Forum Dekan Fak Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Tolak Revisi UU KPK
Impessa.id, Yogyakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi –KPK, sebagai lembaga pencegah dan penindakan korupsi membawa angin segar untuk menyelesaikan persoalan korupsi yang begitu masif, terstruktur dan sistematis di Indonesia. Tetapi KPK saat ini sedang berada diujung tanduk dengan adannya Revisi Undang-Undang -RUU No. 30 tahun 2002 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia -DPR RI.
Untuk itu, Forum Dekan Fakultas Hukum -FH dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum -STIH Perguruan Tinggi Muhammadiyah -PTM Se-Indonesia menyatakan sikap menolak RUU KPK dan menyatakan dukungan terhadap KPK, pada Selasa (10/9) di Ruang Sidang Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta -FH UMY Kampus Terpadu UMY.
Ketua Forum Dekan FH dan Ketua STIH PTM Se-Indonesia Dr. Trisno Raharjo menyampaikan terdapat tiga hal yang dirumuskan oleh forum tersebut. Pertama adalah menolak RUU KPK yang bertujuan melemahkan KPK. Kedua, meminta kepada Presiden Jokowi untuk menindaklanjuti RUU inisiatif DPR tentang KPK dengan tidak mengeluarkan Surat Presiden untuk membahas RUU KPK. Ketiga, meminta kepada seluruh elemen masyarakat, pimpinan lembaga negara dan perguruan tinggi untuk mendukung penguatan KPK dalam rangka pemberantasan korupsi, agar Indonesia dapat menjadi negara yang maju, kuat sejahtera, adil dan makmur.
“Presiden tentu sebagai pelaksana eksekutif melakukan kajian-kajian bersama berbagai perguruan tinggi, ini merupakan usulan yang kami berikan. Kami juga mengirimkan surat penolakan yang ditulis oleh 40 anggota forum kepada Presiden Jokowi, terdiri dari 36 Fakultas Hukum yang berada di bawah PTM dan 4 dari STIH,” ujar Trisno.
Trisno juga menambahkan bahwa jika RUU KPK tetap dilakukan, maka menjadi kemunduran bangsa dalam melakukan penindakan terhadap kasus korupsi. Untuk itu, perlu sekali melakukan pembenahan yang bertujuan untuk menguatkan terhadap KPK, bukan malah melemahkan. Salah satunya dengan mengadakan kajian mendalam bersama para akademisi dari perguruan tinggi, praktisi dan para pimpinan lembaga negara.
“Kalau memang komitmennya baik, bapak presiden dapat menginstruksikan kepada Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung kalau punya perkara korupsi dan kalau punya penanganan khusus, diserahkan saja ke KPK, dengan ini, posisi KPK menjadi lebih kuat,” imbuhnya.
Trisno juga menyayangkan tindakan DPR RI yang serampangan dan terkesan terburu-buru. “DPR memiliki kewenangan untuk menetapkan apa yang akan menjadi suatu rancangan undang-undang. Tetapi mengapa dikeluarkan tinggal satu bulan masa jabatan dari DPR RI. Kewenangan itu digunakan secara serampangan,” pungkasnya. (Ak/Antok Wesman).