Event

Kelahiran dan Hobi HB 9, Digambarkan Pada Pameran Seni Lukis Di Jogja Gallery

Kelahiran dan Hobi HB 9, Digambarkan Pada Pameran Seni Lukis Di Jogja Gallery

Kelahiran dan Hobi HB 9, Digambarkan Pada Pameran Seni Lukis Di Jogja Gallery

Impessa.id, Yogyakarta: Seniman Lukis Dyan Anggraini dipercaya untuk menangani narasi pertama bertajuk “Malam Kelahiran Dorodjatoen” yang tepat pada Sabtu Pahing, pukul 22.30 WIB, 12 April 1912, atau dalam hitungan Jawa tepat pada 25 Rabingulakir Tahun Jimakir 1842, di kediaman Gusti Pangeran Haryo Puruboyo, Kampung Sompilan, Jalan Ngasem 13 Pakuningratan, Yogyakarta.

Ketika dikonfirmasi Impessa.id, Dyan Anggraini menuturkan, “Memvisualisasikan bayi Dorodjatoen itu tidak mudah, karena hampir semua foto bayi itu serupa, sehingga saya harus banyak-banyak membuka referensi. Saya awali dengan mencari Wuku-nya yang ternyata Manahil, yang dalam lukisan Manahil berhadapan dengan gurunya bernama Batara Citragotra. Orang yang berada dibawah naungan Wuku Manahil memiliki watak senantiasa menjaga tutur sapa dan perilakunya, tekun, rajin, cerdas dan suka berdamai,” ungkapnya.

(Dyan Anggraini dengan karya berjudul "Dorodjatoen Dan Bunga Rumput Ilalang" - Impessa.id)

“Saya juga menampilkan sosok ayahandanya yakni HB 8 yang berpandangan visioner, menyiapkan masa depan anak-anaknya, membekali anak-anaknya dengan pendidikan, dan sejak berumur empat tahun Dorodjatoen sudah dilepas, tinggal bersama ibundanya dan tinggal diluar Keraton, sehingga muncul kedekatan dengan masyarakat. Ini yang saya visualkan dengan bunga rumput ilalang yang hidup tersebar di seluruh penjuru Tanah Air dan tahan segala iklim sebagai idiom kerakyatan. Disebelah bayi ada Buku kosong dan Pensil dimasudkan biar Dorodjatoen yang menulis sejarahnya sendiri,” imbuh Dyan Anggraini.

Bayi yang berumur lebih dari lima hari, setelah Sepasar, karena sudah diberi nama yakni GRM Dorodjatoen, sedang di Gedong, diselimuti kain batik klasik motif Semen Gurda, Semen berarti Semi, sedangkan Gurda adalah burung Garuda, kendaraan Batara Wisnu, sebagai sosok yang kharismatik dan berwibawa, dengan kaki yang tampaknya sedang bergerak-gerak, menandakan bayi itu aktif.

(Dyan Anggraini dengan karya berjudul "Dorodjatoen Dan Bunga Rumput Ilalang" - Impessa.id)

Melalui lukisan cat minyak dan pensil pada kanvas besar berukuran 145x195 centimeter itu Dyan Anggraini berpesan, “Ibarat Ilalang, saat ini masyarakat menjadi bagian yang sangat penting didalam berbangsa. Ilalang yang tersebar di Nusantara menjadi ikatan yang kuat Ketika kita sadar bahwa kita adalah bagian penting didalam masyarakat bangsa Indonesia ini dan sosok HB 9 sangat merakyat, berbuat untuk orang banyak tanpa pamrih,” ujarnya.

Sementara itu, pada narasi Hobi dan Kenakalan Masa Kecil, seniman lukis Muhammad Andik “Gus Black”, mengusung judul “Bertahta Tetap Merakyat”, cat minyak diatas kanvas besar berukuran 150x200 centimeter.

(Muhammad Andik 'Gus Black' dengan karya berjudul "Bertahta Tetap Merakyat" - Impessa.id)

Kepada Impessa.id, Gus Black, demikian sapaan akrabnya, menyebutkan, “Saya menghadirkan beberapa wajah GRM Dorodjatoen berkumpul ditengah-tengah rakyat jelata dalam semua kegiatan kegemarannya, seperti memakai Sarung dan Peci ketika Nyantri, menjadi Santri, hobi bermain sepakbola, belajar menari, itu semua sebagai konsep Manunggaling Kawula Lan Gusti, bersatunya rakyat jelata dengan penguasa, orang yang punya kekuasaan, maka judul lukisannya Bertahta Tetap Merakyat,” tuturnya.

“Sultan sering melakukan Blusukan ke pasar-pasar tradisional di Yogyakarta, tanpa pengawalan dan orang-orang di pasarpun tidak ada yang mengenalinya. Pernah ada kejadian ketika HB  9 menolong seorang ibu di Pasar Kranggan, dan Ibu itu menyodorkan uang sebagai upah namun ditolak, dan ketika ada seorang Polisi yang memberitahu bahwa orang itu adalah Sultan, si Ibu pun langsung pingsan tak sadarkan diri saking terkejutnya,” imbuh Gus Black lebih lanjut.

(Muhammad Andik 'Gus Black' dengan karya berjudul "Bertahta Tetap Merakyat" - Impessa.id)

Gus Black dengan ciri khas karya-karyanya selalu menampilkan obyek orang banyak, tak lain adalah Pengasuh Pondok Pesantren RUHI di Masahan, Trirenggo-Bantul dengan jumlah santrinya sekitar 80-an, senantiasa mensucikan dirinya dengan ber-wudlu, sebelum melukis serta meminta dukungan keluarga dan orang-orang disekitar untuk menciptakan suasana yang membuat senang hati, karena dirinya mengaku melakukan kerja harus dengan perasaan senang.

Adapun seniman lukis Totok Buchori Ketika ditemui Impessa.id menyampaikan pesannya melalui karyanya yang berjudul “Berunding Dengan Jepang”, cat minyak diatas kanvas berukuran 120x120 centimeter.

(Totok Buchori dengan karya berjudul "Berunding Dengan Jepang" - Impessa.id)

“Mozaik sejarah dari HB 9 itukan banyak, dan ini salah satu bagian dari mozaik tersebut. Bahwa keteladanan, kepiawaian, kecerdasan beliau itu menjadi cermin bagi kita semua masyarakat. Beliau berbuat itu untuk rakyatnya, tidak hanya Yogyakarta tentu, tapi Indonesia seluruhnya. Ini sebuah keteladan seorang pemimpin yang dekat dengan rakyatnya,” ungkap Totok Buchori.

Ketiga pelukis itu, Dyan Anggraini, Gus Black dan Totok Buchori, merupakan bagian dari total 37 pelukis yang diikutsertakan dalam Pameran Seni Lukis bertajuk “Tahta Untuk Rakyat Sri Sultan Hamengku Buwono IX” yang digelar di Jogja Gallery Jalan Pekapalan 7 Alun-Alun Utara, Yogyakarta, dari opening khusus untuk undangan terbatas, Jumat, 19 Maret berlangsung hingga 25 April 2021.

(Seniman lukis yang terlibat pada Pameran "Tahta Untuk Rakyat Sri Sultan Hamengku Buwono IX" - Impessa.id)

Dalam sambutan pembjukaan secara daring, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Hamengku Buwono X menyatakan, “Visualisasi sosok HB 9 dalam bentuk lukisan, saya anggap media seni yang netral. Pameran ini menggambarkan otobiografi beliau dalam upaya napak laku, menelusuri jejak-jejak sejarah, sebagai bentuk historiografi, bukan hagiografi, yang bisa terjebak kedalam pengkultusan diri, yang sangat ditentang oleh HB 9 sendiri,” ungkap HB X.

Diakhir sambutan HB X menuliskan puisi ditujukan kepada sosok yang lebih banyak memberi daripada menerima, berikut ini;

Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun,

yang bersimpuh dikakinya,

sebagai duli Yang Maha Mulia.

Kangjeng Sultan Hamengku Buwono,

dengan agenda semesta,

seru sekalian alam menyebut asma-mu,

Abdur Rakhman Hamba Tuhan Sayidin Penata Agama,

Khalifatullah, pemangku amanah,

TAHTA UNTUK RAKYAT.

“Hal-hal semacam itulah yang harus kita sadari untuk kita pelajari dan telaah bersama, terutama bagi generasi baru penerus bangsa,” tutup Hamengku Buwono X. (Antok Wesman-Impessa.id)