Event

Pameran Seni Lukis, Tahta Untuk Rakyat Sultan HB IX, Di Jogja Gallery Alun-Alun Utara, Yogyakarta, 20 Maret Sampai 25 April 2021

Pameran Seni Lukis, Tahta Untuk Rakyat Sultan HB IX, Di Jogja Gallery Alun-Alun Utara, Yogyakarta, 20 Maret Sampai 25 April 2021

Pameran Seni Lukis, Tahta Untuk Rakyat Sultan HB IX, Di Jogja Gallery Alun-Alun Utara, Yogyakarta, 20 Maret Sampai 25 April 2021

Impessa.id, Yogyakarta: Konon, saat Sri Sultan Hamengku Buwono IX menandatangani Kontrak Politik dengan Pemerintah Penjajah Belanda, bertepatan dengan Penobatan beliau menjadi Raja Jogja, di tahun 1940-an, HB 9 mendapatkan wangsit atau “Bisikan” bahwa Belanda 'Akan Angkat Kaki Dari Bumi Nusantara', sehingga tanpa ragu beliau langsung tandatangan tanpa menelaah isinya.

Hal itu yang menginspirasi seniman Bambang Heras yang lantas menuangkan momentum bersejarah tersebut kedalam lukisan diatas sehelai kanvas besar berukuran 140x200 centimeter memakai Akrilik, Cat Minyak dan Tinta China, diberi judul “Langit Biru Diatas Keraton Yogyakarta”, karyanya tahun 2021.

(Bambang Herras dengan karyanya berjudul "Langit Biru Diatas Keraton Yogyakarta" - Impessa.id)

Kepada Impessa.id, Bambang Heras mengakui bahwa judul lukisannya itu bermakna “Belanda Akan Pergi”. Ternyata benar, pada tahun 1945, Belanda yang telah mencengkeram Ibu Pertiwi sangat lama yakni sekitar 350 tahun, atau empat generasi bangsa menjadi bangsa jajahannya, tanpa dinyana harus hengkang dari Bumi Nusantara, karena bangsa yang menjadi jajahannya yakni bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya dan mempunyai negara sendiri terbebas dari penjajahan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga kini.

(Suwarno Wisetrotomo selaku Kurator Pameran, bersama Bambang Herras dengan karyanya berjudul "Langit Biru Diatas Keraton Yogyakarta - Impessa.id)

“Sultan HB 9 itu sosok yang hebat pada jamannya. Pada lukisan saya, beliau membawa naskah Kontrak Politik yang telah ditandatanganinya dalam gulungan, tidak dibeberkan sebagaimana seharusnya, karena dianggap tidak penting lagi setelah beliau yakin Belanda Akan Pergi,” ungkap Bambang Heras.

(Nano Warsono dengan karyanya berjudul "Pater Patriae" - Impessa.id)

Sementara itu, seniman Nano Warsono yang mengusung lukisan besar Akrilik diatas kanvas berukuran 200x150 centimeter berjudul “Pater Patriae”. Kepada Impessa.id, Nano Warsono menuturkan bahwa dirinya terinspirasi dari Wahyu Keprabon Mataram pada jaman Mataram Islam akan berdiri di Hutan Mentaok.

(Nano Warsono dengan karyanya berjudul "Pater Patriae" - Impessa.id)

“Ketika Panembahan Senopati dan Ki Ageng Giring bermunajat di daerah Wonosari, maka muncul-lah Wahyu Degan-Gagak-Emprit. Perjalanan Mataram sampai Hamengku Buwono ke-9 itu menuju ke Indonesia Baru. Tahun 1940 HB IX dilantik menjadi Raja, tahun 1945 NKRI Merdeka. Di awal-awal posisinya sebagai Raja Jogja, HB 9 belum mempunyai peran yang krusial, tetapi beliau mengucapkan Selamat dan Mendukung Proklamasi Kemerdekaan NKRI. Di tahun 1949, NKRI diserbu Belanda sehingga Ibukota dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Saat itulah HB 9 berperan sangat penting, Dukungan dana dan material beliau berikan untuk Pemerintah NKRI yang berpusat di Yogyakarta. Disinilah arti Degan (Kelapa Muda) sebagai Munculnya sebuah Kekuasaan Untuk Rakyat. Gagak (burung Gagak) sebagai proses untuk Kembali Ke Rakyat, dan Emprit (burung Pipit) sebagai Dimensi Rakyat, Dimensi Orang Biasa, Dimensi Untuk Kesejahteraan seluruh warganegara,” ungkap Nano Warsono kepada Impessa.id.

(Foto kenangan GRM Dorodjatoen bersama para Pangeran Keraton Yogyakarta)

Adapun makna puluhan Bola Mata pada lukisannya itu dimaksudkan, “Sultan Hamengku Buwono IX itu selalu menjadi Pusat Perhatian, baik oleh lawan maupun kawan. Hal itu tidak menutup kemungkinan beliau juga banyak musuhnya, namun beliau itu sangat pintar dalam melawan musuh-musuhnya, termasuk ketika menghadapi Belanda. Perlawanan HB 9 melawan Belanda tidak secara frontal, namun secara simbolis dan itu berhasil. Beliau ketika dilantik menjadi Sultan, yang biasanya disetiap pelantikan Sultan sebelumnya selalu didampingi oleh penguasa Belanda dan digandeng, beliau tidak mau digandeng. Itu perlawanan simboliknya. Salah satunya seperti itu. Beliau memang seorang pejuang sejati dalam konsep yang sangat tinggi,” ujar Nano Warsono.

(Penobatan Sri Sultan HB IX Sebagai Raja karya Gregorius Djoko Susilo - Impessa.id)

Kemudian dibagian tengah seperti 'jantungnya' lukisan besar itu, ada tertera huruf Jawa YA (dibaca YO) yang dalam angka Jawa merupakan angka Sembilan. Melalui lukisan itu, Nano Warsono menyampaikan pesan bahwa Hamengku Buwono Ke-9 itu berjiwa besar, karena beliau bukan memanfaatkan kekuasaan untuk beliau sendiri dan keluarga, tetapi justru mengembalikan kepada rakyat. Suatu demokrasi tingkat tinggi.

("Dialog Pengentasan" karya Galuh Taji Malela - Impessa.id)

“Mestinya para pejabat negara banyak belajar dari HB 9 yang sebagai negarawan bukan memanfaatkan kekuasaan untuk dirinya sendiri. Itu yang saya asosiasikan dengan Degan-Gagak-Emprit, justru mengayomi, memberi ruang yang lebih banyak pada rakyat, mendengarkan rakyat, dan itu bukan hanya slogan. HB 9 minim slogan tapi banyak kenyataan yang beliau wujudkan, dari demokrasi, kemudian suksessor berdirinya negara ini, perjuangan beliau kepada generasi berikutnya lewat Pramuka. Singkatnya HB 9 lebih banyak Doing Something daripada Retorika,” imbuh Nano lebih lanjut.

(Ignasius Dicky Takndare dengan lukisannya berjudul "Mbah Mugi" - Impessa.id)

Bambang Heras dan Nano Warsono adalah dua dari 37 seniman lain yang diikutsertakan menggelar karya-karya mereka pada Pameran Seni Lukis bertajuk “Tahta Untuk Rakyat Sri Sultan Hamengku Buwono IX” yang digelar di Jogja Gallery Jalan Pekapalan Nomor 7 Alun-Alun Utara, Yogyakarta, pada 20 Maret hingga 25 April 2021.

(Dyan Anggraini bersama karyanya berjudul "Dorodjatoen Dan Bunga Rumput Ilalang" - Impessa.id)

Adapun untuk ke-35 seniman yang lain, masing-masing, Agus Triyanto BR, Antino Restu Aji, Bambang Sudarto, Chandra Rosselinni, Dadi Setiyadi, Digie Sigit, Djoko Pekik, Dyan Anggraini, Eddy Sulistyo, Fika Khoirun Nisa, Galam Zulkifli, Galuh Taji Malela, Gregorius Djoko Susilo, Gusmen Heriadi, Haris Purnomo, Ignasius Dicky Takndare, Iwan Yusuf, Mahdi Abdullah, Muhammad Andik “Gus Black”, Probo, Pupuk Daru Purnomo, Reza Pratisca Hasibuan, Robi Fathoni, Ronald Manulang, Rosit Mulyadi, Setyo Priyo Nugroho, Sigit Raharjo, Suharmanto, Suroso Isur, Surya Darma, Suryadi Suyamtina, Totok Buchori, Tumariyanto, Ugy Sugiarto, dan Valdo Manullang. Bertindak selaku kurator yakni, Dr Suwarno Wisetrotomo (dari sisi seni) dan Dr Sri Margana M Phil (dari sisi sejarah).

(Pintu Masuk Pameran Seni Lukis "Tahta Untuk Rakyat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX" Di Jogja Gallery - Impessa.id)

Pameran Seni Lukis “Tahta Untuk Rakyat, Sri Sultan Hamengku Buwono IX” yang diinisiasi oleh Indro Kimpling dan kawan-kawan, sepenuhnya didukung oleh banyak pihak, resmi dibuka secara daring oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X pada Jumat, 19 Maret 2021, pukul 15.00 WIB dan dibuka untuk umum mulai Sabtu, 20 Maret hingga 25 April 2021, dengan jam buka pukul 10 pagi hingga 19 petang, setiap Selasa sampai Minggu, Senin Tutup. (Daru Artono/Febi Putri/Antok Wesman-Impessa.id)