Ekonomi-Bisnis

Jogja Cross Culture Hari Pertama, Dari Festival Jamu Hingga Wayang Kota

Jogja Cross Culture Hari Pertama, Dari Festival Jamu Hingga Wayang Kota

Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, MA di panggung utama di Monumen SO 1 Maret secara simbolis membuka pertunjukkan Wayang Kota, rangkaian dari Jogja Cross Culture, Sabtu (3/8/19).

Impessa.id, Yogyakarta, 3 Agustus 2019 - Pelaksanaan Jogja Cross Culture hari pertama di Kilometer Nol Yogyakarta dimulai Sabtu (03/08) pukul 15.00 WIB ditandai dengan dibukanya stan-stan Festival Jamu dan diakhiri pertunjukkan Wayang Kota, yaitu pementasan Wayang Ukur yang dibawakan oleh lima Dalang muda.

JamFest atau Festival Jamu yang digelar di utara Monumen SO 1 Maret 1949, diikuti oleh 12 stan berasal dari warga kecamatan-kecamatan Kota Yogyakarta menandai diawalinya Jogja Cross Culture di sore harinya. Jamu-jamu yang disediakan dapat dinikmati secara cuma-cuma oleh masyarakat yang sedang berada di kawasan Kilometer 0 Yogyakarta tersebut.

Dalam Festival Jamu, sesama pelaku tidak dikompetisikan untuk menjual, tetapi saling menyanding untuk memberikan informasi kepada pengunjung tentang Jamu dan kuliner, bahkan mereka berbagi minuman tradisional kepada pengunjung.

Malam harinya, Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, MA menyempatkan mengunjungi stan-stan JamFest yang ada sambil mencicipi jamu-jamu yang disuguhkan. Usai mengunjungi stan Festival Jamu, orang nomer dua Kota Yogyakarta itu menuju panggung utama yang berada di Monumen SO 1 Maret untuk secara simbolis membuka pertunjukkan Wayang Kota, rangkaian dari Jogja Cross Culture.

“Apa yang kita tampilkan di Jogja Cross Culture adalah kultur-kultur yang ada di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Baik kultur dari Nusantara maupun dari negara lain.” ujar Heroe Poerwadi, MA dalam sambutannya.

“Jogja Cross Culture menandai bagaimana Yogyakarta baik sebagai orang maupun sebagai seni budayanya ketika bersama-sama dengan kultur lain akan saling menghidupkan dan memberikan kekuatan. Sehingga lahirlah seni budaya-seni budaya baru hasil perkawinan seni budaya-seni budaya tersebut,” imbuhnya.

Kemudian secara simbolis Wakil Walikota Yogyakarta menyerahkan delapan Kayon dan satu karakter wayang Gatotkaca kepada lima Dalang dan tiga Panjak yang memainkan Wayang Kota sebagai tanda resmi dimulainya Jogja Cross Culture 2019.

Ke-lima Dalang milenial yang berkolaborasi membawakan lakon Kancingjaya masing-masing, Bumi Gedhe Taruna, Ganes Sutono, Bayu Probo, Sunu Prasetya dan Bayu Gupito. Sedangan selaku Panjak yakni Wahyu WIcaksono, Wahyu Prasetya Aji dan Zudhistiro Bayu P.

Wayang Kota dengan lakon Kancingjaya adalah perpaduan budaya tradisi dengan kekinian yang dihadirkan melalui wayang. Kolaborasi Wayang Ukur kreasi Maestro Wayang asal Kota Yogyakarta, Sigit Sukasman, dengan lima dalang generasi milenial, mencatatkan proses fase demi fase penyatuan para dalang. Diawali dengan workshop Wayang Ukur, para dalang usia muda yang awalnya hanya mendengar tentang keunikan Wayang Ukur, berkesempatan untuk menyentuh bahkan memainkannya dalam sebuah pementasan.

Sebelum pergelaran wayang dimulai, masyarakat yang memadati kawasan Kilometer Nol Yogyakarta dihibur oleh pertunjukkan tari berjudul Kayon yang dibawakan oleh Anter Asmorotedjo dan Olivia Tamara.

Sekitar pukul 20:30 WIB, pergelawan Wayang Kota dimulai dengan Bumi Gedhe Taruna berada di depan kelir sepanjang 10 meter dan setinggi 2,5 meter, membelakangi penonton seperti para Dalang pada umumnya memainkan wayang yang telah disiapkan di kanan kirinya. Sementara itu Ganes Sutono, Bayu Probo, Sunu Prasetya, dan  Bayu Gupito, dibantu para Panjak berada di balik kelir. Mereka menggerakkan wayang yang bayang-bayangnya tampak selain memperindah tampilan, juga menguatkan jalan cerita selama pertunjukkan yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam.

Pertunjukkan yang menceritakan tentang sepak terjang Gatotkaca tersebut disutradarai oleh Ki Catur “Benyek” Kuncoro yang sekaligus menjadi penulis naskahnya. Sebagai penata musik adalah Danang Rajiv Setyadi dan arranger Reno Sandro Hana. Untuk menciptakan visual yang menarik, Eko Sulkan dan Arif Dharmawan hadir sebagai penata cahaya. Kemudian masih diperkaya lagi dengan tampilan video grafis oleh Bayu Sanjaya, Agung Nasrullah, dan Dimas Purwadharma.

“Kancingjaya adalah salah satu nama dari tokoh utama Gatotkaca, yang tidak banyak dikenal. Kisah ini menjadi menarik karena keutuhan cerita, fase demi fase dibangun dari penyatuan kelima dalang,” ungkap Ki Catur “Benyek” Kuncoro.

Pada penyelenggaraan hari kedua Jogja Cross Culture besok (04/08), kegiatan dimulai sejak pagi pukul 08:00 WIB dengan historical trail Njeron Journey yang mengajak para peserta menjelajah dan mengenal keunikan dan keragaman budaya yang ada di dalam Beteng Keraton Yogyakarta.

Kemudian pada pukul 10:00 WIB dilanjutkan Sketsa Bersama Maestro di kawasan Kilometer Nol Yogyakarta, ditemani Joko Pekik dan Kartika Affandi.

Pukul 12:00 WIB giliran Keroncong Paramuda menghibur masyarakat di kawasan tersebut. Anak-anak pun mendapat kesempatan menikmati dan bersenang-senang di Jogja Cross Culture dengan Dolananè Bocah nJobo Latar pada pukul 15:00 WIB. Satu jam kemudian, seluruh masyarakat diajak menari bersama ratusan penari di kegiatan nJogéd nJalar Jog Jag Nong.

Selepas Isya’, kurang lebih pukul 19:00 WIB, acara dilanjutkan dengan Historical Orchestra Selaras Juang. Setelah kegiatan ini, pada 20:30 WIB dilaksanakan peluncuran Gandhes Luwes, Road to Jogja Cross Culture 2020, dan tak ketinggalan peluncuran Jenang Golong Gilig, yang diharapkan akan menjadi makanan khas Kota Yogyakarta. Menutup seluruh rangkaian Jogja Cross Culture 2019 ini, pada 21:00 WIB digelar Cross Culture Performance réUnèn dengan salah satu bintang tamu di dalamnya adalah Nugie. (Iwan Pribadi/Antok Wesman)