Event

PartNER Yogyakarta Menggelar Pameran Tribute To OHD, 80 Nan Ampuh, Bertajuk Quo Vadis.

PartNER Yogyakarta Menggelar Pameran Tribute To OHD, 80 Nan Ampuh, Bertajuk Quo Vadis.

Oei Hong Djien dan Nasirun dipandu Jumaldi Alfi, dalam dialog "Patron" di Sarang Building, Kalipakis, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, mewarnai Pameran Tribute To OHD, 80 Nan Ampuh, Bertajuk Quo Vadis, Senin (15/4/19

Impessa.id, Yogyakarta : PartNER Yogyakarta serta SICA dan MDTL, menggelar pameran bertajuk “Quo Vadis”, melibatkan tiga seniman, yakni, Jumaldi Alfi, Desrat Fianda dan Fendry Ekel, untuk merayakan 80 tahun dr. OHD (Oei Hong Djien), pecinta karya seni yang akrab dengan seniman Jogja.

Bincang-bincang santai bertema “Patron” bersama dr. Oei Hong Djien dan Nasirun dipandu Jumaldi Alfi, dihadiri puluhan seniman dan pemerhati senirupa, mewarnai pembukaan pameran tribute to OHD tersebut, bertempat di Sarang Building, Kalipakis, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Senin (15/4/19). 

Jumaldi Alfi yang juga salah satu dari seniman yang berpameran menuturkan bahwa Quo Vadis bermakna, Kemana Engkau Pergi ? Pertanyaan yang mengarahkan kepada masa depan, menjadikan semangat untuk terus berbuat dan memberi lebih baik lagi. Terkait dengan 80 tahun perjalanan sosok OHD yang begitu dekat dengan seniman-seniman Jogja.

Nasirun, pelukis kesohor, mulai ikut menapaki jejak-jejak OHD, membuat museum bagi karya-karyanya sendiri dan karya-karya seniman lain yang berkesan bagi dirinya. Menurut Nasirun, untuk masa yang akan datang, dia tetap optimis bahwa akan tetap ada seniman-seniman dari generasi berikutnya. “Saya yakin, jika Tuhan menciptakan pelukis-pelukis, maka Tuhan juga akan menciptakan kolektor-kolektor,” sergahnya. 

Sementara OHD mengungkap kenangan masa lalunya, sehingga dirinya begitu mencintai karya senirupa.  “Awalnya bersentuhan dahulu dengan karya seni. Sewaktu kecil saya telah bersentuhan dengan karya-karya lukisan dan karya seni yang menjadikan sudah terbiasa menyukai karya seni. Kemudian saya mengkoleksi karya senirupa itu bukan semata-mata menjajakan uang, tetapi saya meng-konversikan uang ke asset, ke benda-benda yang bisa dinikmati, yang berujung happiness, kebahagiaan,” tutur OHD

Dalam kesempatan itu OHD mengungkapkan tiga dasar yang melandasi sesorang mengkoleksi karya seni rupa yaitu adanya Rasa Cinta, adanya Kesabaran dan adanya Dana, dikutip dari buku berjudul “Seni dan Mengoleksi Seni” karyanya sendiri yang mengungkapkan seluk-beluk menjadi kolektor karya seni. “Kalau sudah begitu, menyukai karya senirupa telah menjadi kecanduan,” akunya jujur. 

“Betul kata dokter OHD mengkoleksi itu menjadi candu. Bagi saya, menjadi pelukis dan kolektor ini seperti zakat kebudayaan, dari koleksi yang ada, saya bisa belajar kembali kepada seniman pendahulu, dan dari koleksi itu, saya bisa belajar serta bisa melihat bagaimana sosok seniman dahulu yang menjadi pejuang kebudayaan, dan secara alamiah, kitalah yang menggantikannya,” ucap Nasirun.

Pameran seni rupa Quo Vadis menampilkan karya Desrat Firanda yang mengambil latar belakang kebudayaan kelahirannya di Minangkabau, berawal dari kalimat-kalimat atau penggalan-penggalan teks dari suatu cerita hingga pepatah-pepatah yang dijadikan rujukan untuk menghasilkan satu dasar pandangan sebagai inspirasi karyanya. Desrat Firanda memilih media untuk merepresentasikan gagasannya menjurus kearah yang leluasa dengan cara mengupas nilai-nilai estetika yang dipadukan dalam prinsip-prinsip dasar tiap media dan menjadikan bagian terpenting dalam berkarya.

Sedangkan Fendry Ekel berkenaan dengan catatan dan ingatan, catatan atau monumen sebagai orientasi pribadi maupun lingkungannya. Pemikiran itu dituangkan melalui garis dan warna berlapis-lapis dengan memadukan media dan teknik.

Adapun Jumaldi Alfi gagasannya banyak berasalkan dari pengalaman di lingkungan pribadi, mengupas situasi-situasi personal lalu mempertanyakan kejadian, pengalaman, serta pengaruh terhadap situasi diluar diri-nya. Secara eksklusif gagasan tersebut dituangkan melalui elemen-elemen visual garis, warna, tekstur maupun tanda atau kode visual yang mencerminkan ruang lingkup referensi dari seniman, baik sejarah, budaya, spiritual maupun benda-benda.(Erlangga/Antok Wesman)