Feature

Upacara Tradisi Garebeg Sawal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

Upacara Tradisi Garebeg Sawal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

Upacara Tradisi Garebeg Sawal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat

Impessa.id, Yogyakarta: Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar rangkaian  peringatan Idulfitri 1445 Hijriyah atau Tahun Jimawal 1957, dengan serangkaian upacara adat tradisi masing-masing;

Pada Minggu, 7 April 2024/27 Pasa Jimawal 1957 berupa Gladi Resik Prajurit Jelang Garebeg Sawal, pukul 15.30-selesai berlokasi di Kamandungan Kidul-Magangan-Pagelaran. Kemudian Pada Senin, 8 April 2024/28 Pasa Jimawal 1957 berupa upacara Numplak Wajik, pukul 15.30-selesai bertempat di Panti Pareden Kompleks Magangan Keraton Yogyakarta.

Pada Kamis, 11 April 2024/1 Sawal Jimawal 1957 berupa upacara Hajad Dalem Garebeg Sawal, pukul 10.00-selesai, bertempat di Keraton-Kagungan Dalem Masjid Gedhe (Pura Pakulaman, Kepatihan, Ndalem Mangkubumen).

Pada Kamis, 11 April 2024/1 Sawal Jimawal 1957 berupa upacara Ngabekten Kakung, pukul 09.00-selesai, bertempat di Keraton Yogyakarta (tertutup)

Pada Kamis, 11 April 2024/1 Sawal Jimawal 1957 berupa Ringgitan Bedhol Songsong lakon Antareja Takon Bapa bersama Dhalang Mas Lurah Cermo Gundholo, bertempat di Sasana Hinggil Dwi Abad (Kagungan Dalem Sitihinggil Kidul), Alun-Alun Selatan, mulai pukul 20.00 WIB-selesai, streaming langsung: Youtube Kraton Jogja

Pada Jumat, 12 April 2024, 2 Sawal Jimawal 1957 berupa upacara Ngabekten Putri, pukul 09.00-selesai, bertempat di Keraton Yogyakarta.

Keseluruhan agenda di atas disiarkan melalui Instagram live @kratonjogja dan live streaming Youtube Kraton Jogja.

Sementara, agenda Hajad Dalem Ngabekten yang dilakukan selama dua hari pada Kamis (11/04) dan Jumat (12/04) bersifat tertutup. Ngabekten adalah tradisi sungkeman di Keraton Yogyakarta kepada Ngarsa Dalem dan permaisuri, sebagaimana masyarakat muslim pada umumnya saat merayakan Idulfitri. Ngabekten diikuti Adipati Pura Pakualaman, Putra dan Mantu Dalem, Wayah Dalem, Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Sentana Dalem/Kerabat, dan para Abdi Dalem.

Penambahan Satu Titik Pembagian Pareden Gunungan Garebeg Sawal

Terdapat penyesuaian pelaksanaan Garebeg Sawal tahun 2024, Keraton Yogyakarta menyediakan lima jenis gunungan, yakni dua Gunungan Kakung, satu Gunungan Estri, satu Gunungan Gepak, satu Gunungan Darat, dan satu Gunungan Pawuhan. Sehingga total terdapat enam buah gunungan. Gunungan yang telah diinapkan semalam sebelumnya di Bangsal Pancaniti, Kamandungan Lor, dibawa oleh Narakarya (kanca abang) melalui Regol Brajanala-Sitihinggil Lor-Pagelaran-keluar lewat barat Pagelaran menuju Masjid Gedhe.

Selama pelaksanaan Hajad Dalem Garebeg Sawal, kompleks Kamandhungan Kidul, Kemagangan, Kedhaton dan Kamandungan Lor (Keben) ditutup bagi masyarakat umum. Ditutupnya Kompleks Kemandungan Lor bagi masyarakat umum karena digunakan sebagai lokasi para prajurit beristirahat sekaligus menjaga perdamaian dari prosesi Hajad Dalem. Pada waktu yang sama tengah berlangsung prosesi Ngabekten Kakung di dalam Keraton. Meski begitu, masyarakat turut menyaksikan upacara Garebeg secara langsung di Bangsal Pagelaran dan Halaman Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta.

Pada pelaksanaan tersebut, masyarakat ikut berpartisipasi mendapatkan bagian Gunungan di Pelataran Masjid Gedhe dan Pura Pakualaman. Sementara untuk Kompleks Kepatihan, diumumkan sejumlah 50 ubarampe gunungan berwujud rengginang untuk para Aparatur Sipil Negara. Terdapat satu titik tambahan yang menjadi lokasi Pembagian ubarampe gunungan, yakni Ndalem Mangkubumen, yang juga menerima sejumlah 50 buah.

“Ndalem Mangkubumen dulunya merupakan tempat tinggal KGPH Mangkubumi, adik Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Pun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI, ndalem ini sebelumnya juga merupakan tempat tinggal Sri Sultan Hamengku Buwono VII sewaktu masih menjadi putra mahkota dengan nama Pangeran Hangabehi,” jelas Penghageng Kawedanan Reksa Suyasa KRT Kusumanegara, Jumat (05/04) di Keraton Yogyakarta.

“Setelah melalui proses kajian, dasar sejarah inilah yang menjadi alasan pembagian pareden di Ndalem Mangkubumen dilakukan kembali saat prosesi Garebeg Sawal pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono X ini,” tambah KRT Kusumanegara. Sebanyak 50 pareden gunungan di Ndalem Mangkubumen diterima secara langsung oleh GKR Mangkubumi, putri sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X. Adapun prosesi pembagian pareden di Ndalem Mangkubumen tersebut tertutup untuk umum.

Pareden gunungan yang disebarkan ke Kompleks Kepatihan dan Ndalem Mangkubumen tersebut, merupakan bagian dari enam gunungan yang dibawa di Masjid Gedhe. Di kuncung Masjid Gedhe, gunungan tersebut didoakan terlebih dahulu oleh Abdi Dalem Pengulon. Setelah didoakan, Abdi Dalem Pengulon mengambil 100 buah pareden rengginang dari badan Gunungan Estri untuk diserahkan kepada Utusan Dalem. Baru selanjutnya gunungan-gunungan yakni Gunungan Kakung, Estri, Gepak, Dharat, dan Pawuhan masing-masing satu buah, dapat diperuntukkan bagi masyarakat.

Utusan Dalem yang mengantarkan 50 pareden ke Ndalem Mangkubumen dan dikawal Bregada Surakarsa. Untuk 50 pareden lainnya, diantarkan Utusan Dalem ke Kompleks Kepatihan yang dikawal Bregada Bugis. Sementara satu Gunungan Kakung yang dibawa ke Pura Pakualaman dikawal oleh Prajurit Pura Pakualaman yakni Dragunder dan Plangkir. Selain dua bregada tersebut, delapan Bregada Keraton Yogyakarta yang turut mengawali prosesi Gunungan dari Bangsal Pancaniti menuju Masjid Gedhe yakni Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra.

Selama pelaksanaan prosesi Garebag Sawal, diberlakukan zona larangan terbang di Kawasan Keraton Yogyakarta. Artinya, masyarakat dilarang untuk menerbangkan drone dan sejenisnya dari 0-150 meter dari permukaan tanah (0-492 kaki AGL). Hal ini dilakukan guna mendukung kelancaran seluruh proses, utamanya garebeg, sekaligus memberikan penghormatan terhadap pelestarian Hajad Dalem yang merupakan simbol sedekah dari Raja. Hal ini juga sesuai dengan Nomor NOTAM B0614/24 NOTAMN yang diterbitkan AirNav Indonesia.

Jenis-jenis dan Makna Gunungan yang Dibagikan

Penghageng II KHP Widyabudaya KRT Rintaiswara menyampaikan tentang makna Upacara Garebeg sebagai berikut:

“Garebeg yang dilakukan di Keraton adalah Hajad Dalem, sebuah upacara budaya yang diselenggarakan oleh Keraton dalam rangka memperingati hari besar agama Islam yakni Idulfitri, Iduladha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW,” tambahnya. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa Garebeg atau yang umumnya disebut “Grebeg” berasal dari kata “gumrebeg”, mengacu pada deru angin atau keramaian yang ditimbulkan pada saat berlangsungnya upacara tersebut,” jelasnya.

“Gunungan merupakan pemeliharaan Keraton atau pemberian dari raja kepada rakyatnya. Jadi makna Garebeg Sawal secara singkatnya adalah pemain rasa syukur (mangayubagya) akan datangnya Idulfitri, yang diwujudkan dengan memberikan rezeki pada masyarakat melalui ubarampe gunungan yang berupa hasil bumi dari tanah Mataram,” pungkas Kanjeng Rinta.

Sejatinya, masyarakat dalam memperoleh Gunungan pada konsep awalnya memang nyadhong/menunggu giliran untuk mencapainya. “Ini merupakan perlambang kesabaran manusia. Berbeda dengan merayah, karena kesannya yang kuat pasti akan didapat terlebih dahulu,” jelas Carik Kawedanan Widya Budaya, KRT Widyacandra Ismayaningrat.

Kanjeng Candra, sapaannya, menambahkan bahwa cara membawa dan memberikan ubarampe pareden gunungan adalah dengan diemban sebagai wujud penghormatan karena ubarampe adalah sedekah raja/paring dalem. “Merupakan wujud rasa hormat dan sopan santun karena Utusan Dalem mengemban amanah untuk membagikan,” terangnya. Ubarampe yang dibawa oleh para utusan dalem ke Kepatihan dan Ndalem Mangkubumen diemban dengan kain cinde warna merah yang digunakan dalam upacara-upacara besar dan sakral.

Sebanyak 50 pareden gunungan yang disebarkan berwujud rengginang dan tlapukan bintang yang memiliki lima warna. “Hitam melambangkan kewibawaan dan keteguhan, putih itu kesucian, merah melambangkan keberanian, hijau melambangkan kesuburan/kemakmuran, serta kuning melambangkan kemakmuran,” tutup Kanjeng Candra. Pemilihan warna tersebut erat kaitannya dengan kearifan jawa terkait mata angin (kiblat papat limo pancer), pancawara atau perhitungan hari pasaran, maupun gambaran hawa nafsu manusia.

Museum Operasional Jam dan Wisata Keraton Yogyakarta

Di sisi lain, sehubungan dengan pelaksanaan peringatan Idulfitri, terdapat penyesuaian jam operasional museum dan wisata di Keraton Yogyakarta. Carik KHP Nitya Budaya Nyi R.Ry Noorsundari menjelaskan untuk wisata Kedhaton atau bangunan inti Keraton, ditutup selama tiga hari. “Kedhaton libur pada Rabu (10/04), Kamis (11/04), dan Jumat (12/04). Wisata Kedhaton dibuka kembali pada Sabtu (13/04),” ujarnya pada Jumat (05/04).

Untuk museum Keraton lainnya seperti Museum Wahanarata, Jalan Rotowijayan, ditutup pada Selasa (09/04) dan Rabu (10/04). “Sedangkan Wisata Tamansari libur pada Rabu (10/04) dan Kamis (11/04),” tutupnya. (Tim Humas Keraton Yogyakarta/Vinia/Antok Wesman-Impessa.id)