Feature

Pentas Teater Oleh Orang-Orang Mini Di Yogyakarta Berlangsung Sukses!

Pentas Teater Oleh Orang-Orang Mini Di Yogyakarta Berlangsung Sukses!

Pentas Teater Oleh Orang-Orang Mini Di Yogyakarta Berlangsung Sukses!

Impessa.id, Yogyakarta : Pentas teater kontemporer berjudul “Sepatu Yang Sama: Kisah Jiwa dan Angka” yang dimainkan olek para Penyandang Achondroplasia atau pemuda-pemudi bertubuh mini dari berbagai kota di Indonesia, di Pendapa Art Space Dongkelan Bantul, Yogyakarta, Jum’at malam, 16 November 2018, berlangsung sukses.

Meski pementasan telah selesai, penonton yang memenuhi ruangan tetap tak beranjak, mereka masih terpukau atas apa yang baru saja mereka saksikan, Nanik Indarti (33 tahun) dengan tinggi badan 120 sentimeter dan kawan-kawannya sesama orang bertubuh mini, berhasil membuktikan bahwa orang-orang penyandang Archondroplasia yang dipandang sebelah mata karena fisiknya yang pendek, mampu memberikan tontonan yang patut untuk direnungkan.

Banyak pesan terkandung dari pentas teater kontemporer gagasan Nanik Indarti tersebut. Tepat penilaian yang diberikan pihak Media Cipta Ekspresi yang telah meluluskan proposal yang diajukan oleh Nanik dan kemudian memberikan hibah untuk mendanai pementasan itu, meski juga didukung berbagai pihak lainnya.

Naomi Srikandi dari Media Cipta Ekspresi sebagai salah satu tamu yang diundang, usai pertunjukan, didaulat untuk membeberkan alasan atas terpilihnya proposal Nanik Indarti sebagai penerima Hibah sehingga pentas itu dapat berlangsung. Meski Naomi awalnya sempat berkeberatan, namun dengan pelupuk mata lebam tak kuasa menahan rasa haru sebagaimana halnya dengan kebanyakan penonton lainnya, Naomi terpaksa mengatakannya jua.

“Bagi saya, ini masuk akal, karena memang tidak ada satupun karya teater yang digagas oleh orang seperti Nanik ini, belum pernah ada proposal yang berencana mengajak orang-orang mini seperti dirinya untuk pentas bareng ke atas panggung, bermain teater, melakukan konsolidasi diantara sesama orang-orang mini dan ingin menyampaikan  pandangan-pandangan mereka kepada penonton. Belum pernah ada!” tegas Naomi Srikandi.

Usai pertunjukan, Impessa menemui seorang penonton yang adalah pelajar SMK Jetis Bantul bernama Dina Ariani yang merasa kagum dengan penampilan Nanik dan teman-temannya. “Saya kagum dengan keberanian mereka (para penyandang Achondroplasia-red), mereka tidak malu dengan kondisi fisik mereka yang pendek, mereka malah bangga, bisa dibilang mereka menjadikan kekurangan yang ada menjadi suatu kelebihan tersendiri, mereka tidak minder, mungkin lingkungan mereka sudah nge-judged kalau mereka itu tidak bisa apa-apa, kini mereka membuktikan bahwa mereka mampu berbuat aksi nyata yang tidak kalah dengan orang-orang pada umumnya,” tutur Dina.

Sementara itu, Atik, Guru Teater dari SMK Jetis Bantul mengakui bahwa pentas teater oleh orang-orang mini yang baru saja dia saksikan, sangat menginspirasi. “Pementasan tadi sangat memberi inspirasi bagi kita semua, kita terkadang salah menilai seseorang dari fisiknya duluan, baru yang lainnya, ternyata orang-orang yang diberi fisik tidak seperti orang-orang yang lain, punya kelebihan yang kadang kita tidak menduga bahwa mereka punya keberanian, punya solidaritas yang tinggi, punya visi-misi yang tinggi, sehingga kalau saya sebagai Guru Teater, bisa memberikan motivasi kepada anak-anak didik saya bahwa orang mini saja bisa begitu hebat, apalagi kalian diberi kesempurnaan, harus lebih hebat,” akunya jujur.

Melalui Impessa, usai sukses pentas, Nanik Indarti mengajak orang-orang sesama Penyandang Achondroplasia untuk tidak rendah diri meski Nanik mengakui agak sulit bagi mereka yang bukan dari dunia seni, karena kelakuan diskriminasi terhadap mereka masih tetap ada. Nanik mengajak teman-teman bertubuh mini untuk bangkit. “Temen-temen, jangan pernah malu, harus percaya diri, semangat, terus berkarya, terus melakuan hal-hal seperti pada umumnya orang-orang lain lakukan, jangan pernah menyerah untuk melakukan sampai kamu benar-benar tidak bisa melakukannya!” seruan nya.

Pentas Teater “Sepatu Yang Sama: Kisah Jiwa dan Angka” oleh 11 orang bertubuh mini, tujuh perempuan salah satunya sedang hamil 5 bulan, dan empat laki-laki, mengadopsi buku berjudul “Aku Perermpuan Unik” karya Nanik Indarti sebagai kumpulan kisah nyata dari tujuh perempuan bertubuh mini dari berbagai kota di Tanah Air , yang kemudian digubah kedalam naskah drama oleh Nunung Deni Puspitasari yang sekaligus bertindak selaku Sutradara pementasan berdurasi satu jam tersebut.

Karya pentas itu membicarakan wacana besar mengenai masih terdapatnya diskriminasi terhadap Penyandang Achondroplasia di Indonesia, akan Aksesibilitas, Fasilitas, Hak, Kesehatan, Reproduksi, Hambatan-hambatan yang sering dialami orang-orang mini, terutama di tempat-tempat layanan publik.

Ke-11 orang-orang mini yang terlibat didalam pertunjukan itu masing-masing, Miftahun Naufa (Dosen dari Aceh), Inung Setyani (Dosen dari Kalimantan), Lucky Novita (Pembina Teater dari Biltar), Vely Hilda (Pantomimer dari Banyuwangi), Ninit Ungu (Staf Gereja dari Blitar), Christianingtyas (Penari dan Ibu Rumah Tangga dari Kulon Progo), Amin Sumantri (Guru dari Malang), Muchlis Mustafa (Mahasiswa Seni dari Surabaya), Didik Saputro (Mahasiswa Seni dari Yogyakarta), Doddy Micro (Pantomimer dari Yogyakarta), Nanik Indarti (Pekerja Seni dari Yogyakarta) dan didukung oleh Anggisari dari Humanity and Inclusion Yogyakarta. (Tok)