Tiga Aktivis Tampil Di Sastra Bulan Purnama Tembi, Yogyakarta, Sabtu Sore, 22 Januari 2022
Impessa.id, Yogyakarta: Selama ini Sastra Bulan Purnama hanya diisi kegiatan pembacaan puisi, musikalisasi puisi, dan sesekali diskusi buku puisi. Kali ini, sastra diisi dimensi yang lebih luas, yakni menyangkut demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Maka, pada Sastra Bulan Purnama edisi spesial diisi diskusi, bertema “Demokrasi dan Problem HAM di Indonesia”, sekaligus membicangkan buku berjudul “PSI Yang Saya Ketahui” karya (alm) Imam Yudotomo, pada Sabtu, 22 Januari 2022, Jam 15.00-18.00 WIB, di Tembi Rumah Budaya, Jl. Parangttritis Km 8,5 Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Diskusi terbatas untuk 30 orang dan quota sudah terisi penuh.
Ketiga aktivis, tersebut masing-masing, Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM, aktivis sosial di Medan, dan pernah mengajar di USU (Universitas Sumatra Utama), Medan. Kemudian Osmar Tanjung, insinyur pertanian, dan pernah menjadi ketua WIM (Wahana Informasi Masyarakat) di Medan, dan delapan tahun tinggal di London, Komisaris Utama PTPN XI. Serta Eko Sulistiyo, almuni jurusan sejarah UNS, Solo, semasa mahasiswa dikenal sebagai aktivis di Solo, Komisaris PLN. Sebelumnya sebagai staf khusus di KSP -Kantor Sekretariat Presiden. Bertindak sebagai moderator Isti Nugroho, aktivis mengelola Pusat Dokumentasi Politik Guntur 49, di Jakarta.
Selain diskusi, disajikan satu pertunjukkan monolog, sebagai Pertunjukkan Cepat Saji oleh Eko Winardi, aktor teater dan aktivis sosial, dengan lakon ‘Gusti Ratu Kidul’ naskah karya Agus Istianto, sebagai opening sebelum bincang-bincang, dan pada closing, dibacakan puisi oleh Agus Istianto, aktor teater.
Ons Untoro selaku koordinator Sastra Bulan Purnama menyebutkan, bentuk ekspresi kebudayaan bukan hanya berupa pembacaan puisi atau musikalisasi puisi, tetapi bincang-bincang atau diskusi juga merupakan ekspresi budaya. “Ekspresi kebudayaan mempunyai banyak bentuk, pameran seni rupa, pameran foto dan pertunjukan kesenian lainnya adalah bentuk dari ekspresi kebudayaaan” ujarnya.
Perpaduan antara membaca puisi, pertunjukan monolog, musikalisasi puisi, selama beberapa kali, selama pandemi, telah dilakukan untuk mengisi Sastra Bulan Purnama, sehingga nuansa dari pergelaran Sastra Bulan Purnama selain diisi pertunjukan, juga produksi wacana. “Dalam diskusi, wacana tidak hanya diproduksi, tetapi sekaligus saling dibincangkan” kata Ons Untoro.
Pada Sastra Bulan Purnama edisi khusus tersebut, bingkai tema ‘Demokrasi dan Problem HAM di Indonesia’ memberikan dimensi pada proses kreatif penciptaan sastra. “Karena mencipta karya sastra tidak hanya menyangkut persoalan teknis, tetapi dipengaruhi pemahaman persoalan yang lebih luas, menyangkut persoalan kebangsaan,” tukasnya.
Osmar Tanjung, yang kini menetap di Jakarta, ketika masih sebagai aktivis social, baik di WIM maupun organisasi lainnya dan tinggal di Medan, sering berkunjung ke Yogya, bertemu dengan para aktivis Yogya, sekaligus mendiskusikan masalah sosial dan kebangsaan, “Diskusi ini, bagi saya, merupakan bentuk silaturahmi kepada kawan-kawan Yogya, yang sekarang sudah memiliki kegiatan dan aktivitas berbeda-beda,” akunya. (Ons/Antok Wesman-Impessa.id)