Feature

Pameran Seni Rupa Internasional Rayakan Dies Natalis Ke-38 ISI Yogyakarta

Pameran Seni Rupa Internasional Rayakan Dies Natalis Ke-38 ISI Yogyakarta

Pameran Seni Rupa Internasional Rayakan Dies Natalis Ke-38 ISI Yogyakarta

Impessa.id, Yogyakarta: Peringatan Dies Natalis ISI Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta merupakan kegiatan rutin setiap tahun, namun kali ini berskala internasional. Tidak hanya sebagai sebuah peringatan, kegiatan ini juga dilaksanakan dengan mempertimbangan situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Di tahun 2022, dengan mengusung tema “Recovery: Art for A Better Life”, kami berharap bahwa seni dapat memberikan kontribusi, tidak hanya di lingkungan seniman dan civitas akademika tetapi juga bagi masyarakat secara luas.

Selain partisipasi yang bersifat internal yaitu dosen, mahasiswa, dan alumni Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta, kami juga menggandeng mitra dari dalam dan luar negeri untuk memeriahkan kegiatan ini. Meliputi: ISI Denpasar, ISI Padang Panjang, ISBI Bandung, IKJ, UNS, ISI Surakarta, STKW Surabaya, Telkom University Bandung, Thailand Bunditpatanasilpa Institute, Ezsterhazy Karoly Catholic University Eger Hungary, serta seniman dari negara Madagaskar, Korea Selatan, dan Thailand.

Karya internal dari peserta internal ISI Yogyakarta berjumlah kurang lebih 161 karya dengan 19 karya yang terdisplay di outdoor, karya dari mitra perguruan tinggi lain berjumlah 23 karya, serta karya dari mitra luar negeri berjumlah 60 karya, dengan total 244 karya.

Ketua Pelaksana Fakultas Seni Rupa, Lutse Lambert Daniel Morin SSn MSn menyampaikan terimakasih atas kepercayaan Rektor ISI Yogyakarta yang telah memberi mandate kepada Fakultas Seni Rupa sebagai pelaksana bidang pameran seni rupa Dies Natalis 2022.

Dekan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, Dr Timbul Raharjo MHum dalam sambutannya mengatakan, “Dies Natalis ISI Yogyakarta ke-38 di tahun 2022 ini menjadi keistimewaan sekaligus tantangan di saat pandemi mulai mereda. Akibat pandemi tahun 2020 terjadi perubahan budaya dari luring menjadi daring. Perubahan yang demikian menjadikan masyarakat sangat aktif dalam menggunakan media komunikasi digital. Hal ini dipandang sebagai upaya adaptasi dalam arus perkembangan zaman. Masyarakat dituntut untuk menjadi kreatif dalam memanfaatkan berbagai platform yang telah tersedia. Dalam kasus ini tidak terkecuali adalah para seniman dan pegiatseni. Salah satu contoh adalah maraknya seni visual elektronik dengan penyelenggaraannya secara daring melalui Non-Fungible Token (NFT), telah menggugah dunia seni dan kesenian.”

Dikatakan, di era endemi, seni memiliki peran dalam kehidupan. Seni dapat memberikan dukungan, pemberdayaan, dan pemercepat proses pemulihan. Seni merupakan ingatan individu terhadap kebebasan, sedangkan berkesenian adalah medium untuk mencari serta mendapatkan kebebasan tersebut. Selain itu, seni merupakan hiburan bagi kesedihan di dunia yang sedang terus mengalami peralihan ini. Dengan melakukan kegiatan seni, individu-individu dapat saling berbagi dan memiliki ikatan yang lebih akrab. Semangat berkesenian yang demikian tidak mengurangi esensi tema Dies Natalis ISI Yogyakarta yang ke-38, “Recovery: Art for A Better Life”.

Dalam pengantar kuratorial Mikke Susanto menuturkan, “Jika dua tahun lalu, Dies Natalis di kampus dilaksanakan dengan perhitungan sangat ketat, maka hari ini kita dapat melaksanakannya secara lebih leluasa. Dulu pada saat bekerja membuat pameran, ada berbagai keterbatasan, bahkan harus melakukan seleksi pengunjung, kini semua terasa lebih mudah.”

Sejumlah kerja teknis pada masa persiapan pameran dapat terlaksana dalam hitungan minggu atau hari, terlebih saat ini dunia digital memungkinkan untuk melakukan itu semua, sehingga pameran secara hibrid dapat terlaksana dengan lancar.

Pameran secara fisik di dalam ruang pameran yakni di Galeri RJ. Katamsi, dan luar ruang di taman lingkungan Fakultas Seni Rupa, tempat dilakukannya aktivitas belajar mengajar. Sedangkan pameran virtual dengan metoda “360” berlangsung pasca-opening. “Semua ini kami lakukan untuk menjadi pelajaran bagi mahasiswa dan public tata-cara belajar melakukan variasi model pameran,” jelas Mikke Susanto.

Sejumlah 250 lebih karya disajikan dalam pameran. Keberadaan karya selain berguna bagi kampus ISI Yogyakarta juga menjadi bagian dari kampus negara lain, kampus di luar ISI Yogyakarta mengingat mitra kerja dan jejaring kampus serta seniman internasional, dilibatkan dalam pameran dengan tujuan utamanya untuk bersama-sama merayakan perubahan setelah pandemi Covid-19 mendera.

“Pameran ini kami ibaratkan sebagai upaya “recovery” secara bersama-sama setelah melewati masa-masa yang berat tersebut. Untuk itu perlu cara yang kreatif dalam pelaksanaannya. Kami meyakini melalui pameran ini, kreativitas para seniman, desainer, kriyawan hingga para kreator lainnya dapat berfungsi penting bagi public, termasuk untuk menandai masa-masa gawat yang telah lewat,” ungkap Mikke.

“Kami percaya, dalam diri setiap manusia, terlebih lagi para kreator, terdapat dua kekuatan mental yang terkait dengan imajinasi, yaitu pencitraan dan kreativitas. Keberadaannya diperlukan sebagai penyeimbang hidup. Pencitraan seperti banyak diutarakan para ahli, merupakan produksi gambar atau citra seperti pengalaman sejumlah indera dari pikiran setiap individu. Adapun kreativitas cenderung terkait, menghasilkan produk yang asli, gagasan yang terakumulasi dari wawasan, penemuan, dan pemecahan masalah,” imbuhnya.

“Di sisi lain, seni berfungsi untuk menunjuk berbagai upaya mencipta (ulang) sesuatu dan menyiasati kemungkinan-kemungkinan yang tersedia. Upaya ini digagas dalam rangka mengubah kualitas hidup menjadi lebih sesuai dengan aspirasi tertinggi dan terdalam batin manusia. Seni dalam arti sempit merujuk pada permainan kreativitas olah bentuk dan imajinasi. Dalam arti luas, ia multifungsi,” jelasnya.

Menurut Mikke, beraras pada keyakinan tersebut, seni kian berperan penting, terutama kala berhadapan banyak persoalan. Setelah melewati masa pandemic Covid-19, hampir tiga tahun lamanya, berbagai pertanyaan lahir. Pertanyaan tersebut berkutat masalah diri dan eksistensi seni dalam tindak penyelamatan, penyembuhan serta keberlanjutan hidup manusia (dan alam). Apa peran seni dalam upaya penyembuhan pasca pandemi, seperti saat ini?

Melalui pameran bertajuk Recovery: Art for A Better Life, seni berperan menjadi media kreatif untuk mengambil peran dalam pemecahan masalah di masyarakat. Seni sebagai media katarsis. Seni sebagai peleburan imajinasi dan realitas, juga sebagai upaya rekreasi dan re-kreasi. Pengalaman bertahan hidup dalam kondisi pandemi turut memberikan kita makna mengenai pentingnya nilai kesatuan dalam menjalani seni kehidupan. Ratusan karya yang disajikan oleh sejumlah kreator dari beberapa negara menunjukkan bahwa pameran ini tidak lagi memiliki batas. Antara yang maya dan nyata, antara yang konvensional dan nonkonvensional, termasuk batas negara satu dengan yang lain semuanya melebur menjadi satu kesatuan.

Yakinkan, seni dan kreativitas menyatukan kita. Dengan cara semacam ini, pameran Dies Natalis ke38 memiliki fungsi selain sebagai media unjuk karya, juga menjadi sarana bersama untuk unjuk tanda-tanda zaman. Sepanjang usia Pendidikan tinggi seni di Indonesia yang dimulai dekade 1950, seni telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan di masyarakat. Jika pada masa revolusi Indonesia, seni turut menjadi media transformasi kemerdekaan republik ini, kini di masa kontemporer, seni telah menjadi media dengan variasi tujuan. Inilah jasa kreativitas ala seniman yang tidak hanya sekadar berkarya untuk diri sendiri. Para seniman dengan beragam karya yang disajikan dalam pameran ini pun juga terus menggemakan isu sosial, budaya, ekonomi, serta isu yang amat penting, yakni isu kemanusiaan.

“Kami, tim kurator tentu tidak mungkin bekerja sendirian. Peran para seniman baik alumni maupun non-alumni, para mahasiswa yang karyanya terseleksi, para kolega dari dalam dan luar negeri, tim panitia yang telah bekerja keras, serta para dosen yang terus giat memberdayakan diri adalah kunci keberhasilan pameran ini. Melalui karya seni, kita perlu makin menyadari bahwa masa recovery tidak boleh dilewatkan begitu saja. Mari kita songsong masa recovery pandemi Covid-19 sebagai masa kreatif dengan arti khusus. Memberikan seni sebagai hadiah bagi mereka yang telah meninggalkan kita serta mengalami masalah dan memberi semangat bagi yang berhasil melewatinya. Art longa vitas brevis,” pungkas Mikke. (Features of Impessa.id by Mikke Susanto-Antok Wesman)