudah kita jalani itu sebagai mutiara yang bernilai. Itu menyimpulkan pengalaman bahwa yang membentuk kita ini pengalaman, yang berharga, yang menjadikan kita ini kedepannya yang kita gak tahu CLUE nya apa,” jelasnya.

ANNE KHAER, lulusan ISI Surakarta, dalam pameran itu menampilkan dua lukisan yakni, “Time of Our Life’, acrylic on canvas, berukuran 40x50 Cm, karya tahun 2024, dan “We Will Try Again”, acrylic on canvas, berukuran 40x50 Cm, karya tahun 2024. Kedua lukisan tersebut berpesan untuk menikmati waktu yang sekarang, “Kita ber-ekspektasi tapi tidak melulu ekspektasi itu, mudahnya ekspektasi itu jangan menjadi beban,” ucapnya singkat.

PURNOMO SETIAWAN, memajang lukisan berjudul “Jejak Udara Yang Pudar”, acrylic on canvas, berukuran 80x80 Cm, karya tahun 2024, mengungkapkan sebuah moment seru yang dinanti-nantikan seluruh keluarga, di daerah asalnya Ponorogo, Jawa Timur, yakni Lebaran karena disaat itulah ada penerbangan balon udara, selama sepekan, mulai dari tanggal 1 Syawal hingga 7 Syawal.

“Lewat lukisan ini saya menampilkan balon udara, salah satu moment yang ingin saya sampaikan, bahwa diwaktu saya kanak-kanak ada masa yang sangat indah, menerbangkan balon buatan sendiri, terbuat dari plastik maupun kertas ditempeli pesan dan harapn-harapan, tetapi kini kegiatan penerbangan balon udara itu sudah dilarang dan ada pasal yang memberatkan bagi siapapun yang melanggarnya, karena bisa membahayakan penerbangan pesawat. Di lukisan saya ini ada burung Merak, satwa khas Ponorogo, dan sosok wanita Dewi Songgolangit, putri Kerajaan Bantarangin, yang mencari pasangan dengan sayembara mampu membuat karya seni dengan tiga kepala, akhirnya tampil Pangeran Klono Sewandono yang menciptakan tari Reog Ponorogo, ada topeng Kepala Singa, ada bulu-bulu Meraknya, dan kepala Pembarong-nya, kepala si pemakai topeng,” jelas Purnomo.

DZAKY AZIZ, di pameran Kue Lebaran itu dia menampilkan lukisan berjudul “Confortable In Unconfortable”, acrylic on canvas, berukuran 100x70 Cm, karya tahun 2024. “Judul karya saya ini mengartikan suatu kenyamanan dalam situasi yang tidak nyaman, ibaratnya saya memposisikan diri ketika berada di situasi ataupun lingkungan yang kurang nyaman bagi saya atau asing bagi saya, disitu saya bisa melatih diri saya untuk improve diri, yang sebelumnya saya tidak bisa, akhirnya saya bisa menyesuaikan diri disitu, akhirnya bisa membuka potensi-potensi diri yang lainnya kearah yang lebih baik,” ujarnya.

ASMAN BIN SALLEH, memajang lukisannya berjudul “The Struggle Will Definitely Bear Fruit”, acrylic and spray on canvas, berukuran 100x120 Cm, karya tahun 2024. Cerita tentang sebuah perjuangan untuk merayakan sesuatu hal. “Sebelum kita mencapai yang namanya hasil dari sebuah proses, ya berjuang dulu, sebelum menikmati,: ucapnya singkat.

JATTI ADJI, menampilkan patung berjudul “Blind Spot”, polyester resin and stenlish, berukuran 60x80 Cm, karya tahun 2023. Kepada Impessa.id dirinya menuturkan, “Ketika mata lelah memandang disekitar, disitu mata hati yang digunakan, dengan meditasi, Ini patung kepala Dewi Themis, Dewi Keadilan, yang sedang bermeditasi,” ujarnya.

NENNI BUNGA SAFITRI, disela-sela pameran menyatakan bahwa kehadiran pameran seni “Kue Lebaran” di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, turut mewarnai LEBARAN SENI JOGJA 2024, sehingga geliat seni di Jogja gemanya semakin meluas kemana-mana.

NUSALOMO, seniman dari Jakarta berpendapat bahwa “Pameran ini menurut saya bagus banget, karena keberagamannya luar biasa, antara tri-matra dan dwi-matra, disini banyak seniman baru yang saya gak kenal, jadi banyak seniman-seniman baru yang bermunculan, dan kualiltas karyanya juga bagus-bagus, seneng saya ngelliatinnya,” tutur Nusalomo. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)