Feature

Kiprah ANGGREK ASTUTI JOGJA Agar Publik Mencintai Anggrek Aseli Nusantara

Kiprah ANGGREK ASTUTI JOGJA Agar Publik Mencintai Anggrek Aseli Nusantara

Kiprah ANGGREK ASTUTI JOGJA Agar Publik Mencintai Anggrek Aseli Nusantara

Impessa.id, Yogyakarta: Indonesia menjadi rumah bagi lebih dari 5.000 spesies anggrek, menjadikannya negara kedua setelah Brasil dalam hal keanekaragaman anggrek. Tentu saja, jika disandingkan luas wilayah Brazil 8 kali lipat lebih besar dari wilayah Indonesia. Namun Indonesia mempunyai lebih dari separuh jumlah genus anggrek yang ada di dunia, yaitu sekitar 500 jenis genus dari 800 genus.

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang paling populer dan banyak diperdagangkan secara global, baik sebagai bunga potong maupun tanaman pot. Pasar anggrek yang besar mencakup berbagai negara, dengan Thailand, Taiwan, dan Belanda sebagai produsen utama, serta Amerika Serikat dan Eropa sebagai pasar terbesar. Nilai bisnis anggrek dapat dibandingkan dengan industri fashion atau kosmetik, di mana estetika, inovasi, dan tren konsumen memainkan peran kunci dalam pertumbuhan dan kesuksesan pasar.

Anggrek-anggrek hibrid yang terkenal cantik dan menawan seperti Dendrobium, Phalaenopsis, dan Vanda adalah jenis anggrek populer saat ini yang bibit dan tanaman dewasanya masih di impor dari Thailand dan Taiwan. Mother plant atau indukan dari genus-genus tersebut berasal asli dari Indonesia. Dengan modal itu seharusnya Indonesia mempunyai potensi sangat besar untuk menjadi salah satu produsen anggrek besar di dunia bersanding dengan Thailand, Taiwan, dan Belanda, jika ada peningkatan infrastruktur teknologi budidaya, dukungan kebijakan pemerintah, investasi dalam penelitian, pengembangan teknik kultur jaringan, perlindungan spesies asli, serta promosi pasar internasional. Dengan memanfaatkan kekayaan biodiversitasnya dan meningkatkan keterampilan petani, Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam bisnis anggrek global.

Contoh kekayaan Indonesia, dendrobium bersejarah Kimilsungia, merupakan dendrobium hibrid yang diberikan Presiden Soekarno kepada Presiden Korea Utara Kim Il Sung, sebagai simbol persahabatan abadi antara kedua negara. Dendrobium Kimilsungia adalah silangan dari dendrobium Ale ale kai x Lady Pomadour. Keduanya merupakan hasil silangan dari Dendrobium phalaenopsis atau Larat, yang hanya ditemukan di pulau Larat di kepulauan Tanimbat. Hampir semua jenis dendrobium yang berbentuk bulat dan berwarna ungu, putih, dan merah muda mempunyai gen Den. Larat. Begitu juga dengan berbagai jenis hibrida terkenal yang di produksi oleh Thailand seperti Den. Burana Jade Lasianthera, Jack Concert Red Twisted, dan Banana Royal.

Phalaenopsis atau anggrek bulan yang berwarna-warni, berukuran bunga besar, dan berkuntum banyak, yang menjadi salah satu anggrek terfavorit di dunia hampir bisa dipastikan mempunyai gen dari Phal. amabilis yang persebarannya banyak ditemukan di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sebagai contoh Phal. Dpts. Fuller’s Crab adalah hasil hibrida dari Dtps. Hong Piin Star x Dtps. Leopard Pince, dua-duanya mempunyai gen Phal. ambilis.

Kekayaan Indonesia akan biodiversitas anggrek merupakan aset berharga yang seharusnya membuat kita semua bangga. Dengan lebih dari 5.000 spesies anggrek asli, potensi ini dapat dikembangkan untuk menjadi sumber kesejahteraan melalui pengembangan industri anggrek yang berkelanjutan. Melalui inovasi, pelestarian, dan promosi di pasar global, anggrek Indonesia dapat menjadi produk unggulan yang memperkuat identitas budaya kita, juga meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Meskipun anggrek masih tetap punya tempat dihati masyarakat, umumnya bagi orang-orang tua, Namun kini, anggrek menjadi semakin kurang popular dikalangan anak-anak muda, dan persepsi serta konsepsi bahwa anggrek kurang diminati oleh masyarakat muda dikarenakan anggrek merupakan tanaman yang sulit hidup, rewel dalam perawatan, sulit berbunga dan mahal. Untuk itulah maka hadirlah Anggrek Astuti Jogja yang mulai di inisiasi pada September 2021, dan mulai terbuka untuk umum pada Januari 2022.

Hananda Hutami Putri, Founder and Director of Anggrek Astuti Jogja yang beralamatkan di Jalan Kaliurang KM 17 Sukunan-Pakem-Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, IG: anggrekastutijogja, menuturkan bahwa semangat awal terbentuknya Anggrek Astuti Jogja adalah mencoba mengaktualisasikan anggrek yang sudah mulai outdated.

(Hananda Hutami Putri)

“Persepsi dan konsepsi tentang anggrek yang sulit diatas harus kami perbarui dengan logika bahwa anggrek adalah tanaman tropis, dan Indonesia mempunyai lebih dari 5000 jenis species anggrek. Itu mencover populasi jenis anggrek kedua terbanyak di dunia setelah Brazil yang luas daratannya 8 kali lebih besar dari Indonesia. Secara logis anggrek tentu saja dapat hidup dengan sangat mudah di Indonesia yang merupakan habitat aslinya. Ini berbanding terbalik dengan misalnya menumbuhkembangbiakkan tulip di Indonesia yang jelas membutuhkan banyak persyaratan khusus untuk dapat hidup karena agro klimat Indonesia yang tidak seperti habitat aslinya di Belanda”.

Dikatakan, “Anggrek Astuti Jogja pada awalnya ingin memperbaiki konsepsi diatas dengan cara memberikan edukasi yang baik tentang anggrek kepada siapa pun yang ingin mulai memelihara terutama pada kalangan muda. Edukasi ini tidak hanya mengenai perawatan tanaman saja, namun kami juga terus berekperimen dengan media-media tanam baru yang mengikuti gaya hidup masa kini yang semakin lama semakin terbatas, small dan fast living.”

"Maka dari itu kami tidak pernah menyebut Anggrek Astuti Jogja sebagai taman anggrek atau nursery, melainkan rumah dan galeri anggrek. Menjadi tempat untuk kami dan semua orang untuk bersama-sama mengembangkan ide dan gagasan baru tentang anggrek. Berawal dari pemikiran diatas semakin kami tumbuh, kami belajar banyak hal, dan semakin mengenal anggrek secara mendalam, semangat nasionalisme kami juga semakin tergugah. Banyak nya data yang menunjukan kekayakan anggrek nusantara membuat kami semakin larut dalam semangat untuk mengobarkan dan menyebarkan berita tentang anggrek sebagai National Treasure yang merupakan kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Dimana keberadaannya harus dilindungi, dicintai, dan terus dikembangkan,” imbuh Hananda lebih lanjut.

Anggrek Astuti Jogja adalah sebuah laboratorium kreativitas yang menitikberatkan kepada Anggrek dan eksplorasinya. “Saat ini kami berusaha terus mengkampanyekan anggrek sebagai Kebanggaan Nasional. Kami di Anggrek Astuti Jogja mencoba untuk bereksperimen dengan anggrek, sehingga tidak hanya menjadi komoditas nasional saja, namun juga sebagai karya seni dan produk budaya yang setara dengan bonsai, batik, dan keris. Kekayaan anggrek asli Indonesia yang luar biasa,” ujarnya.

“Dengan semangat diatas, dipertemukan dengan orang dan waktu yang tepat, kami mulai perjalanan perjuangan kami dengan mencoba untuk membuat karya seni berbasis Anggrek. Konsep yang ingin diangkat adalah menyuarakan kembali anggrek-anggrek asli Indonesia dan turunannya sehingga lebih mendapatkan perhatian masyarakat dan juga pemerintah,” jelasnya.

Pada bulan Juni 2024 Anggrek Astuti Jogja mendapatkan kabar bahwa Istana Negara Yogyakarta mulai terbuka untuk umum melalui program ISTURA (Istana Untuk Rakyat) yang kemudian mengirimkan surat permohonan audiensi dengan maksud agar dapat menyelenggarakan pameran di Istana Negara Yogyakarta.

Menurut Hananda, Istana Negara Yogyakarta menjadi pilihan untuk menggelar pameran anggrek memang tidak biasa. Namun hal itu juga disebabkan pameran anggrek mereka pun juga tidak biasa. Baginya Istana Negara Yogyakarta adalah tempat yang tepat agar hal-hal yang mereka perjuangkan dapat didengar terutama oleh pemangku kebijakan dengan baik. Teriakan mereka tentang anggrek sebagai kebanggaan nasional akan terdengar dengan keras dan lantang.

Ternyata Istana Negara Yogyakarta merespon positip dan mereka berangkat dengan persiapan matang, Hananda didampingi Dian selaku manager Anggrek Astuti Jogja dan juga Kusumo menuju ke Istana.

“Sambutan yang kami terima ternyata hangat dan ramah. Ide-ide kami juga diterima dengan baik, menurut Kepala Istana Deni Mulyana keberanian kami untuk mengirim surat permohonan audiensi adalah langkah berani dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Menurutnya ini adalah salah satu keberhasilan dari program ISTURA – Istana Terbuka Untuk Rakyat, selaras dengan aturan-aturan protokoler kenegaraan yang mengikat. Pameran ini adalah pemeran terbatas, yang hanya bisa dinikmati dan dilihat oleh tamu-tamu kenegaraan saja. Kami, Ibnu Rochman, tattotangiawan, Malik Priambada, Sri Sugiyanti, Bawanta Eka Jamaan, Firmansyah Jauhari, Setio Nur Cahyo, memulai pengerjaan di Istana tanggal 14 Agustus. Namun untuk persiapan sebelumnya, kami membutuhkan waktu hampir 1 bulan untuk merangkai lumut dan tanaman-tanaman lainnya sehingga memudahkan pemasangan di Istana,” ungkap Hananda.

Pameran karya tersebut berlangsung pada HUT ke 79 Kemerdekaan Indonesia sampai tanggal 26 Agustus 2024, di Gedung Agung dan acara tersebut sukses, banyak tamu undangan upacara melakukan foto-foto selvie dan juga berkomentar. “Bagi kami itu cukup, karena dengan begitu paling tidak kami menaikkan awareness terhadap anggrek itu sendiri,” aku Hananda singkat.

Kemudian mendekati tanggal 26 Agustus pihak Anggrek Astuti Jogja mengirim surat audiensi ke Benteng Vredeburg, untuk melanjutkan pameran karya di Benteng Vredeburg bertepatan dengan digelarnya Vredeburg Fair, 4-8 September 2024. “Tujuan kami adalah agar karya instalasi anggrek kami bisa terbuka untuk umum dan dapat dinikmati oleh semua kalangan, Surat audiensi kami diterima dan disambut baik.

“Masih dalam semangat yang menggebu-gebu setelah kehadiran Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana di Gedung Agung Yogyakarta, kami mulai memindahkan karya yang lebih rumit dari yang kami perkirakan. Rencana kami pada waktu itu hanya membongkar sebagian karya lalu mengangkatnya kedalam mobil pick up terbuka menuju Benteng Vredeburg. Pilihan lokasi kami di Benteng adalah di Taman Barat, Uutara Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Kami hanya berdelapan, dua diantaranya perempuan termasuk saya. kami ternyata mampu melakukan pemindahan tersebut dengan susah payah, sempat bikin macet jalan Malioboro, pemindahaan dan melakukan penataan hingga jam 2 dini hari, dan dilanjutkan beberapa hari kedepan. Di Benteng Vredeburg ada beberapa program yang kami lakukan diantaranya, bazaar, workshop dan kampanye pengenalan anggrek nasional. Masyarakat dapat melihat dan mengamati dari dekat. Harapan kami pertama akan tumbuh dari ketidaktahuan adalah rasa penasaran, yang sudah punya rasa penasaran lalu akan menumbuhkan rasa suka terhadap anggrek, yang sudah suka akan mempunyai rasa kecintaan lebih, yang sudah cinta akan bangga terhadap anggrek-anggrek nusantara. Dari rentetan panjang itulah tujuan kami manifestasi membuat anggrek menjadi kebanggaan nasional hanya dengan satu jepretan selvie pengunjung,” jelasnya secara panjang lebar.

Anggrek Astuti Jogja selanjutnya mengambil langkah menuju “Yogyakarta International Orchid and Art Festival 2026”, upaya mengharmonisasikan anggrek dan seni rupa. Memajang anggrek selain sebagai komoditas juga sebagai karya seni yang bernafas, hidup, dan tumbuh. Keindahan anggrek-anggrek nusantara layak menghiasi halaman-halaman rumah warga, serta berhak untuk berpamer keindahan di ruang-ruang galeri seni di seluruh dunia. Bunganya akan selalu dinanti, daunnya yang hijau dan segar akan selalu menjadi obat untuk mata-mata yang lelah, akar-akarnya yang saling bertaut kuat mencengkeram akan selalu menjadi simbol dari keinginan kuat anggrek untuk terus hidup dan melanjutkan kehidupan.

Tahun 2025, Anggrek Astuti Jogja siap menyelenggarakan versi mini atau prototipe dari “Yogyakarta International Orchid and Art Festival 2026” guna memperlancar cita-cita besar di tahun 2026. Semua itu membutuhkan banyak sekali dukungan dari berbagai pihak, baik pencinta, pemerhati, pebisnis, dan penghobi anggrek, para seniman, akademisi, dan juga pemerintah. (Feature of Impessa.id by Hananda Hutami Putri-Antok Wesman)