Feature

Memori Pameran In Divide Individuals, Dzaky Aziz dan Edbert Berna, Di Enchante Yogyakarta

Memori Pameran In Divide Individuals, Dzaky Aziz dan Edbert Berna, Di Enchante Yogyakarta

Memori Pameran In Divide Individuals, Dzaky Aziz dan Edbert Berna, Di Enchante Yogyakarta

Impessa.id, Yogyakarta: Ananta Dewi Rahayu, Writer, kelahiran tahun 2000 di Bandung, mahasiswi seni rupa yang gemar menulis dan menciptakan karya dengan menggabungkan berbagai disiplin. Tahun 2021, Ananta menulis essay mengenai festival Lukis anak Jogja-Kyoto di bawah IVAA. Karya terakhirnya "Turut Berduka Cita" (2022) merupakan karya on progress mengenai fenomena yang dialami secara digital, dipertunjukkan dalam program OpenLab Teater Garasi, Yogyakarta. Saat ini dia sedang melakukan riset mengenai ancaman sampah digital.

Dalam tulisan pameran duet Dzaky Aziz dan Edbert Berna di Enchante, 1st Floor Platinum Building Jl. Urip Sumoharjo No. 111 A Yogyakarta, pada 12 Agustus – 12 September 2022, bertajuk “In Divide Individuals” Ananta mempertanyakan, Sudahkah kita menyadari memori masa kecil yang bersemayam dalam tubuh? Bagaimana mereka, residu ingatan dan ajaran yang dikonsumsi, memutuskan untuk melekat dan membentuk cara kita berfikir dan berperilaku saat ini?

Berikut penuturannya terkait pameran tersebut. Satu siang di bulan Juli, dua orang menghampiri saya. Mereka menyampaikan keinginan mereka berpameran dalam waktu dekat dan meminta saya menulis untuk pemeran tersebut. Keduanya memiliki latar belakang geografis dan kultural yang berbeda, lalu bertemu di pemahaman yang sama mengenai bagaimana masa kecil mereka diam-diam hadir pada karya yang mereka buat. Tertantang, saya terima. Setelah beberapa kali bertemu kembali, berdiskusi, dan melakukan studio visit, saya mulai menulis. Lucu rasanya mengingat bagaimana kedua teman saya itu tidak banyak berubah dari pertama saya berkenalan empat tahun lalu. Tapi melalui karya mereka, saya mulai menyadari adanya perkembangan yang lebih jelas menggambarkan siapa mereka (atau apa yang sejujurnya mereka rasakan).

Aktivitas berkesenian—dengan berbagai bentuknya—telah lama digunakan sebagai media komunikasi, pelepasan emosi, serta pencatat fragmen hidup yang dialami. Banyak cara yang tersedia untuk dieksplorasi dalam penciptaan sebuah karya, namun satu hal yang serupa dalam setiap prosesnya adalah kehadiran percakapan dengan diri sendiri. Tidak ada peraturan yang membatasi dialog apa saja yang bisa terjadi di dalam satu kepala, dari meracau tanpa arah hingga perbincangan dengan versi diri masa lampau.

Pada satu waktu, kita menyadari bahwa masa kecil kita berpengaruh pada diri kita saat ini. Keluarga, teman, pola asuh, lingkungan tempat tinggal, dan pengalamanpengalaman yang membesarkan kita menelurkan sebuah sistem yang kita (secara sadar atau tidak) gunakan untuk berfikir dan membentuk paham yang kemudian kita pegang untuk melindungi diri. Pameran ini berawal dari kesadaran tersebut; bagaimana pengaruh memori yang terbentuk dari lingkungan berbeda menghasilkan dua karakter (manusia dan karya) yang berbeda pula. Lantas apa yang kita lakukan setelah mengingat dan menyadari? Sebuah refleksi maupun kesempatan mengungkapkan temuan rasa itulah yang akhirnya dipamerkan Dzaky Aziz dan Edbert Berna melalui In Divide Individuals.

Ketika kita kecil, kita banyak mengamati orang terdekat seperti orang tua. Begitu pun mulanya dengan Dzaky kecil yang memperhatikan bagaimana sifat kedua orangtuanya bertolak belakang. Seiring bertambah dewasa, Ia menyadari bahwa sifat dalam diri manusia tidak bisa sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah. Karya Dzaky menyoroti hubungan sebab-akibat (kausalitas) pada sifat manusia yang ia temui sehari-hari. Ia menyadari bagaimana sifat tersebut saling terkait dan berelasi dengan alam. Beberapa bentuk hadir berulang di karyanya, seperti kubus dengan banyak mata yang menggambarkan kecenderungan perspektif manusia yang melihat satu sisi saja dan kaki-kaki hewan yang merepresentasikan toleransi perbedaan sebagai fondasi/penggerak. Dominan menggunakan warna primer dengan teknik aquarel, Dzaky tertarik pada hasil yang tidak bisa diprediksi dengan air. Mungkin, ia melihat sifat impulsive dan tak bisa ditebak itu pula pada manusia.

Pergolakan batin yang tertahan mendorong Edbert untuk membuat karya dengan spontan dan lepas, seringkali di luar kontrolnya. Ingatan masa kecil yang membekas kemudian bertumpuk, yang barangkali menjelma menjadi warna monokromatik yang dominan pada karyanya. Berbeda dengan Dzaky yang umumnya menggunakan komposisi sentral dan fokus pada satu karakter, karya Edbert tidak memiliki bentuk yang jelas maupun pusat perhatian. Bentuk-bentuk yang buram tanpa fokus mencerminkan rasa tersesat dan ingatannya yang berpendar. Kepentingannya untuk membebaskan desakan dalam dirinya dan menyelesaikan karya menjadikan tahap refleksi terjadi setelah ia berkarya, sehingga karyanya adalah pintu yang terbuka untuk temuan-temuan yang ia dan kita jumpa.

Pameran itu diharapkan membantu penikmat untuk menyadari kembali peranan pengalaman masa kecil pada diri kita saat ini. Tapi tentu selain itu, karya-karya tersebut ada untuk dinikmati. Oleh karena itu, selamat meresapi!

Sekilas autobiografi kedua perupa. Edbert Berna, lahir pada 5 July 2000 di Yogyakarta. Kini masih studi di Institut Seni Indonesia – ISIU Yogyakarta. Berpameran sejak 2017 dan sepanjang 2022 Edbert Berna mengikuti pameran di Art Exhibition “Coexistence” at Manhattan Cafe Yogyakarta, Art Exhibition “Kontemporer” at Manhattan Cafe Yogyakarta, Art Exhibition "Jigsaw Falling Into Place" at Achieve Art Space Yogyakarta, dan Art Exhibition “Intersection” at Pixel Coffee Yogyakarta.

Sedangkan Dzaky Aziz, kelahiran 12 Februari 2000 di Banyumas, yang masih studi di ISI Yogyakarta, berhasil muncul sebagai 1st Place (National) Student Competency Competition (LKS) Painting, Surakarta, Indonesia 2017, serta 1st Place (Province) Student Competency Competition (LKS) Painting, Yogyakarta, 2016. Giat pameran yang diikuti di 2022 antar lain, “Intersection” Art Exhibition, Pixel Coffee, Yogyakarta. “Kecil itu Indah #5” Miracle Print Art Exhibition, Jogja Gallery, Yogyakarta. “Kontenporer” Art Exhibition, Manhattan Café, Yogyakarta, “Coexistence” Art Exhibition, Manhattan Cafe, Yogyakarta, dan “2030 Deadline” Art Exhibition, Unicorn Creative Space, Surabaya. (Ananta Dewi Rahayu/Antok Wesman-Impessa.id)