Tari Bedhayan Bocah Bajang Interpretasi Karya Sastra Kedalam Seni Gerak Sutradara Bimo Wiwohatmo
Impessa.id, Yogyakarta: Pentas tari berjudul 'Bedhayan Bocah Bajang' disutradarai oleh koreografer Bimo Wiwohatmo, berkolaborasi dengan Gandung Djatmiko, interpretasi dari novel 'Bocah Bajang Mengayun Rembulan' karya budayawan Dr Sindhunata, digelar di Gedung Laboratorium Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Jalan Parangtritis Km 6,5, Sewon Bantul, Senin, 17 Oktober 2022 malam mulai pukul 19.30 WIB untuk undangan terbatas.
Kemudian digelar kembali di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Rabu, 19 Oktober 2022 mulai pukul 19.30 WIB terbuka untuk publik dengan harga tiket masuk VVIP Rp 100.000, VIP Rp 70.000 dan umum Rp 30.000. Kemudian pembelian tiket dapat melalui Loket.Com, dan lobi Concert Hall TBY. Pentas tari tersebut produksi Bimo Dance Theater bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ISI Yogyakarta, Taman Budaya Yogyakarta dan didukung Sukun.
Tim produksi pentas tari 'Bendhayan Bocah Bajang' pimpinan produksi Ian Mutex, pelaksana produksi Very Andrian, sekretaris produksi Siska Madya K, bendahara Anik Eunike. Ian Mutex mengatakan, tim artistik tari 'Bedhayan Bocah Bajang' garapan Bimo Wiwohatmo ini, masing-masing, perancang tari dan musik digarap Gandung Djatmiko, perancang busana Nita Azhar, perancang topeng Rommi Iskandar, perancang artistik Beni Susilo Wardoyo bersama Ujang Irwanto, Jibna Setong, Pendi Nurcahyo, Bahar Sumunar. Perancang tata lampu Eko Sulkan didukung Fajar, Deva, perancang vedeo visual Joni Asman, dokumentasi video dan foto Gobang, Didiet, Nico, Erwin Octavianto, Erick Ardiyanto Wibowo.
Untuk manager panggung Natalius Yudha Sutrisno, didukung Agung Jumadi dan M Nur Cholis. Kemudian narator Butet Kartaredjasa dan Ni Made Purnama. Para penari A. Hajar Wisnu Satomto, Sarjiwo, Eko Purnomo, Abhenova, Angela Retno Nooryastuti, Ditta Novita Astuti Kusumo, Hendy Hardiawan, Tri Anggoro, Anang Wahyu Nugroho, Samiaji, Lintang Ayodya, Irwanda Putra, Putra Jalu Pamungkas, Paranditya Wintarni, Nurul Dwi Utami, Ari Kusumaningrum, Nurul Amalina, Ratri Ika Subekti, Khoiria Fadilah dan Oktasya Wardani. Pemusik Muhlas Hidayat, Anom Wibowo, Anon Wibowo, Nugroho, Wahyu Widodo, Sri Wahyuningsih.
Bimo Wiwohatmo menjelaskan, tari 'Bedhayan Bocah Bajang' berdurasi satu jam itu, terinspirasi dari novel karya Sindhunata berjudul 'Anak Bajang Mengayun Bulan. Novel yang mengangkat cerita Sukrasana dan Sumantri dan diterbitkan setelah 40 tahun 'Anak Bajang Menggiring Angin'.
Kisah kakak beradik yang direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Pertemuan hal-hal yang kontradiktif seolah menyatakan dualisme saling bertentangan. Pada kenyataannya, kehidupan menemui persoalan sebelum dinyatakan 'bagus', setelah dinyatakan 'jelek', dan di antara bagus dan jelek. Bahkan dalam gelaran tari mengacu novel karya Sindunata ini, memperlihatkan kompleksitas kehidupan dengan pilihan diksi, deskripsi, dan perumpamaan yang filosofis.
Penyajian tari 'Bedhayan Bocah Bajang' berpijak dari akar tradisi, dengan pengembangan elemen artistik prinsip kebebasan berekspresi berkarya inovatif menyesuaikan tuntutan zaman. "Kemasan tari Bedhayan Bocah Bajang ini, untuk tata artistik memadukan video visual dan tata lampu yang dapat mendukung suasana adegan di atas pentas," ujar Bimo Wiwohatmo.
Dr Sindhunata menyebutkan, pentas tari 'Bedhayan Bocah Bajang' garapan koreografer Bimo merupakan suatu kolaborasi yang luar biasa. Bahwa sebuah seni sastra dibaca dan diterjemahkan menjadi pentas seni tari. Kita tidak memastikan apakah pas atau tidak?. Tapi, itulah seni. "Bagi saya dalam hal garapan seni tari, dipersilahkan mengeksplorasi simbol-simbol dan hal yang mengesankan bisa dipentaskan dalam karya gerak tari. Semoga pentas tari Bedhayan Bocah Bajang ini, bisa sukses dan menginspirasi. Bahwa kolaborasi di wilayah seni harus terjadi seperti kali ini," harap Sindhunata.
Butet Kartaredjasa mengungkapkan, Bimo dengan Djaduk Ferianto, bersama grup musik Reze, berhasil memenangkan juara nasiosional musik humor. Itulah modal keberangkatan Bimo menjadi koreografer. "Jadi saya membuktikan suatu tesis, bahwa dalam kesenian tidak ada batas teroteri, semua cabang seni itu media berekspresi. Koreografi-koreografi karya Bimo adalah seni rupa yang bergerak. Maka kalau Bimo mencipta tari Bedhayan Bocah Bajang ini, juga tidak luput dari kenakalan-kenakalan semacam ketika dulu di membikin karya tari Blekdidot. Saya yakin kita bersama-sama menyaksikan seni rupa dan celelekan yang bergerak secara asyik," kata Butet Kartaredjasa.
Sementara itu, Kurator Seni Rupa dan dosen ISI Yogyakarta, Suwarno Wisetrotomo menegaskan, nama Bimo penting dipercakapkan dalam jagat seni tari kontemporer di Indonesia. Bahkan Bimo, melukis di atas panggung, ketika menghadirkan komposisi tari dan sekaligus menari di atas kanvas ketika melukis. "Saya membayangkan Bimo, bisa melakukan hal yang sama, bagaimana novel itu ditafsir, dimaknai ulang untuk menghadirkan tafsir cerita, membuat komposisi, gerak tari, didukung tata cahaya yang menjadi karya tari. Kita bisa mendapat asupan baru dari kisah novel Bocah Bajang Mengayun Rembulan. Bagi yang belum membaca novel ingin membaca. Bagi yang sudah membaca ingin menonton. Bagi yang sudah membaca dan menonton bis muncul tafsir-tafsir berikutnya," pungkas Suwarno. (Kocil Bhirawa/Antok Wesman-Impessa.id)