Tari SUUN karya Putu Arista Dewi dan IN CYCLE karya Siti Alisa, Tampil Minggu Malam, 21 Januari 2024 di Studio Banjarmili Yogyakarta
Tari SUUN karya Putu Arista Dewi dan IN CYCLE karya Siti Alisa, Tampil Minggu Malam, 21 Januari 2024 di Studio Banjarmili Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta: Sukses di hari pertama pentas Indonesia Festival Dance, Lawatari Yogyakarta, pada Sabtu, 20 Januari 2024, maka agenda di hari kedua, Minggu, 21 Januari 2024, dimulai pukul 10:00-11:30 WIB berupa Masterclass Metode Latihan Martinus Miroto, bersama Pengampu: Agung Gunawan (penari) dan Anter Asmorotedjo (koreografer) bertempat di Studio Banjarmili Yogyakarta. Kemudian ditempat yang sama pada pukul 19:00-22:00 WIB berupa pertunjukan dan bincang karya “Suun” oleh Putu Arista Dewi, dan “In Cycle” oleh Siti Alisa.

Tari “Suun” karya Ni Putu Arista Dewi mengangkat relasi perempuan dan kuasa melalui kegiatan membawa barang di atas kepala (suun) yang merupakan bagian dari keseharian perempuan Bali. Karya ini merupakan salah satu hasil penelusuran jangka panjangnya menyoal konteks budaya Bali, yang beberapa praktiknya dianggap merugikan perempuan. Ia menggunakan cerita personal dirinya dan ibunya sebagai pintu untuk mengenal realita budaya yang ada di Pulau Dewata tersebut.

Sedangksn tarian “In Cycle” oleh Siti Alisa secara singkat merayakan berbagai siklus biologis yang dialami perempuan dalam koneksinya dengan nilai-nilai moral, relasinya dengan alam, serta diri sendiri.
Indonesian Dance Festival -IDF, Lawatari Yogyakarta 2024 merupakan kolaborasi apik antara Mila Art Dance -MAD Laboratory dengan Paradance Platform. Mila Rosinta Totoatmojo, selaku penggagas MAD Lab, menyampaikan: “Sebagai perempuan seniman tari, saya mengalami langsung tantangan berbagi peran dalam konteks domestik dan profesional. Hal ini mendorong saya memulai RIKMA -Ruang Inisiatif Karya Bersama, untuk berproses bersama perempuan seniman muda yang memiliki semangat besar untuk berkarya. Lawatari: Yogyakarta adalah platform yang baik untuk memperkenalkan karya-karya mereka pada praktisi dan pencinta tari,” turunya.

Sementara itu, Nia Agustina, inisiator Paradance Platform, menuturkan: “Paradance dibentuk sebagai inisiatif kecil untuk membuka ruang interaksi bagi pertumbuhan koreografer muda. Program Lawatari: Yogyakarta adalah kesempatan bagi kami, Paradance Platform, IDF, MAD Lab, dan Studio Banjarmili, untuk saling melihat cara kerja masing-masing dalam visi bersama mendukung koreografer muda. Ini dapat menjadi awal yang baik untuk menyadari bahwa dengan infrastruktur dan alam kesenian terutama seni tari di Indonesia, kita perlu melakukan kerja yang saling terhubung untuk mendukung karya seorang Seniman,” ungkapnya.

Ratri Anindyajati, Direktur IDF, menyampaikan: “Lawatari: Yogyakarta memberi kesempatan bagi kami - tim kerja IDF - untuk melihat dan belajar dari dekat praktik-praktik inkubasi karya, tata kelola dan pelatihan yang dijalankan oleh MAD Lab, Paradance Platform, dan Studio Banjarmili yang berperan sebagai mitra dalam program ini. Organisasi dengan fokus pada proses pembuatan karya, transfer ilmu dan pelatihan untuk pegiat tari muda sangat penting bagi pertumbuhan ekosistem tari di Indonesia. Semangat ini sejalan dengan salah satu misi IDF yang terwujud lewat program inkubasi Kampana, di mana kami memfasilitasi koreografer muda untuk mengembangkan karya dengan bimbingan tim kurator festival.”
Lawatari: Yogyakarta adalah program kolaborasi IDF dengan RIKMA (Ruang Inisiatif Karya Bersama), sebuah program inkubasi yang diinisiasi oleh MAD Lab, Paradance Platform, dan Studio Banjarmili. Program ini didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Dana Indonesiana, serta LPDP. Informasi seputar Lawatari: Yogyakarta dan Road to IDF 2024 dapat diakses di kanal Instagram @indonesiandancefestival juga situs web: http://www:indonesiandancefestival.id. (Humas Lawatari Yogyakarta/Antok Wesman/Impessa.id)
