Feature

Komunitas Djogdjakarta 1945 Sajikan Teatrikal Jogja Kembali, di Lapangan Siwa Candi Prambanan.

Komunitas Djogdjakarta 1945 Sajikan Teatrikal Jogja Kembali, di Lapangan Siwa Candi Prambanan.

Komunitas Djogdjakarta 1945 Sajikan Teatrikal “Jogja Kembali”, di Lapangan Siwa Candi Prambanan.

Impessa.id, Yogyakarta : Setelah sukses tampil  pada peringatan nasional Hari Juang Kartika, 15 Desember 2018, mengenang Peristiwa Palagan Ambarawa, Komunitas Djogdjakarta 1945 didukung rekan-rekan se-ide dari Surabaya, Sumatera, Kalimantan bahkan dari Sulawesi, menyajikan pentas teatrikal “Jogja Kembali”, di Lapangan Siwa, dihadapan ribuan pengunjung Candi Prambanan Yogyakarta, Minggu, 16 Desember 2018.

Eko Isdiyanto selaku Ketua Komunitas Djogdjakarta 1945 yang bermarkas di Jalan Masjid Nomor 10 Pakualaman Yogyakarta kepada Impessa.id menuturkan bahwa ide bermain teatrikal dengan tema kepahlawanan tersebut berawal dari keprihatinan mengingat Yogyakarta telah begitu besar menopang Republik Indonesia di awal-awal kemerdekaannya.

“Yogyakarta adalah negeri yang berdaulat sebelum Republik diproklamirkan, dimana Sultan HB 9 adalah seorang yang cinta Tanah Air, walaupun dia berpendidikan di Eropa sejak kecilnya. Mulai dari kepindahan ibukota Republik ke Yogyakarta, hingga pembentukan jawatan-jawatan kementerian yang semuanya diakomodir oleh Sultan HB 9. Peristiwa yang betul-betul heroik dan menunjukkan semangat patriotisme yaitu ketika berhasil memukul balik propaganda Belanda bahwa Republik dan TNI sudah tidak ada. Aksi Serangan Umum 1 Maret 1949, dengan persiapan yang rapi, untuk menguasai Jogja selama enam jam, berhasil sukses!” ujar Eko bersemangat.

Dikisahkan, dalam situasi yang tidak menentu di Jakarta, setelah Agresi Belanda Pertama maka atas ijin Sultan HB 9, ibukota Republik dipindahkan ke Yogyakarta. Agresi Belanda Pertama itu juga menguasai seluruh daerah-daerah potensial sumber daya alam, sehingga keadaan Republik semakin terjepit. Panglima tertinggi Belanda Simon Spoor, malah melakukan agresi Militer kedua ke Yogyakarta. pada tanggal 19 Desember 1948.

Setelah Pemerintah Belanda membatalkan persetujuan gencatan senjata maka semua angkatan perang RI diperintahkan untuk menghadapi Belanda. Atas perintah Siasat Nomor Satu dari Jenderal Sudirman, TNI dan semua laskar pejuang, membentuk kantong-kantong gerilya. Di Yogyakarta, Letkol Suharto selaku Komandan Brigade 10 Mataram membentuk enam satuan mulai dari Bantul, Sleman Timur, Kulon Progo, Sleman Barat, Gunung Kidul, mengadakan serangan-serangan terhadap markas dan patroli tentara Belanda tatkala malam hari. Adapun Jenderal Sudirman menghindari kejaran Belanda dengan bergerak ke Kediri, hingga ke Pacitan, sambil terus memimpin Perang Gerilya Semesta.

Serangan-serangan TNI dan Laskar Pejuang itu dibalas oleh Belanda, dengan melakukan propaganda bahwa para ekstrimis dan pencuri telah merusak gedung-gedung, dan menyebarkan berita bohong bahwa TNI dan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Secara keji tentara Belanda membunuhi semua yang dianggap telah membantu tentara Republik dan melakukan sweeping terhadap radio-radio yang mengudara. Mengetahui hal itu, Sultan HB 9 selaku Menteri Koordinator Keamanan RI mengusulkan serangan Kilat dan Menyeluruh untuk menangkis propaganda Belanda.

Segera Sultan HB 9 mengirim kurir untuk menemui Jenderal Sudirman yang berada di tengah-tengah hutan di kawasan Pacitan. Yang kemudian ditindaklanjuti oleh Jenderal Sudirman melakukan koordinasi dengan Kolonel Bambang Sugeng di Markas Besar Komando Jawa di Samigaluh, guna mengatur strategi penyerangan besar-besaran sampai berhasil.

Di Markas Divisi 3 di Gunung Sumbing, Kolonel Bambang Sugeng, Kolonel Abdul Haris Nasution dan Kolonel TB Simatupang mengatur siasat serangan kilat yang bersifat umum dan menyeluruh dipusatkan di Yogyakarta, mengingat Yogyakarta mempunyai nilai strategis di dunia internasional. Rencana serangan tersebut bertepatan dengan adanya survei oleh PBB disertai wartawan-wartawan asing yang akan membuktikan propaganda Belanda itu.

Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Suharto menggunakan sandi Janur Kuning tersebut berhasil dan sukses! TNI dan Laskar Pejuang bertempur dengan gigih, dan menguasai Jogja selama enam jam. Berita kesuksesan SO 1 Maret tersiar ke dunia internasional membuktikan bahwa Republik masih ada. Akhirnya Belanda kalah dalam perundingan di Dewan PBB dan harus angkat kaki dari Bumi Indonesia. Penarikan mundur pasukan Belanda dimulai 24 hingga 30 Juni 1949, dan masuklah TNI beserta Laskar Pejuang ke Ibukota Republik Yogyakarta, dibawah kepemimpinan Sultan HB 9 sehingga Kedaulatan RI kembali kepangkuan Ibu Pertiwi. Momen bersejarah itu kini dikenang sebagai peristiwa Jogja Kembali.

Penampilan Komunitas Djogdjakarta 1945 dalam acara penutupan Pameran bersama Tiga Matra TNI masing-masing, TNI AD, TNI AU dan TNI AL di Lapangan Siwa, Taman Wisata Candi Prambanan Yogyakarta, dalam tajuk “Heritage Bersama TNI Dalam Bhakti Budaya Patriot Bangsa” sebagai pengisi liburan akhir tahun bagi pengunjung Candi Prambanan. (Tok)