Event

Pameran Seni Rupa Tiga Serdadu Tua Di Bentara Budaya Yogyakarta, 23-29 April 2019.

Pameran Seni Rupa Tiga Serdadu Tua Di Bentara Budaya Yogyakarta, 23-29 April 2019.

Pameran Seni Rupa Tiga Serdadu Tua Di Bentara Budaya Yogyakarta, 23-29 April 2019.

Impessa.id, Yogyakarta : Usai purna tugas dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan –P4TK Seni dan Budaya Yogyakarta, bukan berarti usai juga tugas kekaryaan sebagai seorang perupa.  

Adalah A. Agung Suryahadi (Bali,1954) lulusan Strata I/S1Seni Lukis STSRI/ISI Yogyakarta (1981) dan S3 Universitas Gajah Mada, dalam Bidang Seni dan Kultural Study (2007), I Wayan Sukadana (Bali, 1960) lulusan Strata I/S1 Desain Kriya STSRI / ISI Yogyakarta (1987), dan  Abdul Ghofar (Pasuruan, 1955) Strata I/S1 Desain Kriya STSRI/ISI Yogyakarta (1981) ingin menunjukkan usia boleh tua tapi semangat berkarya harus tetap menyala untuk mewujudkan impian setiap pekerja seni rupa, yaitu berpameran.  

Mereka bertiga kemudian menyebut diri Kelompok “Tiga Serdadu Tua” dan menggelar pameran bertajuk “Tiga Serdadu Tua: Bangkit, Ekspresi dalam Nuansa Tradisi” berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto nomor 2 Kotabaru, 23 – 30 April 2019.

Martina Wuryani dari Bentara Budaya Yogyakarta menuturkan, “Dalam pameran ini, mereka  menampilkan karya seni rupa yang bervariasi wujudnya, yaitu seni lukis dan seni kriya, baik  bersifat murni maupun bersifat fungsional. Karya-karya mereka, dua dimensi maupun tiga dimensi, mengeksplorasi  nilai-nilai seni tradisional Nusantara dan universal.yang diungkapkan menjadi seni yang memiliki nilai kekinian,” ujar Wuryani. 

A Agung Suryahadi melakukan transformasi dari sumber tradisi ke langgam seni lukis masa kini, dia mengambil nilai fisik dan nilai spiritualnya, yaitu nilai rasa religius dan magis. I Wayan Sukadana mengangkat tema mitologi yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Bali dengan bahan dari hasil olahan media tempurung untuk menjadi satu karya seni kriya murni. Dia juga  menerapkan hasil eksperimen membuat tekstur dengan media cat air dicampur busa untuk melukis, tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi busa yang digunakan.

Sementara Abdul Gofal, mendobrak desain dan keteknikan seni kriya tradisional, tidak lagi menggunakan alat konvensional, tapi juga menggunakan mesin dalam mengolah kayu dan logam untuk membuat karya, baik yang bersifat fungsional maupun murni. Bentuk-bentuknya pun dikembangkan dari bentuk tradisional seperti topeng menjadi karya kriya baru. 

Satu hal yang perlu diapresiasi dari ketiganya adalah membagikan ilmu dan pengetahuannya bagi generasi muda melalui workshop teruntuk pelajar Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, selama pameran berlangsung, Harapannya adalah menanamkan nilai estetika dan kreativitas serta memberi kesan mendalam pada pameran yang mereka gelar.

“Kami berharap semangat berkarya tidak berhenti pada pameran kali ini. Tetaplah menjadi perupa yang aktif berkarya, sekaligus menjadi pendidik dan teladan bagi guru dan siswa di bidang seni budaya,” imbuh Wuryani. (Antok)