Feature

Workshop Pantomim Jelang Pementasan Doku-Mime Di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta

Workshop Pantomim Jelang Pementasan Doku-Mime Di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta

Seniman Pantomim Nasional Septian Dwi Cahyo saat memberikan pelatihan didepan peserta Workshop Pantomim Di Taman Budaya Yogyakarta, Rabu, 18 Juli 2018.

Impessa.id, Jogja : “Dunia Anak” di pilih sebagai tema pertunjukan Doku-Mime 2018 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kamis malam (19/07/18) dikarenakan pemain pantomim anak-anak telah menjadi perhatian banyak orang, tercatat lebih dari seribu penonton pada pementasan tahun lalu, seluruh ruangan didalam Gedung Pertunjukan  penuh sesak, hingga ke lorong-lorongnya. Pada pentas Doku-Mime Ke-2, tempat dialihkan ke Concert Hall yang memiliki kapasitas lebih luas dibandingkan Gedung Societet Mataram yang dipakai pada pentas Doku-Mime Pertama.

Hari ini, Rabu (18/07/18) panitia Doku-Mime 2018 menggelar Workshop mengenai Ekspresi, Tubuh dan Sejarah Pantomim menghadirkan seniman pantomim ternama Septian Dwi Cahyo, Jemek Supardi, Deddy Ratmoyo, Broto Wijayanto, Ende Reza dan Jamaluddin Latif, bertempat di Ruang Seminar dan di Ruang Pameran yang kebetulan kosong tidak digunakan untuk berpameran, melibatkan 80 peserta, separuhnya adalah anak-anak SD hingga SMA, dan separuhnya lagi adalah peserta dewasa.

Jamaluddin Latif selaku Ketua Panitia Doku-Mime ketika dikonfirmasi Impessa.id. menjelaskan bahwa workshop pantomim tetap menyertakan anak-anak. “Pada pementasan Doku-Mime Pertama tahun lalu, dengan pemain anak-anak ternyata mendapat respon masyarakat sangat bagus, dibuktikan dengan luapan penonton yang memenuhi seluruh ruangan di Gedung Societet Mataram di kompleks TBY, bahkan diluar gedung banyak penonton yang tidak bisa masuk tetap menunggu diluar hingga acara selesai, karena sebagian diatara mereka adalah keluarga dari anak-anak yang ikut main di atas panggung,” ungkap Jamal.

Ketika ditemui Impessa.id, Septian Dwi Cahyo, seniman pantomim nasional dari Jakarta dengan senang hati menyisihkan waktu dari jadwal padatnya, untuk bisa hadir ditengah-tengah anak-anak Jogja yang meminati dunia seni pantomim. “Karena saya hidup dari pantomim, maka saya juga harus menghidupi seni pantomim itu. Semampu saya untuk bisa hadir ya saya coba hadir, untuk menghidup-hidupi pantomim disini. Kalau pantomimnya hidup saya akan bisa hidup disitu” ujar Septian, pemeran Bayu dalam sinetron televisi “Rumah Masa Depan” yang begitu populer di era 80-an, bersama-sama, Pak Sukri diperankan oleh aktor Dedy Sutomo, Nenek diperankan oleh Wolly Sutinah, Kakek diperankan oleh A. Hamid Arief. Gerhana diperankan oleh Andi Ansi dan Bu Sukri yang diperankan oleh Aminah Cendrakasih.

Menurut Septian Dwi Cahyo, pantomim itu yang utama adalah gerak dan ekspresi, serta imajinasi. “Pelatihan pantomim untuk anak-anak itu pembentukan karakter diri anak, karena dengan mereka mengeksplorasi imajinasi, anak-anak akan memiiki rasa yang kuat, kepedulian yang tinggi, mereka bisa mengamati situasi dengan detil, dan motorik tubuhnya akan bagus. Ini sebagai dasar kreatifitas anak untuk mengembangkan imajinasinya menjadi apapun nantinya”, imbuhnya lebih lanjut.

Dalam kesempatan yang sama disela-sela latihan, Deddy Ratmoyo kepada Impessa.id menuturkan bahwa kekuatan pantomim itu ada di mimik, ada di ekspresi. “Mimik atau ekspresi sangat penting agar audience paham dengan apa yang dimaksud. Kami memberikan latihan memori atau imajinasi kepada anak-anak supaya tetap stabil dan latihan dinamika atau tempo agar senantiasa dinamis”, ungkap Deddy.

Di kelompok tiga, pelatih Broto Wijayanto membiarkan anak-anak berimajinasi liar. “Dunia anak adalah dunia dengan imajinasi, tetapi acapkali mereka tidak mampu mengeluarkan imajinasinya saat dipanggung. Nah, dalam latihan ini saya memancing dengan imajinasi tertentu kemudian saya serahkan ke anak-anak untuk mengembangkannya sesuai dengan imajinasi mereka sendiri,” ujar Broto Wijayanto.

"Saya melemparkan ide kepada anak-anak, ada se-ekor buaya disungai, bagaimana upaya kamu, agar tidak dimakan buaya. Lantas direspon spontan oleh Si Anak dengan gerakan seolah dirinya menebang pohon ditepi sungai dan meletakkan kayu yang tumbang itu diatas sang buaya, sehingga dirinya dapat melintasi sungai dengan selamat. Padahal saya tidak mengucapkan sepatah katapun tentang pohon. Itulah kemampuan imajinasi seorang anak-anak," pungkas Broto. (Tok)