Feature

Yogyakarta Gamelan Festival ke-25 Investasi Kebudayaan

Yogyakarta Gamelan Festival ke-25 Investasi Kebudayaan

Yogyakarta Gamelan Festival ke-25 Investasi Kebudayaan

Impessa.id, Yogyakarta: Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) ke-25 digelar secara daring di www.ygflive.com,  pada 18 sampai 22 November 2020, menampilkan belasan penampil dari dalam dan luar negeri ini bisa disaksikan selama penyelenggaraan mulai pukul 19.30 WIB.

Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya DIY, Dwi Ratna Nurhajarini mengatakan gamelan kini tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di mancanegara. “Ini jadi investasi jangka panjang melalui kebudayaan,” ujarnya dalam sambutan pembukaan YGF ke-25 di Studio Komunitas Gayam16, Rabu (18/11/2020). Ia juga mengapresiasi Komunitas Gayam16 yang berhasil menyelenggarakan YGF ke-25 di masa pandemi Covid-19.

Sementara itu, perwakilan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Stephanus Widjanarko, mengatakan Kemendikbud memfasilitasi penyelenggaraan YGF 2020 untuk mewujudkan strategi kebudayaan 100 tahun yang ada dalam Kongres Kebudayaan pada 2018. “YGF bisa menjadi ruang berekspresi dan ruang untuk melestarikan kebudayaan,” ucapnya. Ia berharap para pegiat budaya tetap bisa berekspresi dan menyediakan ruang-ruang aktivitas selama masa pandemi Covid-19 dengan tetap menggelar acara sesuai protokol kesehatan ketat.

Rangkaian acara YGF yang berupa konser gamelan, rembug budaya, dan workshop menjadi narasi yang didiskusikan. Panggung YGF ke-25 diisi dengan penampilan Canda Nada (Yogyakarta), Sanggar Tari Guntur (Kediri), Padhang Moncar (New Zealand), dan Sanggar Seni dan Budaya Panji Asmara (Cirebon). Mereka rata-rata tampil selama 10 sampai 15 menit per sesi.

Canda Nada adalah salah satu komunitas seni di Yogyakarta yang bergerak dalam bidang seni karawitan. Komunitas ini sempat beberapa kali berganti nama. Semula bernama Ultraseven, lalu menjadi Gentho Irama, dan terakhir Canda Nada pada 12 Desember 2013. Penampil lainnya adalah Gamelan Guntur yang semula berasal dari sanggar karawitan. Komunitas ini sudah ada sejak 5 Mei 1984. Awalnya, sanggar karawitan ini hanya mengiringi musik tari, akan tetapi dalam perkembangannya, menjadi instrumen musik yang lebih luas.

Gamelan Guntur menyajikan instrumen gamelan yang non-diatonis dan digarap menggunakan notasi, warna suara, serta ritme. Mereka juga berhasil membawa karyanya ke Konferensi Asia Afrika 2014. Selain itu mereka juga pernah menjadi duta seni dalam Melbourne Fringe Festival 2017 yang memadukan karawitan dengan perkusi dan alat music modern, seperti terompet, saxophone, dan violin.

Sementara, Panji Asmara sebagai penampil lainnya, didirikan oleh maestro topeng Cirebon (alm.) Sudjana Ardja pada 1969. Saat ini Panji Asmara dipimpin oleh Inu Sudjana Ardja. Mereka kerap melakukan misi budaya ke berbagai negara di benua Asia, Eropa, dan Amerika.

Penampil dari luar negeri adalah Padhang Moncar, orkestra terkemuka di Selandia Baru. Keberadaannya tidak lepas dari peran Kedutaan Besar Indonesia yang meminjamkan instrument gamelan ke Victoria University’s School of Music. Sepanjang 2020, mereka sudah berkolaborasi dengan Laurie Anderson dalam New Zealand Festival of the Arts in Wellington, menggelar workshops dan tampil di Te Ata Festival in Porirua, Indonesian Students Day at Victoria University of Wellington and pertunjukan Umbul Dongga dengan siswa gamelan di New Zealand School of Music, VUW. Gamelan Padhang Moncar juga sudah empat kali menggelar tur di Indonesia dan rutin menampilkan repertoar kontemporer dan tradisional di Selandia Baru.

Project Director YGF, Ishari Sahida yang akrab disapa Ari Wulu, mengatakan usia 25 tahun bukan sekadar romantisme, melainkan introspeksi terhadap hal-hal yang sudah dilakukan untuk mengevaluasi apa yang sudah dilakukan YGF dan manfaatnya. Momentum ini juga menjadi pemikiran perihal apa yang dilakukan YGF setelah 25 tahun. Kondisi pandemi Covid-19 menjadi tantangan bagi YGF. Memasuki tahun penyelenggaraan yang ke-25, perhelatan pada 2020 merupakan kontemplasi yang akhirnya memotivasi.

General Manager YGF, Setyaji Dewanto, mengatakan usia 25 tahun bagi perkawinan identik dengan pesta perak, orang juga kerap dikaitkan dengan pernikahan ketika memasuki usia 25 tahun. “Saat ini YGF memasuki usia 25 tahun, gamelan siap menikah dengan keadaan, menikah dengan teknologi, dengan apa saja yang sedang terjadi,” tuturnya.

Semua program dijalankan secara daring, sehingga masing-masing penampil dari luar Yogyakarta mengirimkan karya atau penampilannya dalam bentuk video yang dibuat di rumah, pendopo, atau studio masing- masing. Kemudian video itu disiarkan secara live dari studio broadcast yang sudah dipersiapkan dengan host untuk memandu acara tersebut.

Sementara, penampil yang berasal dari Yogyakarta tampil di pendopo Komunitas Gayam16 disiarkan secara langsung. Untuk Rembug Budaya dan Lokakarya Budaya dijalankan secara daring juga. Program itu disiarkan live via www.YGFLIVE.com, dari studio broadcast, kemudian disiarkan melalui website Yogyakarta Gamelan Festival. (Diendha/Antok Wesman-Impessa.id)