Pengelolaan Limbah Pakaian Perlu Digalakkan Demi Kesehatan Lingkungan
Impessa.id, Yogyakarta : Industri fesyen menjadi salah satu penyumbang limbah bagi lingkungan, dengan limbah yang diakibatkan semakin meningkat seiring dengan tingginya sifat konsumtif pada pakaian. Jejak karbon dan limbah dari pakaian banyak ditemukan terutama di tempat-tempat pembuangan akhir, untuk itu kampanye pengelolaan limbah pakaian perlu digalakkan secara masif kepada masyarakat. guna membantu mengembalikan lingkungan menjadi baik.
Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat -LSM Eart Hour Yogyakarta, Maulida Rita Widyana dalam Workshop Limbah Kain yang digelar oleh Fismo Universitas Muhammadiyah Yogyakarta -UMY, Kamis (24/10) di Gedung E7 Lt. 5 UMY, menuturkan bahwa meningkatnya limbah produksi pabrik garmen dipengaruhi oleh tingginya minat beli masyarakat terhadap pakaian. Hal itu juga yang mempengaruhi menumpuknya limbah sehingga mencemari lingkungan.
“Kita tidak bisa menyalahkan pabrik secara langsung terkait limbah yang dihasilkan. Tetapi, bahan berbahaya yang dihasilkan dari pabrik tersebut juga dipengaruhi oleh kita sebagai konsumen. Semakin sering kita beli baju, maka semakin banyak limbah yang dihasilkan,” tuturnya.
Selain daya konsumtif masyarakat tinggi terhadap pakaian yang mempengaruhi peningkatan limbah pabrik. Peran Indonesia sebagai negara pengekspor teksil ke berbagai negara juga menjadi penyebabnya. Banyak pabrik dari berbagai merek ternama di dunia menempatkan negara berkembang sebagai penghasil produk yang mereka jual karena biaya produksi yang rendah.
“Indonesia menjadi salah satu pengeskpor barang garmen tertinggi di dunia. Ditambah lagi dengan pabrik yang tidak mengolah limbahnya dengan baik. Kami menemukan fakta bahwa ada salah satu pabrik di Jakarta Utara yang membuang limbahnya langsung ke laut, itu kan bisa berbahaya sekali bagi lingkungan,” imbuh Maulida.
Pada kesempatan yang sama Diah Andeswon dari DHI Project memaparkan bahwa sebagai pelaku bisnis di bidang sandang sangat miris melihat banyak sekali limbah bekas bahan baku pakaian yang terbuang percuma. Diah beranggapan bahwa kesadaran dari pelaku bisnis pakaian sendiri sangat dibutuhkan untuk membantu menangani permasalahan lingkungan.
“Peningkatan limbah kain dipengaruhi dengan silih bergantinya gaya feysen. Namun saat ini banyak juga desainer baju yang mulai sadar akan dampak negatif yang dihasilkan. Maka kami sebisa mungkin untuk memakai kembali limbahnya sesuai dengan fungsi serta kebutuhan. Karena tidak semua limbah bisa didaur ulang,” ungkap Diah Andeswon.
Oleh karena itu, Maulida dan Diah mengajak masyarakat untuk melakukan hal terbaik dalam mengelola limbah kain mulai dari diri sendiri. Maulida mengajak untuk melakukan hal kecil mulai dari mengurangi pembelian baju secara berlebihan. Mengkombinasikan pakaian lama dengan barang lain sebagai pernak pernik. Lalu mendaur ulang pakaian lama menjadi barang baru.
Diah juga menyarankan untuk menyumbangkan pakaian layak tetapi sudah jarang dipakai, kepada orang lain atau menjualnya, meminta kepada pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah untuk mengakomodasi gerakan-gerakan yang menangani limbah kain. Kemudian, kesadaran akan dampak lingkungan harus dimulai dari diri sendiri.
Seluruh peserta workshop diajarkan cara mengelola limbah kain dengan baik, sehingga menghasilkan barang bagus dan menarik.(Ak/Antok Wesman)