Bedah Buku, Rekonstruksi Peradaban Islam, Karya Prof. Yudian Wahyudi
Bedah Buku, Rekonstruksi Peradaban Islam, Karya Prof. Yudian Wahyudi, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta : Seminar dan Bedah Buku Berjudul “Rekonstruksi Peradaban Islam Perspektif Yudian Wahyudi” berlangsung Senin, 5 Agustus 2019 di Gedung Prof. Soenarjo Lantai 2 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, bersama narasumber Prof. KH Saidurrahman M.Ag dan Dr. Azhari Akmal Tarigan M.Ag.
Diawali dari buku berjudul “Krisi Peradaban Islam, Antara Kebangkitan dan Keruntuhan Total”, Ali Al Alawi menyatakan bahwa kemerosotan peradaban Islam yang nyata telah menjadi topik pembahasan yang hangat di antara para sejarawan selama lebih dari 300 tahun, tetapi tanpa menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang memuaskan atau pasti. Mengenai kemerosotan peradaban Islam dan mengaitkannya dengan kejatuhan Baghdad ke tangan Mongol pada abad ke-13, suatu tesis yang telah terbantahkan, tetapi tetap mewarnai imajinasi populer.
Di dalam karya yang berjudul “Maza Qaddam al Muslimuna lil A’lam” atau “Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia”, terbitan Jakarta: Al-Kautsar, 2015, h 769-777, Raghib Sirjani mencatatkan raihan emas Islam. Khusus pada bab empat, ia menulis tentang peranan umat Islam dalam ilmu Sains seperti Kedokteran, Fisika, Arsitektur, Ilmu Astronomi dan lain-lain. Raghib membahas penngaruh peradaban Islam terhadap peradaban Eropa Andalusia dan Sicilia.
Pada era Abbasiyah (Abad ke 8-12 M), Islam mencapai puncak peradaban yang tidak pernah dicapai peradaban manapun di dunia ini. Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat mencengangkan, sebagaimana direkam dengan sangat baik oleh Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya “Sains dan Peradaban Di Dalam Islam” terbitan Bandung: Pustaka, 1986, serta karya Mehdi Nakosten berjudul “Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam” terbitan Risalah Gusti, Surabaya, 1996, h 207-255. Pada masa itu banyak sekali lahir ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Rasyid, Al Biruni, Al Khawarizmi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Mereka adalah ilmuwan besar dunia yang sampai saat ini namanya dikenang dan karyanya tetap ditelaah.
Setelah bertahan pada era kejayaannya, peradaban Islam mengalami kemunduran yang berlangsung antara abad XIII-XVIII. Sebab-sebab kemunduran Umat Islam. Ada yang menyebut karena intelektualisme Islam bergerak ke arah hal-hal yanng bersifat sufistik dan lebih menekankan ibadah dan menghindarkan hiruk-pikuk dunia. Sikap ini dikenal dengan Juhud (Asketisme). Pemerintahan Islam tidak lagi cinta terhadap ilmu pengetahuan, ada yang berpendapat masalah mendasarnya adalah integrasi bangsa. Ada yang mengatakan bahwa kemunduran peradaban Islam disebabkan oleh hilangnya spiritualitas Islam. Serta Taqlid.
Seorang ulama di Kalimantan Maharaja Imam Sambas, Syaikh Muhammad Basuni Imran (1885-1976) yang juga merupakan murid Syeikh Rasyid Ridha, mengajukan pertanyaan kepada Al-Amir Sakib Arselan. Pertanyaan itu sampai kepada Syakib Arselan melalui Syekh Rasyid Ridha. Saat itu Syeikh Arselan berada di Perancis. Pertanyaannya, limaza taakhkhara al-mulsimun wa limaza taqaddama ghairuhum (mengapa umat Islam mundur dan umat lainnya bisa maju?). Jawabannya, sebab kemunduran umat Islam adalah karena umat Islam meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan solusinya kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah.
Perspektif Prof. Yudian; Dua hal mendasar yang menyebabkan umat Islam tertinggal dari umat-umat lainnya. Pertama, konflik internal yang dialami umat Islam sejak masa yang panjang. Kedua, umat Islam telah membuang apa yang disebut experimental sciences. Akibat dari pilihan sikap kesejarahan yang keliru ini, umat Islam sulit bangkit, bahkan sampai detik ini. Hal ini diperparah karena diagnose yang tidak tepat yang mengakibatkan solusi yang ditawarkan juga tidak memberi dampak signifikan bagi kebangkitan umat Islam.
Di bukunya berjudul “Maqasid al-Syariah” h.25, Yudian menuliskan bahwa mengapa umat Islam mundur, sedangkan orang lain maju? Menurutnya, umat Islam mundur karena mereka mukmin dan muslim pada tingkat akidah, tetapi hampir kafir ilmiah, hampir tidak pernah menjadikan hukum alam sebagai bagian dari keimanan dan keislaman mereka. Orang lain, katakanlah Amerika Serikat, maju karena mereka mukmin dan muslim ilmiah dan insaniah. Namun mereka disebut kafir secara akidah atau teologi.
Menurut Prof Yudian, masalah ketertinggalan umat Islam saat ini karena kita salah membaca agama. Tegasnya keliru dalam menangkap pesan Al Qur’an. Akibatnya Al Qur’an sebagai hudan tidak dapat difungsikan secara optimal. Padahal Al Qur’an itu adalah penjelasan (tibyanan) bagi segala sesuatu. Semua penjelasan tentang Allah SWT dan alam semesta ini ada di dalam Al Qur’an, baik itu pesannya eksplisit ataupun implisit.
Membangun Peradaban Islam;
Pertama, menafsirkan kembali (reinterpretasi) konsep-konsep dasar Islam seperti, Islam, Iman, Khalifah, Akhlak, sekedar menyebut contoh, sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan hadist menjadi keniscayaan. Reinterpretasi ituharus terus menerus dilakukan agar ajaran-ajaran Islam senantiasa dapat dikontekstualisasikan dengan kehidupan kontemporer.
Kedua, Pendidikan adalah salah satu cara jika tidak ingin disebut sebagai satu-satunya cara untuk kebangkitan sebuah bangsa. Lewat pendidikan akan lahir manusia terdidik yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkannya dapat mengelola dan memanfaatkan alam untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Bahkan pendidikan adalah syarta utama untuk kebangkitan sebuah peradaban.
Ketiga, dalam konteks membangun kemballi (rekonstruksi) peradaban Islam, mengembalikan eksperimental sciences menjadi ilmu pokok menjadi niscaya. Hanya saja ilmu-ilmu alam seperti Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Astronomi dan lainnya diintegrasikan dengan agama. Dalam bahasa yang lain, pola berpikir dikotomi ilmu di kalangan umat Islam harus segera diakhiri dan mesti dipahami sebagai sebab yang membuat peradaban Islam mundur jauh kebelakang.
Menafsirkan Kembali Al Qur’an.
Bagi Yudian, Al Qur’an itu mengandung dua hal yang amat sangat mendasar, alam semesta dan tauhid. Alam bukan saja dimengerti sebagai ayat-ayat kauniyah, apalagi jika hanya dipahami sebatas karunia Allah SWT untuk manusia. Namun alam memiliki hukumnya tersendiri yang mau tidak mau harus dikuasai manusia. Kendati Al Qur’an menegaskan bahwa alam telah ditundukkan buat manusia (taskhir), namun manusia perlu menguasai dan menaklukan alam dengan mengetahui apa yang disebut hukum kepasangan dan Hukum Keseimbangan.
Prof Yudian sangat kreatif dalam memahami Al Qur’an. Tafsir-tafsirnya terhadap ayat-ayat Al Qur’an membuat pehamanan terhadap Al Qur’an lebih hidup dan menantang. Tafsir, Islam, Muslim, Mukmin, Khalifah, Taqdir, Akhlak dan Adab. Tafsir terhadap surah Al Qadar. Tafsir terhadap kejatuhan Nabi Adam, dan Tafsir terhadap surah Ad Duha.
Yudian Wahyudi dalam bukunya berjudul “Maqashid Syariah dalam Pergumulan Politik: Berfilsafat Hukum Islam dari Harvard ke Sunan Kalijaga” terbitan Pesantren Nawesea Press, Yogyakarta, 2007, h.23 menyebutkan; Secara etimologis, Islam berasal dari kata aslama, yuslimu, islam, salam atau salamah, yaitu tunduk kepada Allah SWT agar mencapai salam-salamah (keselamatan dan kedamaian) di dunia dan di akhirat. Prosesnya disebut Islam dan pelakunya disebut muslim. Jadi Islam itu proses, bukan tujuan. Dengan kata lain, islam adalah setiap proses yang menghantarkan kepada keselamatan atau keamanan (pada tingkat teologis, kosmos dan kosmis).
Tiga Jenis Ayat Al Qur’an.
Islam dan Iman adalah proses menuju keselamatan, kedamaian dan keamanan. Caranya adalah tauhid, yaitu mengintegrasikan kehendak Tuhan yang terekspresikan dalam kitab suci (al-ayat al-nassiyyah atau al-ayat al-qauliyyah), alam (al-ayat al-kauniyah) dan manusia (al-ayat al-insaniyyah). Tauhid berarti harmoni dengan Tuhan, Kosmos dan kosmis. Inti harmoni pada tingkat kosmos dan kosmis adalah memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif sesuatu apa pun juga itu, hingga pada titik keseimbangan (keadilan).
1. Ayat Qur’aniyyah.
Pertama; ayat Qur’an yaitu tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang ada di dalam Al Qur’an dan hadis sahih. Di antara hukum yang terpenting di sini adalah tauhid (ke-esa-an Allah), akhlak (morallitas), dan “keadilan (hukum berpasangan antara positif dan negatif, atau antara maslahat dan mafsadat atau malaikat dan syetan). Fungsi terbesar “Tiada Tuhan Selain Allah” adalah sebagai kunci ketika menyebrang dari dunia menuju akhirat, sedangkan syirik sebagai satu-satunya dosa yang tidak dimpuni Allah.
2. Ayat Kauniyyah.
Kedua; ayat Kauniyyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di jagad raya (kosmos). Tanda kebesaran Allah yang terpenting di sini adalah hukum kepasangan yang dititipkan Allah kepada setiap benda alamiah. Sunnatullah atau takdir Allah di alam ini memegang peran kunci dalam menentukan keselamatan atau kedamaian dunia. Jadi islami pada tingkat alam adalah menyeimbangkan potensi negatif dan positif setiap benda kapan pun dan dimana pun. Islami ini dapat ditarik dengan memaksimalkan potensi positif dan meminimalkan potensi negatif suatu benda. Hukum alam tersebut berlaku bagi siapa saja tanpa mengenal batas-batas kemanusiaan apa pun seperti, ras, agama, dan status sosial. Pada tingkat alam itulah semua agama sama, karena siapa pun yang melanggar hukum berpasangan tersebut dihukum Allah, dan seballiknya.
3. Ayat Insaniyyah.
Ketiga; atay insaniyyah yaitu tanda-tanda kebesaran atau hukum Allah yang mengatur kehidupan manusia (kosmis). Lagi-lagi hukum yang terpenting di sini adalah hukum kepasangan. Sebagaimana yang sering diungkapkan Yudian dalam berbagai kesempatan, Islam dan Iman (sehingga selamat dan aman) pada tingkat ini adalah menyeimbangkan potensi positif dan negatif, selalu menciptakan keseimbangan atau keadilan sosial. Allah telah mendelegasikan hukum ini kepada manusia seperti tercermin dalam hadis, kerelaan Allah tergantung kepada kerelaan manusia. Jadi Islam da Tauhid, yaitu mengintegrasikan antara kehendak Allah yang ada dalam kitab suci, alam dan manusia, sehingga terbebas dari bencana teologis, kosmos dan kosmis.
Pendidikan (Integratif).
Integrasi yang dimaksud Prof. Yudian adalah Integrasi antara sains dan agama. Sains dimaksud adalah ilmu-ilmu alam, matematika, fisika, biologi, kimia, ilmu hisab, kedokteran, teknik dll. Integrasi antara agama dan ilmu-ilmu sosial itu tahsil al-hasil. Integrasi tidak bisa dimulai dari Perguruan Tinggi, tetapi harus dimulai dari tingkat dasar dan menengah.
Mengembalikan experimental sciences sebagai ilmu pokok.
Al Ulama Warasat al-anbiya: Al-Ulama bermakna banyak. Kita memerlukan ulama dalam jumlah banyak.namun yang dimaksud ulama bukan hanya ahli fikih, tafsir atau teolog. Al Ulama adalah yang menguasai beragam cabang ilmu pengetahuan. Al-Anbiya juga banyak. Keliru kalau yang dimaksud al-anbiya adalah Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu umat Islam harus mewarisi nabi Nuh AS, Nabi Daud AS, Nabi Isa AS dll. Rumusnya KH Dr Ir dalam bidang ilmu tertentu.
Prof Yudian setuju dengan pendapat Ali Shari’ati dan Bint al-Shati, bahwa peradaban harus dibangun dengan membangun manusianya. Ini pula alasan mengapa Allah SWT menciptakan Adam AS dan menjadikannya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Tugas utama khalifah tentunya memakmurkan bumi dan maknanya sama dengan membangun peradaban. Oleh karena itu, membangun manusia unggul dengan melengkapinya dengan fakultas-fakultas terbaik akan menghantarkannya menjadi khalifah yang unggul. (Antok Wesman – Impessa.id)