Feature

Saresehan SESAJI, Upaya Literasi Sebagai Simbol dan Presentasi

Saresehan SESAJI, Upaya Literasi Sebagai Simbol dan Presentasi

Saresehan SESAJI, Upaya Literasi Sebagai Simbol dan Presentasi

Impessa.id, Yogyakarta: Ada yang menarik dalam Saresehan Sesaji yang di selenggarakan di Omah Budaya Kahangnan Bantul 27 Mei 2024 sebagai wujud gerakan literasi budaya. Dalam sarasehan tersebut ada tiga pilar utama pengetahuan budaya Jawa yaitu, Wayang, Sastra dan Sesaji. saat ini Sesaji masih menjadi stigma negatif di Masyarakat, bahkan Kamus Besar Bahasa Indonesia -KBBI mengartikan Sesaji sebagai makanan makhluk halus. stigma negatif tersebut muncul karena minimnya literasi tentang Sesaji.

Dari Sarasehan Sesaji tersebut, dapat digaribawahi bahwa secara garis besar Sesaji diklasifikasikan melalui dua sudut pendekatan bahwa aneka pernik Sesaji adalah

1) Sebagai sebuah SIMBOL, misalnya Tumpeng ada yang mengartikan sebagai simbol ketuhanan, secara kerotoboso diartikan tumuju ing pangeran, Ingkung ayam di artikan sikap manekung.

2) Sesaji sebagai PRESENTASI menghadirkan energi kosmis dalam setiap prosesi ritual, misal Tumpeng adalah representasi energi gunung berapi. pengetahuan ini berdasar dari kata sesaji dari JI yang bermakna energi. prosesi aneka pernik sesaji pada hakekatnya menghadirkan kekuatan alam.

Literasi Sesaji juga mengenalkan kekayaan flora dan fauna karena dalam aneka topik Sejaji tersaji aneka produk yang berbeda. juga kedalaman Filosofis memahami aneka makna dari  bentuk dan narasinya.

Saresehan Sesaji itu di motori oleh Hangno Hartono, Seniman-budayawan dan Eko Hendi, Seniman-praktisi budaya Jawa, dengan narasumber Satriya Anggang Saputra dari yayasan Kapuk Salamba Arga.

Saresehan Sesaji berlangsung meriah dan komunikatif, dihadiri berbagai komunitas budaya. Ada peserta yang menanyakan apa perbedaan sesaji dan tumbal, dijawab oleh nara sumber perbedaan sesaji dan tumbal kalau sesaji orientasinya pembersihan diri kalau tumbal berorientasi kekayaan.

Dhani, mahasiswa mewakili kalangan gen Z menanyakan bagaimana caranya menyampaikan pengertian Sesaji yang ternyata mengandung nilai filosofi yang dalam di kalangan anak muda. Di jawab oleh semua narasumber kegiatan tetap berpola literasi untuk menjembatani intelektualitas menolak anggapan irasionalitas sesaji akan terus di gulirkan tiap bulan di komunitas budaya atau institusi terkait dan mendudukkan isu sesaji dalam ranah ilmu pengetahuan.

Dosen Pamudji Raharjo menanyakan mau dibawa kemana gerakan literasi sesaji ini dan bagaimana sikapnya terhadap kelompok masyarakat yang menolak sesaji. Menurut Hangno. pengetahuan Sesaji ini gol-nya akan diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia seperti Wayang, Batik dan Keris. Sedangkan untuk menghadapi penolakan masyarakat menurut Hangno, penolakan itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat akan arti sesungguhnya tentang Sesaji, maka gerakan Literasi terus di gulirkan tanpa menyalahkan mereka yang menolak. (Hangno/Antok Wesman-Impessa.id)