Pameran Seni Grafis PRINT PARADE 3, Di KINIKO Art-Sarang Building Yogyakarta, 7-21 September 2024
Angga Sukma Permana, dalam pameran Seni Grafis PRINT PARADE #3 di Kiniko Art-Sarang Building, Yogyakarta, 7-21 September 2024, memajang karya grafisnya menggunakan teknik woodcut, teknik cetak tinggi, dengan teknik pewarnaan tangan memakai cat minyak, berjudul “Menuju Gelap”. Kepada Impessa.id dirinya menuturkan maksud dari judul yang diangkatnya tersebut. “Saya merespon suasana politik saat ini, terlalu banyak orang berpikir negatif, yang memunculkan pertanyaan apakah kita itu sedang tidak baik-baik saja? Lantas Angga memvisualkannya dengan potret ibukota Jakarta dan dibawahnya kebun pohon Bunga Matahari yang layu, suasananya petang, gelap, jadi saya menggambarkan kondisi saat ini seolah dalam suasana yang tampaknya baik-baik saja padahal ya tidak baik-baik saja. “Menuju Gelap”, menuju malam itu adalah sesuatu yang baik, untuk istirahat lah malam itu, tapi kita juga berpikir bahwa malam itu untuk mengakhiri sesuatu, apakah mengakhiri sebuah kekuasaan ataukah mengakhiri sebuah kegiatan, itu yang harus dipikirkan bersama. Karya ini merupakan cara saya untuk melihat situasi sosial yang ada.
(Angga Sukma Permana)
Pendapat Angga terkait digelarnya pameran seni grafis tersebut, dirinya mengaku senang, “Bagus karena pameran grafis itu kan jarang, apalagi yang bener-bener membahas tentang karya grafis, karena menunjukkan bahwa seni grafis itu terus berkembang, dan itu tetap digemari banyak orang, gak berhenti pada pembicaraan tentang teknik, gak berhenti tentang pasar, tetapi seni grafis itu hidup dan menjadi bagian dari potensi pengembangan seni berikutnya. Dengan adanya seni grafis itu lewat teknik-teknik nya dipinjam untuk mengembangkan peluang untuk masuk ke seni instalasi 2 dimensi atau 3 dimensi itu sangat bisa, karena itu denga adanya pameran seni grafis yang bisa rutin, itu sangat banyak memberikan referensi bagi Seniman untuk bisa menambah skill ataupun visual ataupun bisa dikatakan bentuk yang akhirnya bisa digunakan untu pengembangan dirinya.”
Ariswan Adhitama, yang menekuni dunia grafis sejak 2005, menampilkan karya grafisnya berjudul “Al Chemy” suatu metafora seorang ahli kimia yang mencampurkan segala macam hal, dari ilmu sains, ilmu supranatural, ungkapan perasaan saya yang melihat kondisi saat ini yang serba campur-aduk gak karuan, apalagi kalau kita buka media sosial, bikin pusing, kalau gak buka ketinggalan informasi, kalau buka carut-marut yang muncul semua saya tuangkan di karya grafis ini dengan harapan sebagai penanda waktu. Lewat medsos kini semua orang jadi ahli berkomentar, disini saya gambarkan dalam wujud anak kecil dengan mata besar, lewat medsos anak-anak jaman now ini sudah lebih banyak tahu tentang segala hal, kemudian ada sosok jiraf, jerapah, yang seharusnya dengan leher panjangnya itu dia mencari makan dipucuk-pucuk pohon di ketinggian, namun ini jiraf lebih memilih mencari makan di tanah.
(Ariswan Adhitama dan putranya)
Ariswan sangat mengapresiasi kinerja Studio Grafis Minggiran yang dengan penyelenggaraan pameran seni grafis Print Parade #3, “Di Jogja, seniman grafis itu sudah seperti satu keluarga, walauun sudah berpisah lama, kalau berkumpul sudah seperti keluarga, ada ikatan khusus, dan biasanya dalam beberapa tahun ini yang menyatukan itu Grafis Minggiran, sehingga apapbila Grafis Minggiran bikin event, maka temen-temen grafis dipastikan banyak yang datang. Grafis Minggiran ini menjadi magnet bagi menggerakkan seniman grafis di Jogja berkumpul, semacam reuni, hebat sekali,” akunya.
Bagi Ariswan, menekuni seni grafis itu membuat dirinya ‘shock’, “Shocking-nya ketika kita mencukil setelah itu dicetak, itu yang luar biasa, kita punya proses, prosesnya itu kayak ritual, sket dulu, selesai dulu, kalau untuk cukil kayu itu cukil dulu sampai selesai, setelah itu persiapan segala macam untuk mencetak, lalu dicetak, jadi kayak ritual harus runtut, tidak bisa loncat-loncat, dan ketika kita buka cetakannya, terkadang tidak sesuai dengan ekspektasi kita, bisa lebih bagus, bisa lebih jelek, menurut kita itu menarik, itu shocking-nya grafis, ternyata itu kayak orang meditasi.
Meski awalnya seniman grafis merasa keberatan jika harus pameran bersama, bersanding dengan karya lukis, dikarenakan umumnya karya grafis itu kecil-kecil dan monokrom, maka di era 1980-am seniman grafis di Jogja, melakukan inovasi membuat karya grafis berukuran besar dengan karya-karya berwarna, sehingga publik ynag mengunjungi pameran bersama tidak sadar bahwa yang dilihat adalah betul-betul karya seni grafis yang sedinding dengan karya seni lukis.
Rudi Hermawan, dengan Crack Studio nya sejak 2013, di kawasan lapangan Minggiran Yogyakarta, dalam pameran Seni Grafis Print Parade #3 di Kiniko Art-Sarang Building, menampilkan karya cukil kayu diatas papan MDF Hijau, lebih keras dibanding MDF Coklat, sehingga detailnya dapat, tidak mudah rapuh, tidak gempil, tidak mudah berjamur, dan proses pembuatannya memakan waktu dua bulan. Karya yang diberi judul “Crossing Boundaries Towards Prosperity” memvisualkan orang-orang yang sedang mengendarai Gajah, terinspirasi dari adanya unjuk aspirasi mahasiswa di Jogja beberapa waktu sebelumnya.
(Rudi Hermawan)
Bagi Rudi, secara teknik seni grafis mempunyai kelebihan yakni adanya edisi. “Itu jadi salah satu bentuk keunggulan karena nilai eksklusifitasnya tidak terlalu eksklusif dibanding yang karya tunggal. Artinya ketika sesorang berminat atau menginginkan karya itu, mungkin bisa berbagai dengan teman-teman yang lain, bahkan mungkin bisa saling menceritakan oh aku punya karyanya Rudi yang temanya soial ‘pekerja’, misalkan, dari katakanlah punya 10 edisi, dan itu mungkin bisa jadi diskusi bersama, jadi kelebihan grafis adalah itu,” ungkap Rudi.
Banykanya anak muda yang hadir saat pembukaan pameran tersebut, menurut Rudi hal itu bisa menjadi spirit bagi mereka. “Menggunakan teknis grafis itu harus patuh dengan runtuttan bekerja untuk membuat karya grafis, mulai dari preparasi sampai karya itu selesai. Tidak langsung dikerjakan seperti membuat sketsa, jadi pola-pola kerja yang harus ditaati sangat menantang. Parallel dengan motto Crack Studio yakni “Sedikit Berbahaya dan Menantang”.
Denny Rahman; Ketua Grafis Minggiran merespon tingginya antusiasme anak-anak muda menghadiri pembukaan pameran seni grafis Print Parade #3 di KINIKO Art-Sarang Building tersebut mengatakan, karena Grafis Minggiran sendiri memang aktif menyelenggarakan kegiatan, seperti workshop teruntuk anak-anak muda, khususnya mahasiswa seni grafis, ditambah sudah lama Grafis Minggiran vakum gelar pameran, maka ketika kami menghelat Pameran Print Parade #3 ini, direspon positif oleh khalayak, hal itu menunjukkan bahwa mereka memang betul merindukan adanya kegiatan seperti ini, mereka juga ingin tahu sejauhmana perkembangan seni grafis di Yogyakarta, selama ini.
(Denny Rahman)
“Kerjasama Grafis Minggiran dengan KINIKO Art-Sarang Building, untuk secara rutin menggelar kegiatan guna memicu para seniman grafis untuk lebih giat berkarya, KINIKO Art menyediakan ruang di setiap bulan September menjadi Bulan Grafis, di istilahkan sebagai September Grafis, kalau di Tahun Ganjil itu Pekan Seni Grafis Jogja, fokus teknik, tema-nya berdasar teknik-teknik didalam seni grafis. Sedangkan di Tahun Genap untuk Print Parade, display perkembangan terbaru seni grafis dan kini Studio Grafis Minggiran mulai meng-aktivasi ruang yang ada untuk mengenalkan atau semacam show-case karya terkini seniman grafis ke masyarakat luas,” ujar Denny Rahman. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)