Event

Yogyakarta Komik Weeks, Dipendam Pandemi, di Museum Sonobudoyo, eks Gedung KONI, 9-15 Oktober 2020

Yogyakarta Komik Weeks, Dipendam Pandemi, di Museum Sonobudoyo, eks Gedung KONI, 9-15 Oktober 2020

Yogyakarta Komik Weeks, Dipendam Pandemi, di Museum Sonobudoyo, Eks Gedung KONI, 9-15 Oktober 2020

Impessa.id, Yogyakarta: Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Yogyakarta Komik Weeks secara hybrid, daring via YouTube: tasteofjogja disbud diy, dan Instagram: mulyakarya_yk, serta luring di Museum Sonobudoyo jalan Pangurakan Alun-Alun Utara Yogyakarta (secara terbatas), dalam empat ragam program, masing-masing, Pameran Komik, 9-15 Oktober 2020, Diskusi, 11-12 Oktober 2020, Launching Komik, 10-13 Oktober 2020 dan Drama Komikal, 13-14 Oktober 2020.

Kurator Pameran Terra Bajraghosa dan Danang Catur Prasetya dalam pengantar kuratorial menuturkan, Komik dan seni gambar sekuensial di Indonesia sebagai medium bercerita dan berekspresi, mengalami perkembangan dan progresivitas medium yang sangat dinamis. Komik dengan format buku cetak dan kertas tidak ditinggalkan oleh pembacanya, dan komik dengan format tayangan digital komik web juga banyak dikunjungi oleh ratusan ribu pembacanya. Komik kembali menjadi inspirasi untuk dibuat film layar lebar, dan sebaliknya sinema juga memanfaatkan komik untuk memperluas jangkauan apresiasinya.

Tema dan gaya gambar komik Indonesia juga semakin beragam dan tanpa harus terjebak dalam tuntutan upaya mulia ‘menemukan ciri Indonesia’. Beberapa komik justru dengan cara yang sangat organik mulai menawarkan keunggulan-keunggulan yang unik dan mulai terasa ke-Indonesia-annya. Komik superhero dengan nama lokal, kemampuan khas lokal dan tentunya bersetting lokal dapat ditemukan dalam komik karya anak bangsa belakangan ini. Pun komik bertema sejarah, fiksi ilmiah, petualangan, opini, yang dibingkai dengan gaya bercerita-gambar realis, surealis dan tidak ketinggalam realisme magis dapat dilihat mulai mengisi slot-slot kosong mendampingi komik romansa dan laga. Pada beberapa komik humor yang sering dianggap sebagai komik paling ringan sekalipun, kekhasan lokal maupun pemunculan gaya personal baik gambar maupun cara bertutur, tampak terus dikembangkan.

Di masa yang cukup menjanjikan ini, di masa yang seharusnya, para komikus, pelaku industri komik, dan para penyangga ekosistem komik di Indonesia bersinergi secara kreatif, justru harus menghadapi kondisi wabah virus dan harus berada dalam keadaan pandemi. Pandemi wabah virus corona yang dinamai covid.19 ini tidak bisa dipungkiri menerpa semua lini dan sendi kehidupan masyarakat dunia, dan tidak ketinggalan pula ‘masyarakat komik’ di Indonesia.

Pameran Yogyakarta Komik Weeks melihat keadaan ini sebagai sebuah celah jika dikaitkan dengan ruang. Dan sebagai sebuah jeda jika dikaitkan dengan aktivitas. Jika dikaitkan dengan medium komik itu sendiri, di Indonesia, celah dan jeda ini yang kemudian ditawarkan kepada para komikus atau seniman yang diundang pada pameran ini untuk diisi secara kreatif.

Dipendam Pandemi sebagai tema pameran, meminjam dari judul karya komik kawan Yudha Sandy; “Dipendam Pandemi”, yang secara akrobat bahasa cukup menarik untuk dijadikan judul. Makna dasarnya tidak jauh dari kata pendam dan pandemi. Pendam terkait dengan menanam, mengubur, untuk menyembunyikan atau menahan, menyimpan perasaaan. Sedang pandemi adalah wabah yang serempak merebak di mana-mana meliputi daerah yang luas. Secara harfiah, di semua tempat, situasi pandemi ini memendam banyak keinginan, meredam sejumlah impian dan mengubur rangkaian angan.

Namun, berkaca pada karya komik Sandy pula, nyatanya orang-orang dalam komiknya tersebut justru tampil bahagia, optimis, melakukan banyak hal positif dan terus kreatif. Istilahnya, satu mimpi dipendam (dulu) namun hadirkan mimpi yang lain. Satu niat diredam dulu, namun satu niat lain justru menggebu. Satu kreasi disimpan, namun satu kreasi lain ditampilkan dengan indahnya. Kondisi yang membatasi ini diharap justru mampu menginspirasi untuk menghasilkan satu kreasi yang unik. Atau setidaknya satu sikap dalam memandang kondisi pandemi tersebut. Tentunya tanpa bersikap abai pada keadaan dan kondisi pandemi, terutama protokol covid.19.

Secara permainan bahasa (lagi), Dipendam Pandemi seperti sebuah pengungkapan atas sesuatu yang diulang-ulang, terutama dalam Bahasa Jawa. Kata yang diulang ini di-jejer-kan dan dibedakan lafalnya. Misal ‘walik’ jadi diwolak-walik atau dibolak-balik, lalu misal ‘diparani’ jadi diporan-parani atau didatangi terus-menerus. Pengulangan dengan pembedaan ini lebih memberi tekanan pada makna kata yang dimaksud. Pengurutan berdampingan, atau pengulangan yang berurutan, dan pembedaan pada beberapa elemennya ini, dalam komik sangat penting, dan menjadi dasar cara bertutur komik yang khas, yaitu pada sifat sekuensialnya.

Pada pengertian-pengertian tersebutlah tema DIPENDAM PANDEMI ditawarkan kepada komikus undangan untuk diinterpretasi secara multi tafsir, ke dalam karya seni gambar sekuensial masing-masing.  Sebagian karya hadir merespon isu pandemi secara harfiah dalam berbagai sudut pandang; komik infografis, panduan, himbauan, opini, hingga kisah-kisah yang terinspirasi situasi terkini. Apakah itu kritik sosial terkait sikap-sikap pemangku kepentingan yang mementingkan citra politis, atau pengungkapan soal kondisi yang serba membatasi dan memicu persoalan yang lain.

Ada pula yang lebih memilih mengungkapkan apa yang mereka alami dan rasakan di masa berdiam di rumah, atau ketika harus membatasi gerak secara fisik di ruang sosial. Tidak ketinggalan pula, karya yang menerjemahkan pandemi sebagai sebuah kondisi yang tidak nyaman dan harus terus dihadapi, sama seperti permasalahan sosial lainnya. Tentang mengalahkan rasa takut, melanjutkan hidup, dan meneruskan kebahagiaan, juga menjadi tema pokok beberapa karya, yang sebagian melihat [pendam] dan [pandemi] dalam ruang simbolis.

Linimasa komik Indonesia antara tahun 2000-2020 ditampilkan pula untuk memberi gambaran mengenai perjalanan komik Indonesia selama dua dekade terakhir. Judul-judul komik yang dianggap penting pada masanya, pameran atau peristiwa komik lain, serta inovasi atau percobaan-percobaaan dalam terus melestarikan komik Indonesia coba dicatat dan ditampilkan. Pada periode ini mencatat setidaknya perkembangan medium dan cara membaca komik yang awalnya hanya di kertas menjadi di layar komputer, dan yang terbaru di layar telepon-pintar.

Wid NS dan Asnar Zacky

Sebagai bentuk apresiasi kepada tokoh yang menyemarakkan dan memberi semangat pada komik Indonesia, pameran menghadirkan karya-karya alm. Wid NS. dan Asnar Zacky.

Masyarakat paling banyak mengenal Wid NS. melalui komik-komik dan tokoh superhero karyanya seperti Godam dan Aquanus. Memang pesona kedua tokoh superhero ini, yang kadang hadir pula dalam komik Gundala karya Hasmi, sahabat dekat Wid NS., tidak bisa ditepis begitu saja. Sebagai bacaan di masanya, Godam dan Gundala menjadi acuan oleh banyak komikus lain dalam mengolah kreasi superhero, baik dari segi penampilan maupun cerita. Pada masa kini, selain komiknya diburu kolektor, atau diterbitkan ulang, sosok Godam masih memberi inspirasi dengan hadirnya olahan judul baru komik Godam yang dikerjakan oleh komikus-komikus muda bertajuk ‘Godam; Putih Hitam’.

Sejatinya bukan hanya superhero, jenis karya dan tema cerita komik Wid NS. sangat beragam, seperti roman, horor, legenda, sejarah, biografi dan kisah bernapaskan religi. Yang menyatukan semuanya dan bisa dengan mudah menarik perhatian adalah keindahan gaya gambar yang proporsional, pengerjaan yang rapi, serta elemen-elemen lain seperti setting dan properti yang dihadirkan secara detail. Pada masa komik buku tidak lagi banyak hadir di pasaran karena redupnya tren komik superhero, Wid NS terus berkarya dengan medium sekuensial ini, yang bisa ditemui pada komik-komik pendek yang ada di majalah serta media cetak yang lain, terutama pada cerita mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Asnar Zacky sering disebut oleh mantan mahasiswanya sebagai sosok yang memberi inspirasi dan terus mendorong kemajuan medium komik. Bersama koleganya di Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta; Baskoro Suryo Banindro, Asnar Zacky menginisiasi mata kuliah komik untuk masuk ke kurikulum pengajaran pada tahun 1996. Sampai sekarang mata kuliah tersebut masih bertahan, berganti nama menjadi Seni Gambar Sekuensial, dan mendorong lahirnya banyak karya Tugas Akhir komik, baik cetak maupun digital. Pandangannya yang khas adalah: (1) Bahwa komik harus nggrafis, alias gambar-gambar yang ada harus diolah dengan tujuan bercerita, menjelaskan, atau menyampaikan ajakan. (2) Teks yang ditulis dalam komik harus tipografis, menunjukkan sifat komunikasi dan bukan hanya ditulis biasa.

Karya Asnar Zacky yang banyak diperbincangkan adalah novel grafis ‘Jakarta 2039’ dan ‘Sukab Intel Melayu’ hasil kolaborasi dengan Seno Gumira Ajidarma, lalu komik pengamatan ‘Jogja O Km’, serta komik pendek catatan kisah pribadi berjudul ‘Once Upon A Time in the mBantoel Prairie’ yang memenangkan Kosasih Award tahun 2016. Saat ini Zacky sedang menyelesaikan tahap akhir karya komik ‘Prajurit Koplak’ berkolaborasi dengan seorang penulis, dan antrian kolaborasi sudah menunggu untuk dikerjakan. (Kiki/Antok Wesman-Impessa.id)