Pameran PASAR MALAM, NIGHT MARKET, Di Pendhapa Art Space, Yogyakarta, 14-28 Mei 2025
Impessa.id, Yogyakarta: Sebanyak 15 seniman Indonesia-Australia, menggelar pameran seni rupa terbuka untuk umum, dalam tema PASAR MALAM, NIGHT MARKET, bertempat di Pendhapa Art Space Ringroad Selatan, Dongkelan, Yogyakarta, pada 14-28 Mei 2025. Seniman yang terlibat yakni, Alfin Agnuba, Amina McConvell, Enka Komariah, Ida Lawrence, Ipeh Nur, Jumaadi, Leyla Stevens, Malcolm Le Smith, Prihatmoko Moki, Restu Ratnaningtyas, Rizki Maulana, Rudi Hermawan, Tamarra, Timoteus Anggawan Kusno, dan Tobias Richardson.
Tidak mudah untuk membuat kolaborasi pameran grafis diatas kertas berskala besar, 150 Cm x 2 Meter, dari dua kultur yang berbeda, katakanlah antara Krack! Studio Yogyakarta, Indonesia dengan 16albermarleproject Sydney, Australia. Bagi tim produksi yakni Krack! Studio Jogja, dalam hal ini, Alfin Anugba dan Rudi Hermawan, keduanya selaku printmakers yang bertugas mengawal produksi, mulai dari file gambar yang masuk sampai hasil produksinya dipamerkan di ruang gallery.
Menarik jika disimak lebih detail, begitu karya sudah dipamerkan di ruang Gallery, berarti telah terjadi kompromi yang saling dihormati diantara kedua belah pihak yang melakukan kolaborasi. Betapa tidak, dari bahan atau materi kertas saja sudah terjadi perbedaan standar kualitas, demikian halnya dengan cat, papan, lem, selotip, semua disepakati untuk mampu bertahan menjaga kualitas karya tetap terjaga prima, karena setidaknya selama tiga tahun karya-karya yang diproduksi itu di-touring-kan ke berbagai kota, baik di Indonesia maupun di Australia.
Hal itu terkuak ketika Impessa.id menemui Alfin Agnuba, salah satu tim produksi, disela-sela berlangsungnya pameran bertajuk “Pasar Malam-Night Market” yang berlangsung di Pendhapa Art Space Yogyakarta, Rabu (14/5/2025). Bagi Alfin Anugba dan Rudi Hermawan, selaku printmaker dalam tim produksi, menghadirkan karya grafis dalam skala besar menjadi tantangan tersendiri, dimana produksinya berlangsung sejak 2024, membuat 15 karya dari 15 seniman, dengan ukuran besar, membutuhkan tempat kerja, peralatan, bahan dan situasi ruangan yang khusus, mengingat beban kerjanya menjadi sangat berat.
“Malcolm mempercayakan kerja produksi itu kepada kami untuk menyelesaikan 15 karya berukuran besar dan setiap karya masing-masing sebanyak tujuh duplikat, dimana empat edisi untuk kebutuhan transaksi, jual-beli, kemudian dua artis proof, kepemilikannya untuk seniman dan Krack sebagai penyelenggara serta sartu exhibition print yang sedang kita pamerkan disini. Karya yang dipamerkan ini memang dipersiapkan untuk Tour Exhibition,” ungkap Alfin.
“Secara konsep, ‘Pasar Malam’ itu bisa terjadi dimana-mana, disetiap kota ada, tetapi secara kemungkinan orang-orang yang terlibat di ‘Pasar Malam’ secara komunitas orangnya ya itu-itu saja, mereka saling terkoneksi antar kota satu dengan kota lain, daerah satu dengan daerah lain, sebenarnya mereka sama, mereka berpindah, mereka mengemasi, kemudian menggelar Pasar Malam lagi, mengemasi lagi, pindah jadwal lagi, nah kami menduplikat sistem seperti itu,” jelas Alfin lebih lanjut.
“Ini pertama kali pertunjukannya di Jogja, lalu ada rencana di Indonesia itu touring, yang paling dekat dan sudah pasti itu di Galerry Semarang, bulan Juli 2025, untuk beberapa kota lain sedang dalam konfirmasi, setelah di Indonesia selesai, kami melanjutkan tour ke beberapa daerah di Australia yang sudah dikoordinir oleh Malcolm,” imbuhnya.
Tantangan yang dihadapi Alfin dan Rudi ketika menjadikan karya berskala besar, ternyata sangat menantang, antara lain, “File karya yang diserahkan oleh seniman kami tidak bisa ngontrol ukuran atau resolusi gambarnya, kalau seniman itu paham grafis maka dia membuat file gambar dengan resolusi yang besar. Tetapi bagi seniman yang belum paham dia hanya men-digital-kan gambar dengan ukuran kecil, sehingga kami melakukan upaya ekstra melalui skill tambahan”,
“Saya sempat bertanya ke teman-teman seniman grafis di berbagai kota, untuk karya silkscreen atau sablon atau grafis berbasis kertas dengan ukuran 150 Cm x 2 Meter, apakah pernah ada di Indonesia? Mereka mengaku belum pernah menemui kalau untuk medium kertas, tapi dengan medium kain itu banyak ditemui di Klaten, di Solo, pada industri sablon. Untuk itu saya berani menyimpulkan bahwa ini yang pertama di Indonesia, teknik sablom ber-medium kertas, berukuran besar yang variative,” aku Alfin.
Lebih lanjut Alfin menambahkan, “Mengingat ke-15 karya-karya berskala besar itu di-touring-kan, maka dipersiapkan bahan secara selektif, tahan terhadap gangguan, tidak mudah rusak, semisal, kertas yang digunakan harus acid-free, tahan jamur, demikian halnya untuk papan, lem, selotip, itu semua agar kualitas karya, intensitas gambar dan warna tetap terjaga. Demikian halnya terkait packaging, kami siapkan peti khusus, karena akan terjadi bongkar pasang di setiap pameran berlangsung selama touring tersebut.”
Ketika dikonfirmasi Impessa.id, Malcolm Le Smith, selaku Manajemen Produksi, menuturkan, “Pameran ini muncul dari hasil diskusi oleh anggota 16albermarleproject di Sydney, Australia, dan mereka tertarik untuk kolaborasi dengan Krack! Studio Yogyakarta, menggelar pameran keliling dari satu kota ke kota lain, di Indonesia dan di Australia. Kami akhirnya memutuskan membuat tema ‘Pasar Malam’, karena ‘Pasar Malam’ juga berkeliling dari kota ke kota di Indonesia, dan pameran ‘Pasar Malam’ ini juga akan kelilling di beberapa kota di Australia di tahun 2026. Setelah pameran di Pendhapa Art Space Yogyakarta selama dua pekan, maka pameran ‘Pasar Malam’ lanjut menuju ke Semarang,” ujar Malcolm.
Dalam pameran ini, Krack mengundang 17 seniman yang kesemuanya merespon pada tema “Pasar Malam”. Ada beberapa seniman yang membuat ‘Rumah Hantu’, dan ada juga yang membuat ‘Tong Setan’, yang membuat “Pasar Malam” ini berbeda dengan “Pasar Klitikan” dan ‘Pasar Sentir” atau “Pasar Spooky” yang ada di Parangkusumo, ataupun “Pasar Barbek” di Beringharjo. Bahkan ada seniman yang merespon dengan lebih luas lagi, tentang kehidupan malam, keremangan malam, namun yang jelas didalam pameran ini ada banyak perspektif yang berkaitan dengan Pasar Malam.
16albermarleproject Sydney telah bekerjasama dengan Krack! Studio Jogja sejak 2013, menurut Malcolm, Jogja memiliki Komunitas Seniman yang sangat kuat, di Jogja ada Sekaten, Pasar Malam yang sudah terkenal. Sementara pilihan Semarang dikarenakan saat membuat project ini tahun 2024, banyak proposal kerjasama dari Semarang yang masuk, sehingga menjadi pertimbangan tersendiri untuk berkolaborasi dengan seniman disana yang telah merespon bagus.
Dalam kesempatan itu, pematung nasional DUNADI, yang dtemui Impessa.id di sela-sela berlangsungnya pameran menilainya sangat bagus. “Pameran seni rupa dengan tema Pasar Malam ini sangat bagus, ide-idenya bagus, visualnya bagus, pengangkatan kronologis tentang ‘Sekaten’ juga bagus, mulai dari tradisi hingga budayanya diungkapkan oleh Krack secara detail,” ungkap Dunadi.
Lebih lanjut Dunadi mengatakan, “Secara teknis, ini kan sablon, printing, kebanyakan seniman di Krack adalah orang-orang grafis. Sehingga ini merupakan karya seni yang bisa di produksi, bisa dicetak, mirip dengan patung, Ini karya yang berkelanjutan, ada episode-nya, jadi di produk tujuh, yang empat dijual, yang tiga untuk koleksi pribadi, untuk komunitasnya,” jelasnya.
Rudi Hermawan dengan karya berjudul “Mystical Object” mengisahkan dunia mistis yang mewarnai kehidupan “Pasar Malam”. “Pengalaman ketika masih sekolah nonton ‘Pasar Malam’ cukup mencekam, saat melihat benda-benda yang berbau mistis, seperti demo ‘Buluh Perindu’, kemudian khasiat ‘Batu Giok’, ‘Pring Pethuk’, dan berbagai ‘Ajimat’. Bahkan yang mengerikan yaitu sewaktu melihat atraksi ‘Debus’ dari Banten, ada adegan penyayatan golok tajam ke lehernya sendiri, sampai berdarah-darah, namun pelaku tetap tenang dan setelah diusap, maka luka itu hilang begitu saja tanpa bekas. Semua yang saya alami itu tertuang didalam karya saya ini,” tutur Rudi.
“Pasar Malam” di Jogja, identik dengan hal-hal yang berbau horror, serba menakutkan, dan menyeramkan, sebagai ajang uji nyali dan keberanian seseorang. Karya-karya dalam pameran “Pasar Malam” banyak merujuk pada mistisisme, mitologi, dan ritual; menggambarkan pesona gelap “keliyanan”. Bagi sebagian seniman, pameran “Pasar Malam” menceritakan kisah-kisah yang selama ini disembunyikan dari narasi nasional; bagi sebagian lainnya, pameran ini tentang mengejar apa yang mereka yakini benar di tengah dunia yang meyakini sebaliknya; bagi sebagian lagi, pameran ini berarti memetakan medan gelap dunia batin atau psikologis kita. Setiap masyarakat memiliki versi Pasar Malam sendiri; sebuah ruang ambang yang menyimpan rahasia dan kenikmatan terlarang.
Selaras dengan pasar malam yang liar, misterius, dan rawan, pameran ini dirancang untuk menghadirkan pengalaman yang imersif. Pengunjung akan menjelajahi ruang yang sesak dan penuh warna, di mana 15 seniman menghidupkan kesan pasar malam yang kaotis dan permisif. Pintu masuk akan dijaga oleh sebuah loket dan lampu warna-warni, serta untaian bendera yang memancing pengunjung untuk masuk ke dalam kegelapan. Suara riuh wahana, semrawut celoteh pedagang dan pengunjung, serta musik eksperimental Indonesia akan berpadu dalam sebuah soundscape yang diciptakan khusus untuk memperkuat suasana.
Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi: Krackstudio.com, Email: studiokrack@gmail.com, Instagram: @krackstudio. (Feature of Impessa.id by Krack! Studio/Antok Wesman-Impessa.id)