Tradisi Gogoh, Menangkap Ikan Di Sungai, Implementasi Lokakarya Bebrayan FKY 30, Cah Cak Cek.

Warga yang berhasil menangkap seekor ikan di sungai dengan tangan kosong, dikenal dengan Gogoh, tafsiran lokakarya Bebrayan, FKY Ke-30, 2018.
Impessa.id, Jogja : Penyelenggaraan FKY 30 yang berlangsung sejak 23 Juli hingga 9 Agustus 2018 terus menarik banyak minat pengunjung, baik wisatawan asing ataupun domestik. Terhitung sudah lebih dari 54.000 orang datang menikmati agenda seni tahunan ini. Salah satu rangkaian acara FKY 30 yang punya daya tarik tersendiri adalah lokakarya dengan tema ‘Bebrayan’ yang bisa diartikan rumah atau berkeluarga. Tema lokakarya yang menjadi bagian dari program PAPERU FKY 30 tersebut adalah bentuk tafsiran tema besar FKY ‘Mesemeleh’ lewat turunan makna ‘Cah Cak Cek’ yang menjadi tema PAPERU.
Koordinator Divisi Lokakarya, Awaluddin G Mualif mengatakan, tema ‘Bebrayan’ menfasir ulang perluasan seni di masyarakat. Jadi, seni tidak hanya diandaikan sangat dekat di masyarakat tetapi sebagai ‘rumah’ yang memiliki dimensi mengayomi dan melindungi. “Karenanya, Rumahku Surgaku, merupakan ungkapan utama yang menjadi landasan berpikir lokakarya tahun ini. Di dalam rumah kita harus bisa mesem dan semeleh untuk mengendorkan urat saraf supaya keseimbangan kehidupan tercapai. Selain itu juga harus memiliki gerak daya dinamis sebagai Cah Cak Cek sehingga mampu mewarnai dinamika kehidupan,” tuturnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, lokakarya tersebut mengambil beberapa tema seni dengan menyasar sejumlah lokasi yang dianggap representatif dan mewakili, seperti Pondok Pesantren dan Gereja sebagai representasi dari kalangan religius spiritual. Ada pula Desa Bintaran, Piyungan dan Dusun Sembung, Pakem Sleman sebagai representasi dari masyarakat budaya. Serta Bantaran sungai Code sebagai representasi masyarakat urban yang memiliki gelak geliat pendidikan yang luar biasa.
Lokakarya pertama dilaksanakan di Dusun Sembung, Purwobinangun, Pakem, Sleman, pada Kamis (26/07) dengan materi membatik dengan teknik jumputan. Acara yang berlangsung dari jam 09:00 hingga 13:00 WIB dipandu oleh Putri Ali Mukti dan diikuti ibu-ibu PKK Dusun Sembung dan pelajar. Lokakarya kedua pada Minggu (29/07) dengan materi melukis di atas kipas (fan art) dengan pemateri Laksmi Sitoresmi dan Kepodang Art Space. Selain itu, ada pula gogoh (mengambil) ikan di sungai bersama Masyarakat Turut Kali (Maturka). Lokakarya tersebut juga turut dimeriahkan penampilan Hole Teater dan Keluarga Pelajar Mahasiswa Banyuwangi Yogyakarta (KPMBY) yang mempersembahkan ‘Bhre Stya Palastra’, dan penampilan dari Genk Kobra.
Awaluddin G Mualif menambahkan, juga ada workshop ‘Bermain dengan Tanah Liat’ pada Selasa (31/07) di Gereja Priggolayan, Banguntapan, Bantul, dengan pemateri Alvis Noor. Kemudian pada Jumat (3/08) berupa workshop Melukis di Batu (Stone Art) jam 15:00 WIB - selesai di Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S) Kali Code dengan pemateri Syera, dan musikalisasi puisi sebagai hiburan. Selanjutnya, workshop Wayang Sesuk dan Membuat Taplak Meja pada hari Minggu (5/08) jam 08:00 - 12:00 WIB di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Ngagil, Sleman, dengan pemateri dari Sanggar Malaya dan Nurisma.
Selain itu, ada lokakarya non-ruang Bunda Kata dengan tema ‘Dunia Bersama’, diadakan open submission atau pendaftaran terbuka untuk umum dan telah mengirimkan tulisan baik itu puisi, cerpen, esai, opini, komik strip ataupun ilustrasi dalam batasan kertas A4, semacam Zine hingga 1 Agustus, Tema besar ‘Dunia Bersama’ tersebut, mencoba merespon situasi kini lewat prespektif yang berbeda-beda. (Sek-FKY/Foto:Dok/Tok)