Feature

Kapan Yogyakarta Memiliki Gedung Pertunjukan Musik Berstandar Dunia ?

Kapan Yogyakarta Memiliki Gedung Pertunjukan Musik Berstandar Dunia ?

Kapan Yogyakarta Memiliki Gedung Pertunjukan Musik Berstandar Dunia ?

Impessa.id, Yogyakarta : Pertanyaan yang menggelitik, Kapan Yogyakarta Memiliki Gedung Pertunjukan Musik Berstandar Dunia? Ada catatan yang tertinggal atas suksesnya perhelatan akbar Festival Musik Rock Internasional JogjaROCKarta 2018 di Stadion Bersejarah Kridosono Kotabaru, yakni belum tersedianya Gedung Pertunjukan Musik Bertaraf Internasional, kontradiksi dengan seringnya musisi-musisi dunia diundang untuk tampil di Yogyakarta.

Hal itu terungkap ketika CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi, selaku promotor JogjaROCKarta berbincang dengan wartawan usai suksesnya perhelatan, Sabtu malam (27/10/19). “Di Yogyakarta sudah tersedia hotel-hotel berbintang yang mampu menampung puluhan ribu wisatawan, destinasi wisata yang beragam mulai dari kuliner, heritage, kerajinan hingga wisata pantai ataupun gunung, tersedia lengkap, hanya saja satu yang belum ada yaitu Gedung Pertunjukan Musik Berkelas Internasional, mampu menampung puluhan ribu penonton secara nyaman dengan standar dunia. Padahal lahan masih tersedia di kabupaten-kabupaten, tinggal goodwill dari Pemerintah Propinsi maupun Pemeringah Kabupaten saja. Kami siap bergandengan tangan untuk itu,” tegas Anas.

Alternatif lokasi pertunjukan Musik Internasional, tatkala mendatangkan artis dunia adalah Stadion Bersejarah Kridosono, yang menurut Anas rencananya akan dialihfungsikan menjadi Taman Kota, sehingga tiada lagi tempat yang layak. Sedangkan ketika mengambil lokasi di Kompleks Candi Prambanan, dengan maksud turut mengangkat Kawasan Heritage itu ke dunia internasional melalui pertunjukan musik, dipersulit dengan peraturan UNESCO. Padahal event musik yang diusung pihak Rajawali Indonesia Communication rutin setiap tahunnya, mampu menghadirkan puluhan ribu wisatawan ke Yogyakarta, dengan efek perekonomian yang luar biasa bagi banyak orang.

Dalam kesempatan jumpa wartawan, Anas mengucapkan terimakasih atas kerjasama yang diberikan lewat tulisan-tulisan pemberitaan yang diunggah ke dunia maya, sehingga menyebar keseantero jagat. “Saya juga menyampaikan rasa senang pihak Megadeth setelah sukses tampil di Yogyakarta, ditengah keramahan penonton yang hangat menyapa, penuh semangat ikut goyang ala rockers mania, konser pertamanya di Indonesia, langsung di Yogyakarta,” tutur Anas.

Grup Band Rock dari Los Angeles, Amerika Serikat, Megadeth, didirikan oleh Dave Mustaine pada tahun 1983, yang dalam perjalannya sempat berulangkali bongkar pasang personil. Formasi terbaru dari band yang telah berusia 35 tahun tersebut yakni, Dave Mustaine (vokal/gitar), David Ellefson (bass), Kiko Loureiro (gitar) dan Dirk Verbeuren (drum).

Selama perjalanannya di industri musik, Megadeth telah meluncurkan 15 album yang telah terjual jutaan copy di seluruh dunia. Beberapa di antaranya album “Killing is My Bussiness And Bussiness is Good!” yang dirilis pada 12 Juni 1985, “Rust in Peace” yang dirilis tahun 1990, “Countdown to Extinction” yang dirilis tahun 1992 “Cryptic Writings” yang dirilis pada 17 Juni 1997,  “Super Collider” yang dirilis pada 4 Juni 2013, serta album “Dystopia” yang dirilis pada 21 Januari 2016.

Saat tampil di Stadion Bersejarah Kridosono Yogyakarta, Megadeth melantunkan 20 nomor lagu masing-masing berjudul, Hangar 18, Threat Is Real, The Conjuring, Wake Up Dead, IMDH, Sweating Bullets, She Wolf, Tornado, Conquer Or Die, Trust, Dawn Patrol, Poison Was the Cure, My Last Words, A Tout Le Monde, Take No Prisoners, Dystopia, Symphony, Mechanix, Peace Sells dan Holy Wars.

Megadeth telah didaulat sebagai The Legend of Thrash Metal Band, atau lebih dikenal dengan sebutan The Big Four yang disandingkan tiga band Thrash Metal lainnya, yaitu Slayer, Metallica dan Antrax. Di tahun 2017, Dave Mustaine Cs berhasil menyabet penghargaan musik paling bergengsi dunia, Grammy Award kategori Best Metal Performance untuk lagunya “Dystopia”. (Tok)