Event

Sultan Hamengku Buwono X Menyebut Pembatasan Sosial Pengganti Karantina Mandiri Oleh Warga Masyarakat

Sultan Hamengku Buwono X Menyebut Pembatasan Sosial Pengganti Karantina Mandiri Oleh Warga Masyarakat

Sultan Hamengku Buwono X Menyebut Pembatasan Sosial Pengganti Karantina Mandiri Oleh Warga Masyarakat

Impessa.id, Yogyakarta, 30 Maret 2020 - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X didampingi Sekretaris Daerah Kadarmanta Baskara Aji, di Kompleks Kepatihan Danurejan, Yogyakarta, Senin (30/3/20), memberikan penjelasan terkait maraknya penutupan jalan perkampungan atau Lock Down yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jogja. “Sebetulnya kebijakan itu terkait dengan pendatang yang bisa dikontrol, yang bersangkutan itu negatif atau positif terjangkit virus corona, prinsipnya itu. Dimana yang penting bagi mereka ikut dikurangi aktivitas keluar rumah bukan berarti tidak boleh keluar ya,” tutur Sultan HB X.

Sultan mengakui bahwa praktik di lapangan itu sulit mengontrolnya terlebih di Pedesaan, karena kalau di desa itu terlalu banyak jalan yang bisa ditempuh untuk masuk ke Kelurahan, satu Kelurahan yang berada dipinggir kota, mungkin dilalui tiga jalan atau dua jalan yang bisa masuk kesitu, nah bagaimana kalau tiga jalan kemudian yang dua ditutup sehingga hanya ada satu jalan. Dengan harapan adanya satu jalan itu memudahkan ngontrol siapa saja yang masuk. “Bagi saya No Problem, untuk menjadikan hanya satu jalan itu,” jelas Sultan.

Menurut Sultan, bagi pendatangnya, begitu masuk di data, dia siapa dan sebagainya dengan keluarganya, dimungkinkan dia untuk mengurangi pergi keluar, hanya tinggal di rumah, bukan berarti dia tidak boleh keluar. Karena ada kalimat, kalau merasa tidak sehat, periksa diri ke pusat pelayanan kesehatan masyarakat atau ke Rumah Sakit. Berarti dia bisa datang ke Puskesmas, bukan tenaga pelayan kesehatan yang datang ke dia. Kalau dia perlu masak dirumah, dia bisa belanja. Tapi untuk dia berkumpul, beramai-ramai dan sebagainya, dihindari.

“Jadi itu sebetulnya bukan Lockdown. Kalau Lockdown itu di-isolasi, tidak boleh keluar dan tidak boleh masuk. Kalau itu yang terjadi, berarti yang memerintahkan Lockdown itu harus memberi makan kepada setiap orang. Kalau dia memerlukan sesuatu harus difasilitasi. Karena yang tidak boleh keluar rumah itu berarti dia gak bisa makan, harus ada orang yang mengantarkan makanan itu. Nah itu kan dihindari. Kalau seperti itu, akan terjadi ekonominya sudah hancur,” imbuh Sultan.

Kasus pendatang itulah yang di-dialogkan Sultan dengan Presiden Joko Widodo melalui teleconference, sesaat sebelum digelarnya doorstop dengan wartawan. “Dalam mensikapi pendatang. Saya tidak mempersoalkan pemudik, wong mau ketemu saudaranya, wong mau kembali ke tempatnya kog gak boleh? Biarin aja, yang penting dia bisa kita kontrol, dan dia bisa mendisplinkan diri, untuk tidak menularkan kalau dia positif Covid-19. Fakta yang terjadi di Jogja seperti itu, tidak ada virus corona lokal. Yang ada itu orang Jogja keluar, pulang bawa virus. Sehingga sebelum 10 hari dari sekarang, itu kira-kira 300 hampir 400 orang yang ODP (Orang Dalam Pengawasan). Tapi sampai 10 hari terakhir ini, menjadi 1870 ODP, mayoritas itu pendatang. Saya tidak mempersoalkan itu pendatang atau tidak, ya motivasinya jadi pendatang itu apa? Pendatang kan belum tentu mau mudik itu. Belum tentu hanya mau ketemu keluarga, mungkin karena dia pedagang keliling di Jakarta, karena Zona Merah, tidak laku dagangannya, daripada begitu lebih baik pulang. Mungkin di Jakarta di PHK, daripada beban hidupnya di Jakarta mahal, mulih wae. Mosok mulih ora oleh, saya bilang begitu. Jadi motifnya kan macem-macem. Bagi saya enggak saya persoalkan adanya pemudik itu,” aku Sultan HB X.

“Saya minta presiden menyampaikan Kota mana, Wilayah mana yang masuk Zona Merah. Supaya masyarakat yang mau pergi maupun yang datang, dari awal sudah bisa kita antisipasi, kalau lihat dia dari Zona Merah. Kita tahunya kan hanya Jakarta dan sekitarnya. Tapi pemerintah tidak pernah mau menjawab itu mana saja. Karena bagi kami itu untuk menyusun kebijakan. Tidak ada Gubernur se Jawa yang mengatakan “Kami tidak mau menerima pendatang” itu gak ada. Berarti ruang itu dibuka. Hanya sekarang perlu diatur. Seperti yang saya sampaikan dengan ditentukan itu, jangan sampai terjadi nanti, ini merah sudah bisa jadi hijau, tapi ternyata hijau ini masuk ke kawasan merah, atau sebaliknya, jadi merah. Sehingga disini jadi merah semua. Berarti apa? Berpindah. Bukan motong menyelesaikan, tapi justru virus itu berpindah-pindah, dari merah ke hijau, bukan diputus. Tapi beban ini ada di daerah, bukan di Jakarta lagi, Nah sekarang bagaimana diatur, mestinya kalau itu dinyatakan Zona Merah, pengaturan bus umum sama mobil pribadi ya diatur, jangan nanti mobil pribadinya dari Zona Merah ke Zona Hijau gak pernah tahu dia positif atau negatif, berhenti di Zona Hijau, hijaunya jadi merah gimana? Yang begini ini kan harus jelas. Itu namanya untuk memutus virus. Tapi keputusan itu baru diambil satu-dua hari ini. Karena cara pendapat dari daerah sama di pusat masih berbeda,” imbuh Gubernur DIY lebih lanjut.

Dalam kesempatan itu, Sultan menambahkan bahwa kini kita tidak lagi menggunakan istilah Karantina karena menurut Pemerintah Pusat, pengertian karantina itu berarti Totally, sedangkan faktanya bukan total. “Tadi ada kesepakatan namanya menjadi Pembatasan Sosial, tidak menggunakan kata Karantina lagi atau Isolasi, karena pengertiannya akan sama dengan Lockdown” jelasnya.

Ketika ditanyakan adakah bantuan untuk pengemudi becak, misalnya, yang kini kehilangan pelanggan. Sultan menjawab ada ReAlokasi Anggaran, “Karena kita sudah menyatakan Tanggap Darurat. Kalau Siaga Darurat itu nanti yang bisa dihabiskan hanya yang dialokasikan untuk dana tak terduga. Kalau Dana tak terduganya lima milyar, ya harus menghabiskan yang lima milyar itu. Tapi kalau dinyatakan Tanggap Darurat, itu bisa melakukan ReAlokasi Anggaran. Anggaran bisa dicoret, apapun yang telah disyahkan oleh DPRD dicoret, dipertanggungjawabkan nanti pada waktu penghitungan anggaran. Berarti masih dimungkinkan untuk cari diluar dari yang lima milyar tadi, guna membantu Tukang Becak, misalnya,” teranng Sultan.

“Saya minta Pemerintah Kabupaten-Kota ikuti aturan Gubernur mengenai Tanggap Darurat ini. Di-tedhak (disalin) untuk mengeluarkan keadaan darurat di Kabupaten-Kota nya. Dengan pernyataan itu boleh melakukan realokasi anggaran melalui mekanismenya yang sudah ditentukan,” pungkas Sultan HB X. (Ditya Aji/Antok Wesman-Impessa.id)