Pameran Seni Rupa GEMAH RIPAH, Di PSBK Yogyakarta, Ekspresi Kegembiraan Seniman Memasuki Tahun 2025
Kapolda DIY Suwondo dan Butet Kertarejasa saat pembukaan pameran seni rupa GEMAH RIPAH, di PSBK Yogyakarta, Jum'at (17/1/2025)
Impessa.id, Yogyakarta: Pameran seni rupa menampilkan karya llukisan dari 61 perupa Jogja, berjudul GEMAH RIPAH berlangsung di Padepokan Seni Bagong Kusudiardja -PSBK, Kembaran, Bantul, Yogyakarta, pada 17-19 Januari 2025, untuk mewarnai Tahun 2025 sekaligus menyambut Pidato Kebudayaan Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 28 Januari 2025.
Butet Kertarajasa selaku inisiator pameran seni rupa “Gemah Ripah” menyatakan, “Pameran ini mengekspresikan ke-gemah-ripah-an semua seniman yang berkarya yang selama ini sering di-aniaya dalam hidup yang spekjulatif, supaya menjadi gemah ripah atau hidup makmur sesungguhnya, mengingat beberapa kolektor hadir mendampingi Kapolda DIY Suwondo,” tukas Butet.
Kepada para kolektor yang hadir, Butet menyampaikan ketegasan untuk jangan ragu-ragu untuk membuktikan di pameran ini ada tesis di sektor kebudayaan bahwa negeri ini adalah negeri yang gemah ripah, dan senimannya menikmati gemah ripah itu.
Dalam sambutan pembukaan jelang pembukaan pameran, Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan, S.I.K., M.H mengenalkan tamu dari Jakarta, dua pengusaha besar dan seorang ahli IT yang siap membantu para seniman di Jogja, agar karyanya tidak dijiplak oleh orang lain.
Kapolda DIY Suwondo sempat mengungkapkan bahwa di tahun 2024, kondisi Jogja aman sehingga Pendidikan dan kegiatan seni budaya berjalan baik. “Investasi utama di Yogyakarta adalah keamanan dan kenyamanan, karena Jogja hidup dari dua industri yang paling besar, yakni industry budaya-pariwisata dan industri pendidikan. Kedua ini harus menghadirkan orang, tidak ada yang mau hadir ke Yogyakarta, kalau situasinya gak aman dan gak nyaman, semoga gemah ripah loh jinawi dapat terwujud,” tuturnya.
Seniman Yuswantoro Adi menampilkan lukisan berjudul “Plural Yang Menyenangkan” acrylic on canvas berukuran 50x50 Cm terdiri dari empat canvas. Kepada Impessa.id dirinya menuturkan makna daei judul karyanya itu. “Indonesia itu plural dan dia menyenangkan, sayangnya banyak orang salah terjemah Bhineka Tunggal Ika, karena tertipu dengan kata Ika yang dekat dengan Eka, seolah-olah itu negasi, berbeda tapi satu, itu gak ada negasi, kita itu berbeda, itu bahasa sansekerta yang artinya itu atau iku, jadi berbeda itu, tunggal itu, dua-dua nya adalah entitas yang bisa sendiri-sendiri, bisa dimainkan secara bersama, nah kita sering salah terjemah, Oke, kamu boleh berbeda tapi kamu harus begini supaya menjadi bagian dari aku. Jadi seolah-olah kita itu harus disamakan supaya perbedaannya tidak kentara. Padahal justru perbedaan itulah ya cukup, biar seperti itu, pisah-pisah aja gak apa, nanti ketika disatukan ini jadi Indonesia. makanya saya menggambarkannya, empat gadis kecil yang berbeda, empat gadis yang berwarna, saya satukan, ya tetap menyatu kan,” ungkap Yuswantoro Adi.
Sementara itu perupa Bambang Herras memajang lukisan berjudul “Jiwa Ksatria” dan kepada Impessa.id dirinya menjelaskan arti serta maksud karyanya tersebut. “Saya merespon tentang kondisi hariu ini, dimana segala sektor lini saya rasa mulai terjadi degradasi, sehingga dituntut adanya jiwa ksatria dalam melihat kondisi bangsa dari pemimpin yang berkarakter, peduli terhadap bangsa ini supaya kedepannya bangsa ini mempunyai generasi yang berkualitas,” ujarnya.
Kemudian seniman Joko Gundul dengan lukisan berjudul “Kamulyan” ketika dikonfirmasi Impessa.id dirinya mengungkapkan, “Sebagai laki-laki ini kita harus bekerja, untuk mendudukkan sebagai laki-laki, harus bekerja, baik kerja keras maupun kerja cerdas, disitu sebenarnya menjadi laki-laki yang mulia itu seperti itu, divisulakan dengan makan ketela bakar bersama disawah, setelah panen, dipadu adanya sosok Ngarsodalem yang duduk di singgasana, semua itu dimaknai sebagai kamulyan,” ujar Joko Gundul.
Pelukis perempuan Novi Suwondo menampilkan lukisan berjudul “Bermain Di Pasar Kangen”, acrylic on canvas berukuran 80x60 Cm, dan kepada Impessa.id Novi Suwondo menuturkan bahwa dirinya begitu terkesan dengan perhelatan Pasar Kangen. “Sudah yang kedua-kalinya Wiwitan Pasa digelar di Polda, saya terkesan dengan kesederhanaan, kemeriahannya, bahwa bahagia itu sederhana, berkunjung ke Pasar Kangen saja sudah bahagia banget, mulai dari jajan, ketemu dengan seniman-seniman lukis, makanya judulnya Bermain Ke Pasar Kangen, dimana ada Pasar Kangen, biasanya saya samperin,” akunya jujur.
Dalam pada itu, seniman Diah Yulianti memajang karya lukisannya berjudul “Mother is Wind”, acrylic on canvas berukuran 90 x 65 cm, karya tahun 2015. Kepada Impessa.id Diah mengungkapkan bahwa cinta, kasih sayangnya Ibu teramat dalam, seluas samudra yang melampaui kata kata. Cinta kasih Ibu bersinar cahaya, kasih yang di berikan seorang Ibu seperti udara tak terhingga. Judul “Mother is Wind” memiliki metafora yang kuat. Ibu adalah eksistensi dari alam itu sendiri. Ibu itu sakti dan perwujudan energi tertinggi, yang tak lekang oleh waktu. Cinta yang tanpa pamrih, ketulusan, kemuliaan, keikhlasan, keunggulan dan martabat. Sosok yg tak tergantikan, penuh kasih dan pengorbanan. Harfiahnya sebagai orangtua perempuan yang melahirkan dan merawat anak,memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai dalam kehidupan anak-anaknya. Cinta yang memenuhi kalbu kita yang menopang kita melewati masa-masa sulit dan yang selalu mengingatkan berulang-ulang kali tanpa jemu di setiap kata dan doa Ibu, memiliki mantra yang mendalam, dan bisa membawa perubahan besar dalam kehidupan anak-anaknya.
Seniman yang berpartisipasi masing-masing, Ade Jasli, Agus Noor, Al Makin, Ampun Sutrisno, Andi Eswe, Astuti Kusumo, Ayu Rika, Bambang Heras, BenkBenk Pramudiyanto, Budi Kustarto, Budi Ubrux, Bunga Jeruk, Butet Kartaredjasa, Chryshnanda Dwilaksana, Desy Gitary, Diah Yulianti, Dona Prawita, Dyan Anggraeni, Edi Sunaryo, Ekwan, Erica, Hari Budiono, Hasoe, Iqi Qoror, Ivan Sagita, Iwan Yusuf, Joko Gundul, Jumaldi Alfi, Katirin, Laila Tifah, Ledek Sukadi, Lucia Hartini, Mahdi, Melodia, Meuz Prast, Nasirun, Novi Suwondo Nainggolan, Nyoman Ateng Adiana, Ong Hari Wahyu, Pupuk DP, Putu Sutawijaya, Ridi Winarno, Rifzika, Rismanto, Sigit Santosa, Sopono PR, Sri Lestari Pujiastuti, Subandi Giyanto, Subroto SM, Susilo Budi Purwanto, Suwarno Wisetrotomo, Tere Sitompul, Titus Libert, Tulus Warsito, Wayan Cahya, Whani Darmawan, Yaksa Agus, dan Yuswantoro Adi..(Feature of Impessa.id by Antok Wesman)