Puisi Tukang Cukur Tuan Presiden Di Sastra Bulan Purnama, Museum Sandi Yogyakarta, Jumat, 22 September 2023
Suwarno Wisetrotomo tampil pada pembacaan puisi "Tukang Cukur Tuan Presiden" Di Sastra Bulan Purnama, Museum Sandi Yogyakarta, Jumat, 22 September 2023
Impessa.id, Yogyakarta: Buku puisi berjudul ‘Tukang Cukur Tuan Presiden’ karya penyair-aktivis Afnan Malay diluncurkan di Sastra Bulan Purnama edisi 144, Jumat, 22 September 2023, Pukul 15.00 WIB, di Museum Sandi Jl. Faridan M Noto No.21, Kotabaru, Yogyakarta.
Puisi-puisi Afnan Malay, selain dibacakan penyairnya sendiri, juga dibacakan oleh beberapa penyair Yogya seperti Hamdy Salad, Heru Marwata, Wahjudi Daja, serta kurator seni rupa, yang ketika masih mahasiswa tahun 1980-an sering menulis puisi, ialah Suwarno Wisetrotomo, pengajar di Pasca Sarjana ISI Yogyakarta. Selain itu ada perupa Meuz Prast dan Waty Respati, yang rajin pameran, masing-masing membacakan dua puisi. Meuz Prast membacakan puisi berjudul ‘Rahasia’ dan Pemotong Kue’, Watie Respati membacakan puisi berjudul ‘Mulutmu Berasap’ dan ‘Pencari Alamat’.
(Afnan Malay)
Hairus Salim, seorang pemikir kebudayaan membacakan puisi berjudul ‘Kemana Wiji’, dan ‘Selebaran Gelap’. Ilham Rabbani, seorang penulis membacakan puisi berjudul ‘Apakah Aku Rindu’ dan ‘Benteng’. Pembaca lainnya, ialah Savitri Damayanti, Nanik Indarti, Tri Wahyuni, Yuda Wira Jaya, dan Ida Nurmawati masing-masing membacakan dua puisi karya Afnan Malay. Selain dibacakan, puisi Afnan Malay, yang berjudul ‘Laut’ dan ‘Rindu’ dilagukan oleh Cak Rus dan Fitri.
Afnan Malay menjelaskan, buku puisinya mencoba merekam peristiwa yang terjadi selama 25 tahun reformasi, tentu tidak rinci, kronologis dan detil satu persatu. Hanya membidik secara acak mana-nama yang layak dikritisi, direfleksi. “Bila puisi dibuat satu dua tahun pasca peristiwa reformasi, bisa dipastikan yang terpotret hanyalah suasana eforia yang menabalkan heroisme belaka”, kata Afnan Malay.
(Savitri-Damayanti)
Sedang Faruk HT, Guru Besar Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UGM mengatakan, kumpulan puisi ini, sebagaimana yang tampak dari judulnya, merupakan semacam refleksi atau perenungan kembali dari seseorang yang dulu terlibat aktif dalam aksi gerakan mahasiswa untuk reformasi. “Hampir semia puisi dalam kumpulan ini memperlihatkan kecenderungan ‘Aku lirik’ yang mendua, yaitu sebagai bagian dari kekuasaan dan sekaligus berjarak darinya”, ujar Faruk HT.
Sementara, Nezar Patria. Kawan aktivis Afnan Malay, yang sekarang menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika menyebutkan, sajak-sajak Afnan dalam kumpulan ini semacam catatan yang mengungkap lapis demi lapis dari pengalamannya bersentuhan dengan kekuasaan. “Afnan membawa bagasi pengalaman itu kedalam ruang mediatif, menatap dan menggugat, dan sesekali melakukan hardikan”, ujar Nezar Patria.
(Indri Yuswandari)
Ons Untoro, koordinator Sastra Bulan Purnama mengatakan, Afnan Malay, aktivis sekaligus penyair, yang sejak mahasiswa sudah rajin menulis puisi. Bahkan setelah reformasi dan dia, sebut saja, masuk berdekatan dengan kekyasan, ia tidak lupa pada puisi. Mugkin karena Afnan tahu, habitatnya disitu. “Afnan bukan kali pertama tampil di Sastra Bulan Purnama. Ini kali kedua bukunya diluncutkan di Sastra Bulan Purnama. Buku pertamanya diluncurkan secara online live di youtbe sastra bulan purnama karena masih pandemi. Buku terbarunya ini diluncurkan secara offline”, imbuhnya. (Ons/Antok Wesman-Impessa.id)