Perupa Timbul Raharjo, Si Kuda Egrang, Semakin Eksis
Impessa.id, Yogyakarta : Julukan Perupa Kuda Egrang untuk Timbul Raharjo semakin nyata dengan hadirnya sejumlah karya tiga dimensi “Kuda” menggunakan bahan logam mengkilap dan kayu dipadu logam serta karya dua dimensi, lukisan “Kuda” berwarna dop sebagai tampilan karya Bi-Art, berada diantara Plate Art atau Seni yang difungsikan secara ergonomis untuk manusia, disebut sebagai Art for Society atau Seni untuk Perjuangan, dan Fine Art atau Seni Murni, disebut sebagai Art for Art.
Buddha Tidur, dalam ukuran raksasa, gigantic, terbuat dari logam, nyaris menutup pintu masuk Gedung Pameran Taman Budaya Yogyakarta di jalan Sriwedani Nomor 1, tempat dihelatnya pameran tunggal seni rupa karya Timbul Raharjo, sangat instagramable, bagus dibuat kenangan bagi siapapun yang berada di Jogja selama pameran itu berlangsung, hingga Jum'at (07/07/19).
Setiap dua tahun sekali, perupa Timbul Raharjo menggelar Pameran Tunggal bertajuk “Me-Myself-and-I” dan kali ini untuk yang kedua-kalinya berlangsung di Ruang Pameran Taman Budaya Yogyakarta, 28 Juni hingga 7 Juli 2019, terbuka untuk publik secara gratis, setelah sukses dengan pameran senada yang pertama di Jogja Gallery di tahun 2017.
Sebanyak 100 karya senirupa, terbagi kedalam 60 karya tiga dimensi dan 40 karya dua dimensi. Namun untuk seluruh karya tiga dimensional yang sudah terdaftar dan mendapat sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual, telah dikoleksi dan diakuisisi oleh perusahaan bernama PT Timboel, sebuah perusahaan yang bergerak dalam ekspor barang-barang seni. Sedangkan karya-karya dua dimensional yang dipajang mengikuti tren dunia dengan warna-warna alam, warna-warna grabah, soft, dop dan kalem.
Seniman Timbul yang kini dikenal dengan sebutan Kuda Egrang, karena banyak karya tiga dimensional-nya berujud Kuda, tetap mengikuti tren seni rupa dunia yang berubah setiap tahunnya. “Ketika berekspresi ada gradasi, seniman bertindak sebagai supervisi, dan berkarya itu memang under-pressure, ke-40 karya dua dimensi saya merupakan kombinasi antara kualitatif dan kuantitatif sehingga temanya variatif, namun masih mengacu pada bentuk-bentuk, misalnya Kuda,” tutur Timbul Raharjo.
Sebagai “Wong Bakul Seni” perupa Timbul Raharjo tidak malu dirinya disebut sebagai Gawedol, Gawe Dhewe, Ngedol Dhewe, artinya membuat sendiri lalu menjual sendiri. Untuk itu dirinya setiap tahun keliling dunia untuk mencari positioning. “Saya melihat tren kemudian menentukan dimana positioning dalam mencari celah yang ada, bergeliat mendekati market, karena tren itu tiap tahun berubah, dan untuk tahun ini tren-nya template,” ungkapnya.
Menurut perupa Timbul Raharjo, penciptaan seni itu berkaitan dengan bagaimana mengkomunikasikan seni dengan masyarakat, relasi saling memberi dan ketergantungan, saling membutuhkan pada lingkup pencintaan dan apresiasi seni rupa. “Karya-karya saya di pameran Me-Myself-and-I, ini merupakan representasi diri untuk masyarakat. Meskipun saat ini saya masih dalam tahap pemulihan sakit, saya tetap berusaha mengeksplorasi untuk kreatif, berkarya dengan ide dan teknik baru, bernilai alternatif. Bagi saya berkarya adalah bagian hidup, menghembuskan ruh seni pada kreasi karya agar hidup, tidak terasa monoton, dan salah satu obat manjur bagi diri saya,” pungkasnya.
Perupa Timbul Raharjo yang memiliki latar belakang teknik dan seni, memahami betul karakter bahan logam, besi, kuningan, tembaga, perunggu, aluminium, stainless steel, dan juga menguasai pembuatan model, cetak master, pengecoran, sambungan lipatan dan las logam, serta finishing logam, bahkan menggambar diatas kanvas. (Antok Wesman)