Feature

Yayasan Karir Protean Indonesia Tawarkan Konseling Pesantren Ramah Anak

Yayasan Karir Protean Indonesia Tawarkan Konseling Pesantren Ramah Anak

Yayasan Karir Protean Indonesia Tawarkan Konseling Pesantren Ramah Anak

Impessa.id, Yogyakarta: Yayasan Karir Protean Indonesia atau lebih dikenal dengan YKPI menyelenggarakan Halaqoh Konseling dan Turots Pesantren pada Sabtu, 24 Desember 2022, bertempat di Mushola Nahari Pleret, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam tajuk “Halaqah” sekaligus launching website Protean.

Dalam halaqoh yang Prof. Dr. Waryono, M. Ag sebagai pembicara utama tersebut ada beberapa materi yang disampaikan, materi utama tentang tujuan pengembangan pondok pesantren disampaikan oleh Prof. Waryono. Kemudian Sudharmo Dwi Yuwono, M.Pd dengan materi Modul Konseling Pesantren Ramah Anak.

Khoirul Imam, M. Ag dengan materi Pengembangan Santri Berbasis Digital Konseling Pesantren, dan Aris Rusdiana, M. M dengan materi Ensiklopedia Karya Berbasis Tokoh Pesantren. Sedangkan Dr. Siti Khodijah Nurul Aula, M. Ag dengan materi Karya Ulama Pesantren: Dulu, Kini dan Masa Depan, kemudian terakhir Dr. Basnang Said, M. Ag dengan materi Kebijakan Pesantren: Literasi dan Pesantren Ramah Anak.

Halaqah dihelat secara hybrid dibuka oleh ketua yayasan, Muhammad Khairul Anwar, M.Pd yang sekaligus me-launching website. Muhammad Khairul Anwar mengatakan bahwa acara Halaqah oleh YKPI di-iniasi dari proses panjang penulisan sekaligus penelitian ”Ensiklopedia Karya Berbasis Tokoh Pesantren”.

“Halaqoh ini mengulas dua bahasan utama yaitu konseling pada pondok pesantren dan turots pesantren yang fokus pada kajian pesantren dan langkah strategis dalam mendidik santri. Protean itu intinya ada pada adaptive dan fleksibility dari berbagai situasi dan kondisi yang ada di jaman teknologi ini”, jelasnya.

Halaqah dihadiri 25 peserta perwakilan pondok pesantren se DIY dimoderatori oleh Imam Nawawi S. H. Materi tentang “Modul Konseling Pesantren Ramah Anak” melihat ada fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini menjadi dorongan utama adanya wacana mengenai konseling di pondok pesantren.

Protean dalam hal ini memunculkan solusi dari adanya permasalahan. Modul Konseling Pesantren Ramah Anak diharapkan menjadi pedoman dalam pelaksanaan pesantren ramah anak.

Menururt Sudharmo Dwi Yuwono, yang menjadi masalah apakah kurikulum pondok pesantren memuat konseling? sehingga rancangan karya modul inilah yang kemudian menjadi tonggak pendidikan bahkan tidak hanya di pesantren saja. Kurikulum berkaitan dengan konseling sepertinya di hadapi oleh semua jenis lembaga pendidikan.

“Konseling bukan hanya untuk orang bermasalah tetapi lebih memperhatikan pengembangan potensi. Program-program Berbasis Kurikullum di manapun lembaganya dirasa sangat banyak sehingga hanya menjadi hiasan saja. Maka inilah yang kemudian masuk dalam evaluasi Program Konseling bagi Pondok Pesantren.

Khoirul Imam yang akrab disapa Gus Ruli, pengasuh Pondok Pesantren Ibnu Sina, memaparkan peningkatan melalui basis digital. “Santri hari ini berbeda dengan santri jaman dulu yang mampu membaca kelemahan dan kelebihannya, tetapi membutuhkan sosok yang bisa membaca dirinya dan mengarahkannya,” ujarnya.

Dikatakan, dunia digital menjadi pembeda dengan jaman-jaman terdahulu. Minat santri kini menjadi sangat berkembang akibat informasi media sosial yang diakses. Keadaan tersebut kemudian memunculkan permasalahan baru apalagi pada pondok pesantren dengan santri yang jumlahnya sedikit. “Pesantren jadi sulit jika harus memenuhi semua minat dan kemauan santri, maka solusinya adalah kerjasama antar pesantren”, jelas Gus Ruli.

Kondisi ketika pesantren tidak dapat melayani peningkatan minat santri sekarang ini mengharuskan pengasuh memiliki banyak data dari pesantren untuk menyarankan santri mengembangkan minat secara optimal. “Pondok Pesantren yang baik adalah pondok pesantren yang seperti supermarket, semua ada, untuk pengembangan santri,” jelas Imam Nawawi sang moderator.

Pada bahasan karya ulama dulu, kini, dan masa depan Dr. Siti Khodijah Nurul Aula, M. Ag menyampaikan bahwa karya ulama jaman dulu bercorak sufisme yaitu ketika berbicara apapun pasti dihubungkan dengan nilai-nilai ketuhanan. “Pesantren hari ini harus mampu membuat produk yang bisa dipakai oleh masyarakat umum bukan hanya dengan kitab,” tuturnya.

“Islamisasi Populer menjadi kajian baru di tengah masyarakat pondok pesantren sebagai branding baru ulama. Ulama saat ini fokus bukan pada tataran penciptaan kitab mendalam, tetapi digantikan dengan usaha ulama membumikan kitab-kitab terdahulu. Adanya ulama yang mulai mewarnai media-media sosial hari ini memunculkan anggapan, Anda adalah apa yang anda ikuti di dunia media social,” imbuh Dr Siti Khodijah Nurul Aulia.

Aris Risdiana, M. M. mengatakan, “Pesantren seharusnya tidak hanya mengajarkan santri dengan mendengar dan menerima, tetapi juga tentang literasinya. Jangan hanya menciptakan wadah-wadah bagi orang berlabel ulama, tapi juga harus menghasilkan karya,” jelasnya.

Direktur PD Pesantren Kementerian Agama RI, Prof. Waryono melalui zoom mengingatkan bahwa masih adanya kekerasan yang diterima santri, itu yang menjadi poin penting pencegahan dan penanganan kita bersama. Harapannya hasil dari halaqah menghasilkan deskripsi dan konstruksi untuk konseling pesantren sehingga dapat membangun anak menjadi ramah dan beradab. (Sinung/Antok Wesman-Impessa.id)