Pameran Lukisan 20 Perupa Jogja di Citywalk Mataram City Palagan Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta: Merayakan semangat perjuangan para pahlawan yang gugur dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya melawan penjajah, demi mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sarekat Seni Jogja Exhibition Roadshow bekerjasama dengan Mataram City menggelar pameran lukisan bertajuk “The Restorative Cities” bertempat di area Citywalk Mataram City Palagan Sleman, Yogyakarta pada 13 November hingga 10 Januari 2024.
Lukisan yang dipamerkan ukurannya bervariasi, karya dari 20 seniman Yogyakarta, lintas generasi masing-masing, Agus Triono, Bonny Setiawan, Deden FG, Dhimas Agung, Dwipo Hadi, Ernanta Item, Febritayustiani, Greta Indri, Hery Sudiono, Indra Cahya, Jajang R. Kawentar, Kendi Yulianto, Muhammad Apriansyah, N Rinaldy, Sindu Siwikan, Suciati Umanah, Tri Julianto, Wisnu Aji Kumara, Yayas Syahdu, Yolla Siregar.
Jajang R Kawentar penulis dan pekerja seni dari Kurapreeet, dalam tulisan pengantar pameran yang dia beri judul “From Hero To Home Sweet Home” menuturkan, apa yang dilakukan seniman melalui karya seninya mengedepankan kreativitas, inovatif dinamis, sebagai wujud dari keselarasan alam lingkungan dan keselarasan kehidupan bermasyarakat. Sejalan dengan apa yang diharapkan Mataram City melalui konsep Restorative City, memberikan kualitas hidup yang tinggi bagi para penghuninya dan ramah bagi semua orang.
Bahwa rumah-rumah hunian berupa apartemen di Mataram City harus ditempati agar merasakan sensasi keindahan dan kenyamananya. Begitupun dengan lukisan, tidak cukup hanya dilihat, dinikmati saja, tetapi harus dimiliki, agar merasakan keindahan lukisan itu seutuhnya. Selaras dengan perjuangan para pahlawan untuk merebut kembali kemerdekaan negeri ini dari penjajah, memiliki kedaulatan secara utuh.
Keindahan itu adalah seni, dan keindahan menjadi perhatian khusus dalam memproyeksikan setiap kebutuhan kehidupan yang lebih nyaman, menenangkan, menyenangkan dan mensejahterakan lahir batin. Jadi unsur-unsur seni harus terpenuhi dalam upaya memproyeksikannya.
Lukisan yang dipamerkan juga playable, dapat menciptakan pengalaman yang mengesankan seperti halnya pusat bermain yang ramah keluarga, di mana anak-anak dapat mengejar kegembiraan dan kreativitas. Lukisan merupakan investasi yang nilainya dapat bertambah, sesuai pertumbuhan ekonomi dan lukisan dapat memberikan sensasi dan imajinasi yang memberi tawaran ketenangan dan kedamaian.
Perupa Dwipo Hadi yang adalah seniman rajut benang kali ini menampilkan karya dua dimensinya berjudul “Our Symbol”, mengungkapkan kerumunan orang banyak yang berada di tempat gersang merasakan ketidaknyamanan, “Saya menghadirkan ruangan hijau organik yang hiduo untuk menjadikan kumpulan orang itu merasa nyaman, sehingga memunculkan ide-ide segar didalam kehidupan sosial bermasyarakat untuk hidup menjadi lebih baik,” tuturnya kepada Impessa.id.
Perupa belia Dhimas Agung melalui lukisannya bergaya pop gaya anak muda berjudul “Numpak Pit Bane Gembos”, bahasa Jawa yang berarti Naik Sepeda Roda nya Kempes, suatu idiom atau ungkapan populer dikalangan generasi tahun 96-an di Jogja, ditambah kalimat ‘Cupit Bos’, dijarinya terselip sebatang rokok, ungkapan itu bukan makna yang sebenarnya, selain hanya bahasa gaul, bercandaan dikala anak-anak muda sedang kumpul-kumpul. Dhimas Agung yang bermukim dikawasan Gunungketur-Pakualaman Yogyakarta, bersama komunitasnya bernama ToeKoe Art, aktif menghelat berbagai acara seni di Jogja, hingga bertemu Dwipo Hadi yang mengundangnya ikut berpameran di Citywalk Mataram City.
Boni Setiawan, mengusung lukisan berjudul “Black Coffee” yang menggambarkan bahwa kini minum kopi sudah menjadi gaya hidup semua orang, terlebih dikalangan anak-anak muda dinamis. “Kalau dulu orang-orang tua kita minum kopi sambal duduk di teras rumah sebelum berangkat kerja, sekarang anak-anak muda minum kopi di kafe sesudah kuliah sambil buka laptop,” ujar Boni kepada Impessa.id. Fenomena itu bagi Boni membuat perekonomian meningkat, banyak kafe kopi bermunculan, banyak Barista muda memperoleh tempat kerja yang layak, petani kopi semakin bergairah membudidayakan kopi terbaik mereka. Perkembangan yang positif dari sebutir biji kopi Nusantara.
Perupa Deden FG yang kerap bertemu Impessa.id kali ini, memajang lukisannya berjudul “Menjaga Hati”. Deden menuturkan maksid karyanya itu dikala seseorang didalam mengarungi kehidupannya menemukan permasalahan apapun, dan kegalauan yang ada ternyata dapat ditanggulangi dengan memandangi alam disekitar, banyak hal kebaikan ditemukan di lingkungan terdekat sekalipun. "Hal itu saya ungkapkan lewat karya lukisan saya ini,” ungkapnya. Baginya, pengalaman hidup yang dirasa menyusahkan itu justru menjadikan tantangan tersendiri setelah dia mengamati alam lingkungan disekitarnya dan menjadikan inspirasi untuk menuangkannya keatas kanvas.
Lukisan berjudul “Flora Landscape” karya Kendi Yulianto, menceritaan keindahan yang terkuak di area perbukitan Siluk, Imogiri, tempat dirinya bermukim. Dia mengamati perubahan warna yang terjadi diperbukitan, baik ketika di musim kemarau maupun saat musim penghujan, dirinya takjub dengan semua itu yang lantas menginspirasinya untuk memadukan panorama perbukitan dari kedua iklim itu untuk diabadikan keatas kanvas dalam warna dan gaya modern.
Perupa Novian Rinaldy memajang lukisannya berjudul “Kamu Tidak Sendiri”, mengisahkan ketersendirian seorang teman karena sanak familinya sudah tiada, dia perantau dari Kalimantan, menetap di Jogja, masih lajang, senantiasa was-was dengan keadaannya itu,. Idenya sangat sederhana, percakapan dengan temannya itu lantas dia tuangkan ke atas kanvas menjadi sebuah lukisan yang kini terpajang di Citywalk Mataram City Palagan Yogyakarta. Menurut pengakuan Novi, banyak dia temui kondisi anak perantauan di Jogja, yang seperti temannya itu, hidup sendiri menjadi perupa, namun begitu, Novi telah memberikan solusi kepada temannya itu, untuk bergabung ke komunitas seniman yang banyak terdapat di Jogja, agar hidup tidak sendiri lagi.
Perupa perempuan yang ditemui Impessa.id kali ini bernama Yolla Siregar dengan lukisannya berjudul “Nasturtimind”. Yolla yang akrab disapa Butet, menceritakan tentang bunga Nasturtium, yang memiliki bermacam warna bunga dan mudah tumbuh diberbagai tempat. Bagi Butet, bunga Nasturtium melambangkan kekuatan, enerjik, dan passion yang kalau beda warna berbeda pula artinya, “Pameran lukisan ini pengalaman pertama buat saya dan saya menyelesaikan lukisan itu dalam waktu empat hari, baru kali ini saya berkecimpung di dunia melukis, karena sebelumnya saya fokus ke drawing,” akunya.
Perupa Jajang E Kawentar, penulis seni, kali ini ikut tampil dengan lukisan berjudul “Kaya Raya”, imajinasi tentang realitas bahwa negeri in memang kaya raya, dia visualkan lewat air, hewan ternak dan lahan yang luas menghijau, suatu kehidupan yang damai. Pendapatnya tentang digelarnya pameran seni rupa di Citywalk Mataram City ini, Jajang mengatakan, “Menarik, pameran disini, kini hotel dan apartemen memang membutuhkan karya seni rupa, untuk lebih menghidupkan dinding-dinding beton nan massif, memperindah nuansa, dan terkadang karya seni rupa menginspirasi agar hidup ini menjadi lebih hidup,” ujarnya.
Begitu pengakuan dari beberapa pelukis yang ditemui Impessa.id disela-sela pameran yang berlangsung di Citywalk Mataram City di Jalan Palagan Tentara Pelajar KM 7, Sariharja-Ngagllik, Sleman, Yogyakarta. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)