SUMONAR, Sebuah Gerakan Yang Dapat Menyentuh Banyak Orang
Impessa.id, Yogyakarta : Ratusan pasang mata seperti tak ingin berkedip untuk menyaksikan sebuah kejadian besar yang akan terjadi. Tangan mereka, bersama gawainya yang menyala juga tak ingin ketinggalan untuk mengabadikan itu semua. Gedung yang tadinya dibiarkan redup perlahan menemukan sinarnya, beriringan dengan suara musik menghentak yang membuat suatu kejadian besar yang telah ditunggu-tunggu oleh banyak orang akhirnya menemukan waktunya.
Sejak 26 Juli 2019, Titik Nol Kilometer seakan menjadi tempat pertemuan yang asik untuk menyaksikan beragam suguhan yang tersaji dalam SUMONAR 2019. Hingga pada hari terakhirnya pada Senin (5/8/2019), festival tersebut menjadi destinasi yang ramai dikunjungi. Dalam penutupan menampilkan karya video mapping dari Sany Budiman/Eureca Indonesia, Chiefy Pratama/Next, S.Wibowo/VJRI, RPTV, Isha Hening x Iga Massardi, JVMP x Febrianto Tri Kurniawan, LZY Visual, Furyco, Uvisual, Raymond Nogueira/Rampages (Macau) dan JVMP all stars. Setelah menampilkan karya-karya video mapping dari beberapa seniman tersebut, dilanjutkan dengan pesta penutupan Pameran Instalasi Visual di Loop Station.
Iga Massardi, salah satu seniman yang terlibat menuturkan, dirinya sangat terkejut bisa melihat antusias yang sangat besar dari masyarakat yang hadir. Ujarnya, selain menjadi kali pertama baginya untuk terlibat di SUMONAR, gelaran yang terselenggara pada 26 Juli hingga 5 Agustus 2019 menjadi debut perdananya terlibat dalam penggarapan sebuah karya video mapping. Bagi gitaris dari band Barasuara, video mapping merupakan hasil dari proses berkesenian yang wajib untuk diapresiasi oleh masyarakat.
“Video mapping bagi saya adalah karya yang sangat bisa langsung menyentuh orang yang datang untuk menyaksikannya. Di sini kan yang datang bukan hanya dari kalangan seniman, tapi kalangan orang-orang umum juga bisa mengapresiasi seni dengan lebih santai. Yang saya lihat justru mereka memberikan reaksinya lebih natural, karena tidak punya ekspektasi apa-apa. Sumonar adalah gerakan yang sangat bagus, dan ini adalah wadah bagi teman-teman seniman visual untuk mempresentasikan karyanya kepada khalayak luas,” ujar Iga.
Isha Hening, seniman lain yang terlibat melanjutkan, Sumonar baginya selain menjadi wadah bagi para seniman visual untuk berjumpa secara langsung dengan para penikmatnya, juga tempat pertemuan yang menyenangkan bagi para pengkarya video mapping untuk sekedar berjumpa maupun bertukar gagasan tentang perkembangan seni visual.
“Sumonar bagi aku yang memang bergelut di dunia seperti ini, adalah wadah dan bagi para seniman visual untuk bertemu dengan para penikmatnya. Dari dulu, dari jaman JVMF, festival ini bisa dibilang acara arisannya teman-teman yang bergelut di dunia VJ -Video Jockey. Biasanya kan kita pada sibuk masing-masing, dan ini adalah tempat bagi kami untuk bisa berkumpul. Dan kami pasti akan selalu menyempatkan untuk hadir di sini. Kalau aku mau banget buat terlibat lagi di SUMONAR tahun-tahun setelahnya,” jelas Isha.
Animo masyarakat yang sangat besar
Festival Director, Ari Wulu memaparkan, pada penyelenggaraan SUMONAR 2019, animo masyarakat sangat besar berikut tanggapannya. “Sumonar telah menjadi isu positif, menjadi ajang hiburan masyarakat. Tujuannya terwujud di mana pada akhirnya Sumonar berinteraksi dengan wahana lain. Salah satu contoh yang terjadi adalah banyak tawaran dari festival lain yang ingin berkolaborasi dengan para seniman yang terlibat,” tutur Ari.
Ketua Jogjakarta Video Mapping Project (JVMP), Raphael Donny menambahkan, untuk penyelenggaraan di tahun-tahun selanjutnya ia menginginkan akan lebih banyak lagi seniman yang terlibat. Ia berharap akan bermunculan generasi-generasi baru yang berkarya dan mengembangkan video mapping di Indonesia. “Semoga teman-teman seniman lebih terpacu lagi dalam berkarya, kemudian video mapping sebagai karya yang menggabungkan antara seni dan teknologi ini bisa menjadi wadah bagi mereka untuk terus berkarya menggeluti video mapping,” tutup Raphael. (Diedha Febrian/Antok Wesman).