Keraton Ratu Boko Yogyakarta Nan Eksotik Diwarnai Tarian Klasik Nusantara
Impessa.id, Jogja : Tari Sekar Putri yang disajikan oleh Sanggar Arkamaya Sukma dari Jakarta menjadi pembuka Festival Ratu Boko 2018 di pelataran sisi Barat Gerbang Keraton Ratu Boko, Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu malam (22/09). Tarian itu menggambarkan putri cantik yang sedang melakukan ritual keagamaan dihadirkan sebagai Tari Persembahan yang disusun oleh Sanggar Wrehatmala Jakarta dan Gendhing digarap oleh Ciptadi Redipangrawit.
Pementasan berikutnya berupa Tari Golek Mugi Rahayu, disajikan oleh Sanggar Nur Sekar Kinanti dari Surakarta. Tari klasik gaya Surakarta tersebut menggambarkan seorang anak gadis yang menginjak remaja, mulai suka berdandan, bersolek, bersikap lincah, diringi Gendhing Mugi Rahayu. Kedua tarian itu dibawakan oleh komunitas perempuan Indonesia beragam usia dan profesi, yang peduli pada pelestarian warisan budaya bangsa khususnya seni tari klasik.
Tarian ke-tiga berupa Tari Kayungyun oleh Sanggar Arkamaya Sukma Jakarta yang menggambarkan perasan jatuh cinta kepada apapun sebagai karunia Tuhan, baik itu kepada seseorang, kepada benda-benda, kepada alam bahkan jatuh cinta pada kehidupan. Tari Kayungyun berpijak pada tari klasik gaya Surakarta, disusun oleh Setiaji dan penata gerak oleh Martini Brenda.
Festival Ratu Boko hari pertama ditutup oleh Sendratari berjudul Tirta Amerta, Api Keabadian bersama Sanggar Tari Saraswati KPB Purantara Yogyakarta berkolaborasi dengan Komunitas Seni Sudhalango dan mahasiswa Institut Seni Indonesia - ISI Yogyakarta. Sendratari Tirta Amerta dengan iringan gamelan khas Bali yang begitu meriah, rancak dan dinamis menghidupkan suasana malam nan hening di puncak perbukitan Boko dengan sisa-sisa petilasan Keraton Ratu Boko-nya yang tetap terjaga dan dihidupkan lewat Festival tersebut.
I Ketut Ardana selaku Koordinator Garapan secara singkat menuturkan. “Inti cerita, Tirta Air Suci Amerta yang tersimpan di tengah-tengah samudera luas hanya dapat didapatkan melalui persatuan, kebulatan tekat dan kepercayaan batin, yang diwujudkan lewat gerak tarian heroik para Dewa dan Raksasa bersama-sama mencari Air Keabadian guna kesejahteraan bersama. Setelah bejana berisi Amerta ditemukan, para Raksasa berupaya merampasnya namun berhasil digagalkan oleh para Dewa,” jelasnya.
Sendratari Tirta Amerta digarap oleh I Ketut Ardana dengan Dalang I Putu Ardiyasa dan koreografer Ni Kadek Rai Dewi Astini bersama I Nyoman Triana Usadi didukung oleh para asisten.
Direktur Pemasaran dan Pelayanan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (Persero), Ricky SP Siahaan menjelaskan tujuan Festival Ratu Boko yang berlangsung dua hari berturut-turut, Sabtu dan Minggu, 22-23 September 2018. “Kami ingin untuk terus menjaga, melestarikan serta menggairahkan seni tari di Yogyakarta, pada khususnya, dan di Nusantara pada umumnya, serta untuk menarik wisatawan berkunjung ke Keraton Ratu Boko Yogyakarta,” ujarnya.
Agenda hari kedua, Minggu mulai sore hingga selesai, menyajikan Tari Kreasi Nusantara dan Tari Garapan Pasar Ting keduanya dibawakan oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni UNY, dan sebagai penutup Ratu Boko Festival 2018 berupa Sendratari Kontemporer Sumunaring Abhayagiri diperagakan oleh mahasiswa FBS UNY. “Sendratari Sumunaring Abhayagiri mengisahkan Raja Pancapana yang dalam kegelisahannya meninggalkan istana untuk menemui rakyatnya di seluruh penjuru negeri. Pancapana ingin memberikan semangat dan menolong rakyatnya yang menderita,” ungkap Roswita selaku penanggungjawab acara.
Harga tiket masuk untuk Kelas Festival 50-ribu Rupiah, sudah termasuk harga Tiket Masuk ke Keraton Ratu Boko. Sedangkan untuk Tiket Khusus tersedia 200 kursi di setiap hari pertunjukannya seharga 150-ribu Rupiah, Adapun tiket terusan untuk pertunjukan dua hari berturut-turut tiketnya seharga 250-ribu Rupiah. Selama perhelatan Festival Ratu Boko, tersedia pula gerai kuliner khas lokal dan gerai kerajinan hasil karya warga masyarakat setempat. (Tok)