Ekonomi-Bisnis

Satu Juta Eksemplar Buku Dipamerkan Dalam MocoSik, Di JEC 23-25 Agustus 2019.

Satu Juta Eksemplar Buku Dipamerkan Dalam MocoSik, Di JEC 23-25 Agustus 2019.

Satu Juta Eksemplar Buku Dipamerkan Dalam MocoSik, Di JEC 23-25 Agustus 2019.

Impessa.id, Yogyakarta : Sukses gelaran dua tahun sebelumnya, Festival Buku dan Musik MocoSik hadir kembali dengan tema “Buku, Musik, Kamu”, panggung akbar yang memadukan dua kultur, pada 23, 24, 25 Agustus 2019, di Jogja Expo Center (JEC), dalam spirit mendekatkan buku dan musik.

Founder MocoSik Festival, Anas Syahrul Alimi, berujar bahwa MocoSik tidak mengarusutamakan buku melebihi musik, atau sebaliknya. “Keduanya sama rendah, sama tinggi. Baik buku maupun musik berbagi dalam panggung dan waktu yang sama,” ujarnya pada konferensi pers MocoSik di Medpresso Coffee, Kamis (1/8/2019).

MocoSik adalah festival pertama di Indonesia yang mempertemukan buku dan musik dalam satu panggung besar. Mencoba mendekatkan para penikmat konser kepada buku, juga sebaliknya, mengakrabkan insan literasi dan pencinta buku kepada musik. Itulah misi literasi budaya yang diusung MocoSik.

Anas, yang juga CEO Rajawali Indonesia, lembaga promotor berpengalaman menyelenggarakan puluhan konser musik skala nasional maupun internasional, mengatakan bahwa MocoSik tidak hanya menampilkan musisi ataupun penulis yang tengah naik daun. “Yang berada sangat jauh dan sudah berkarya lebih dahulu di waktu lampau, namun tetap eksis, juga kami berikan panggung yang sama,” tambahnya. Penghikmat buku dan penikmat musik, lanjut Anas, diringkas menjadi satu: “Kamu.”

Menurut Irwan Bajang, selaku Direktur Program, dalam tiga hari penyelenggaraan terdapat 68 penampil, lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. “Pecinta buku dan penikmat musik mendapat suguhan yang beragam dari panggung literasi maupun musik,” jelasnya.

Bukan hanya penampil yang bertambah, MocoSik #3 tak hanya bicara kelindan buku dengan kultur musik, tetapi juga kaitan buku dengan film, serta buku dengan seni rupa. Pada hari pertama, Jumat (23/8/2019), Ody Mulya Hidayat (Produser Dilan ) tampil berbicara kelindan buku dan film. Lantas, dilanjutkan obrolan dunia buku dan seni rupa. Lima perupa yakni, Ugo Untoro, Jumaldi Ali, Dipo Andy, Ong Hari Wahyu dan Samuel Indratma, diboyong ke MocoSik #3 untuk berbincang  tentang ilustrasi perbukuan.

Irwan Bajang yang juga pegiat dunia penerbitan buku indie di Indonesia, merinci nama-nama pengisi 10 sesi obrolan maupun lokakarya musik, film, dan seni rupa yang ada korelasinya dengan dunia buku dan literasi. Mereka masing-masing, Windy Ariestanty, Iqbal Aji Daryono, Mas Aik, Anton Kurnia, Pepeng, Kalis Mardiasih, Hengki Herwanto, Erie Setiawan, Nuran Wibisono, David Tarigan, Deskripsi John H. McGlynn, dan Okky Madasari.

Di panggung musik, tampil Tulus, Yura Yunita, Pusakata, serta musisi-musisi legendaris diantaranya, Ebiet G. Ade, Gallaby, Langit Sore, Nostress, Dialog Dini Hari, Tashoora, Sujiwo Tejo Band, Guyon Waton, serta konser puisi cinta nan melow dengan konduktor Agus Noor, sastrawan dan sutradara teater.

Pameran Seni Lini Masa Sastra, dihadirkan di antara panggung musik dan bangku obrolan literasi. Yogyakarta sebagai salah satu kota seni rupa utama di Indonesia, sangat memungkinkan bagi ruang MocoSik mendapatkan sentuhan seni.

“Tema ruang pameran seni adalah Lini Masa Sastra Indonesia: Lama-Kini,” ungkap Bakkar Wibowo. Co-founder MocoSik. Indonesia tidak hanya dibangun lewat adu kuat bedil, tetapi juga ide. Dengan sastra, dengan teks, Indonesia yang kita proklamasikan pada Agustus 1945 ini pun lahir.

Bersifat kilas balik, maka pameran seni yang mengingatkan pada tonggak-tonggak penting “Ide Indonesia” didukung diskusi perihal pendokumentasian dan bagaimana para akademisi dari luar negeri jatuh hati pada (ide) Indonesia.

“Kita menggelar selama tiga hari buku-buku lawasan sastra/humaniora dan artefak-artefak dunia musik masa lalu. Kita menggandeng komunitas yang selama ini bermain di buku-buku klasik dan juga Record Store yang berbasis di Yogyakarta,” tutur Bakkar Wibowo.

“Hadirnya buku-buku yang bernilai sejarah tinggi dan sejumlah majalah dan rilisan musik dari masa yang jauh, tetapi dikemas dalam sebuah pameran seni, setidaknya menyodorkan kepada generasi milenial bahwa masa lalu itu asyik dan enggak bikin spaneng, apalagi kusam,” jelas Bakkar.

Buku Menjadi Tiket Masuk Konser Musik

Salah satu ciri khas dari MocoSik adalah ketika buku dijadikan bukti tanda masuk. Para penonton diwajibkan membeli buku dengan nominal tertentu sebagai syarat masuk dalam panggung besar konser musik.

“Awal Agustus, ratusan kelompok penerbit yang menjadi peserta pameran besar membuka loket tiket presale dengan menampilkan buku-buku produksi di akun media sosial masing-masing. Buku-buku dari penerbit peserta yang bertanda “Tiket Buku Mocosik” menjadi bukti untuk memasuki panggung konser musik,” jelas Hinu OS, salah satu penanggung jawab pameran buku MocoSik.

Harga tiket presale Rp 75.000 (Untuk Satu Hari) yang bisa didapatkan di penerbit-penerbit peserta. “Jika buku yang dibeli memiliki nominal 150 ribu rupiah, misalnya, berarti bisa mendapatkan dua tiket. Terserah pembeli, apakah tiket untuk pertunjukan hari pertama, kedua, dan ketiga. Soal pengiriman buku sampai ke rumah pembeli, mekanismenya diserahkan sepenuhnya kepada penerbit yang bersangkutan,” jelas Hinu.

Harga presale dilayani sampai 20 Agustus. Setelahnya, berlaku harga on the spot senilai Rp 85.000. Tiket Buku MocoSik dijual secara online mulai Sabtu, 3 Agustus 2019, pukul 11.59 WIB, melalui www.tiketapasaja.com dan penerbit-penerbit yang ikut dalam MocoSik Festival.

Pameran MocoSik menampilkan hampir satu juta eksemplar buku di Hall Besar JEC, diikuti 120 peserta dari kelompok penerbitan se-Indonesia, baik berstatus penerbit mayor maupun independen/komunitas. Secara tema, boleh dibilang buku yang dipamerkan cukup beragam. Dari buku anak-anak hingga humaniora dan politik. Bahkan, ada penerbit yang selama ini konsens dengan buku-buku impor turut serta sebagai peserta pameran. “Kita membuka stand besar khusus buku-buku yang dijual secara hotsale. Harga per buku dipukul rata 10 ribu rupiah saja,” imbuh Hinu.