Peluncuran Antologi Geguritan Truntum Gumelar, Sabtu, 23 Februari 2019, Di Taman Budaya Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta : Studio Pertunjukan Sastra –SPS, bekerja sama dengan Komunitas Baladjawa dan Taman Budaya Yogyakarta menggelar acara Bincang-Bincang Sastra edisi ke 161 mengusung tajuk Peluncuran Antologi Geguritan Truntum Gumelar. Hadir selaku pembicara Bincang-Bincang Sastra tersebut, Iman Budhi Santosa dan Jefrianto, dipandu oleh Fajar Laksana, pada Sabtu, 23 Februari 2019 pukul 20.00 di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta.
Sukandar, selaku Koordinator Acara menyebutkan, para penggurit muda dari berbagai daerah siap tampil, di antaranya Asti Pradnya Ratri (Yogyakarta), Ari Kaysha (Wonogiri), Dimas Indiana Senja (Bumiayu), Tatik Fitri Kuswanti (Temanggung), G.M. Sigit Nurcahyanto Adhi (Yogyakarta). Acara diwarnai dengan pertunjukan sastra berupa Ludruk Geguritan oleh Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS).
“Buku yang diterbitkan oleh Komunitas Bala Jawa dan Komunitas Sastra Rupa bekerja sama dengan Penerbit Interlude ini menghimpun karya-karya mutakhir para penggurit di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Buku ini terbit sebagai jawaban pandangan yang muncul selama ini, bahwa sastra Jawa adalah sastranya orang tua. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Dalam kenyataannya memang demikian adanya bahwa yang dengan getol ngopeni sastra Jawa lebih banyak para generasi tua,” ujar Jefrianto, panitia penerbitan buku antologi geguritan Truntum Gumelar.
Jefri menambahkan, “Senyatanya generasi muda juga msih memiliki perhatian terhadap seni tradisi, budaya lokal, yang dalam hal ini Geguritan sebagai satu khazanah sastra Jawa. Truntum Gumelar merupakan bukti bahwa generasi muda tidak kalah semangat dalam belajar dan menumbuhkan rasa cintanya terhadap Sastra Jawa. Di akun sosial Facebook atau Instagram sering kali karya sastra jawa berupa geguritan melintas, terkadang menyisip di koran atau majalah berbahasa Jawa.”
Sukandar menyatakan, “Studio Pertunjukan Sastra menyambut baik dan nyengkuyung gagasan generasi muda Sastra Jawa yang mengobarkan gairah bahwa masa depan Sastra Jawa tidak sesunyi yang dikhawatirkan. Kita tahu bahwa sastra Jawa selama ini dipandang kuno dan ketinggalan zaman, tapi rasa-rasanya hal itu menjadi keliru. Sebab, karya Sastra Jawa, jika dicermati memiliki cita rasa tersendiri, yang tidak semua orang mampu mengerjakan dan memahaminya. Sastra Jawa kuno hadir dengan ilmu pengetahuan dan wawasan-wawasan kejawaan yang tinggi nilainya bagi masyarakat Jawa. sehingga, sejauh mana karya sastra Jawa modern hadir di tengah masyarakat dengan manfaat selain berbahasa Jawa juga berbudaya Jawa.”
“Jefrianto dan kawan-kawan Komunitas Bala Jawa dan Komunitas Sastra Rupa. Generasi muda dari berbagai wilayah tanpa suatu paguyuban namun bisa saling mempertemukan karyanya dalam sebuah buku. Hal ini penting dan perlu diperhatikan, karena mampu menepis anggapan bahwa Sastra Jawa sudah mati, hadirnya buku antologi geguritan menjawab ragam sastra Jawa kekinian di tangan generasi muda,” imbuhnya.
“Semoga keberadaan sastra Jawa yang didukung generasi muda membuka pintu-pintu kesadaran bahwa zaman berubah berganti, tapi ada yang bertahan berkembang, meski ada pula yang akan hilang. Harapannya, langkah awal, Komunitas Bala Jawa dan Komunitas Sastra Rupa ini dikuti langkah-langkah selanjutnya,” pungkas Sukandar. (Latief/Antok)