Event

Peluncuran Apokalipsa Kata, 10 Tahun Sastra Bulan Purnama, Di Tembi Rumah Budaya, Sewon-Bantul, Sabtu Sore, 16 Oktober 2021

Peluncuran Apokalipsa Kata, 10 Tahun Sastra Bulan Purnama, Di Tembi Rumah Budaya, Sewon-Bantul, Sabtu  Sore, 16 Oktober 2021

Peluncuran Apokalipsa Kata, 10 Tahun Sastra Bulan Purnama, Di Tembi Rumah Budaya, Sewon-Bantul, Yogyakarta, Sabtu  Sore, 16 Oktober 2021

Impessa.id, Yogyakarta: Bulan Oktober 2021, Sastra Bulan Purnama genap 10 tahun. Untuk mengawali kegiatan merayakan acara, diisi peluncuran buku puisi berjudul “Apokalipsa Kata” karya Dedet Setiadi, penyair dari Magelang, yang diselenggarakan secara offline, Sabtu 16 Oktober 2021, pkl, 13.00-15.00 di Tembi Rumah Budaya, Jl. Parangtritis 8.5, Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Ons Untoro, Koordinator Sastra Bulan Purnama menuturkan karena masih dalam situasi pandemi, peserta dibatasi 30 orang dan harus mendaftar. Sampai berita ini ditulis kuota peserta sudah penuh dan tidak bisa ditambah jumlah peserta lagi. Semua peserta diwajibkan mentaati prokes, dan tidak mengajak teman sehingga tidak memungkinkan menambah peserta lagi.

Dalam peluncuran buku puisi untuk merayakan 10 tahun Sastra Bulan Purnama, selain dibacakan puisi-puisi karya Dedet Setiadi, oleh Sashmyta Wulandari dan Tosa Santosa, dialunkan lagu puisi oleh Joshua Igho, penyair dari Magelang. Bahkan disepanjang acara peluncuran buku puisi berlangsung, Joshua Igho memainkan piano untuk memberi ilustrasi musik sepanjang acara.

 “Saya memainkan musik dari awal sampai akhir acara, agar perayaan 10 tahun SBP yang diisi peluncuran buku puisi karya Dedet Setiadi memiliki nuansa musikal” ujar Joshua Igho.

Buku puisi setebal 100-an halaman diterbitkan penerbit Tri BEE Magelang, bertindak sebagai kurator, Wicahyanti Rejeki, penyair yang tinggal di Magelang. Ia, Wicahyanti, sudah cukup lama meminta Dedet untuk menerbitkan puisi-puisi karyanya. Namun karena kesibukan Dedet, sehingga sulit untuk memilih puisi-puisi-nya, sehingga sepenuhnya Wicahyanti yang menyeleksi puisi-puisi Dedet, yang sudah tersebar diberbagai media.

“Membaca puisi-puisi Dedet Setiadi yang jujur (tidak mengada-ada di balik kerumitan jungkir balik diksi) kita menemukan nilai kehidupan yang kadang luput dari pengamatan” ujar Wicahyanti.

Selain dibacakan, puisi-ouisi Dedet juga dibincangkan, oleh dua penulis, yakni, Joko Pinurbo, penyair yang tinggal di Yogya, dan Joni Ariadinata, cerpenis, tinggal di Yogya. Keduanya berkelakar dengan puisi Dedet. Atau bisa disebut, bincang puisi oleh kedua penulis tersebut, dilakukan sambil berkelakar, sehingga tidak perlu berkerut kening, tetapi tetap serius dalam membahas puisi.

Ons Untoro, menyebutkan, bahwa 10 tahun Sastra Bulan Purnama diisi dengan beberapa kegiatan, di antaranya penerbitan buku puisi yang diberi judul “121 Purnama”, yang menyajikan puisi karya 81 penyair dari berbagai kota di Indonesia. Buku puisi tersebut diluncurkan melalui zoom dan waktunya berbeda dengan peluncuran buku puisi “Apokalipsa Kata” karya Dedet Setiadi.

“Para penyair yang puisinya masuk dalam buku puisi “121 Purnama” siap membacakan puisi karyanya sendiri dan ditayang secara live melalui youtube” ujar Ons Untoro.

Dedet Setiadi, penyair yang tinggal di dusun Ngluwar, Pakunden, Magelang, sejak tahun 1980-an menulis puisi. Puisi-puisi penyair alumni UNS Solo itu dimuat diberbagai media baik lokal maupun nasional. Tahun 1987 ia mengikuti Puisi Indonesia 1987 di TIM, Jakarta. Dua buku puisi tunggal karyanya “Gembok Sangkala” (Forum Sastra Surakarta (2012) dan “Pengakuan Adam di Bukit Huka” (Teras Budaya Jakarta, 2015). Selain itu puisi-puisinya ada didalam sejumlah antologi puisi bersama. (Ons Untoro/Antok Wesman-Impessa.id)