Pameran Bertajuk Kecil Itu Indah Menjadi Vaksin Tersendiri Di Tengah Pandemi
Impessa.id, Yogyakarta: Pembuatan karya berukuran kecil tentu bukanlah sekedar memindahkan objek dari medium berukuran besar dan menjadi kecil ukurannya, atau memperkecil dimensi karya tiga matra sehingga menjadi mini. Dengan ukuran yang terbatas seniman-perupa justru bisa mendapat tantangan baru dengan permainan tekniknya dan segala proses kreatif yang menyertainya, serta fokus melalui pemadatan temanya. Ini bisa menjadi reflektif-eksploratif capaian seni rupa dengan segala aspek ekonomis-artistitik-estetiknya.
Hal itu disampaikan Puji Qomariyah SSos MSi selaku Host kanal podcast “Kutunggu di Pojok Ngasem” Universitas Widya Mataram (UWM) dalam sambutan pameran bertema “Kecil Itu Indah #4”, yang secara resmi dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Daeah Istimewa Yogyakarta drg Pembayun Setyaning Astutie MKes, Kamis (2/4/2021), yang juga disiarkan langsung secara live streaming di akun Instagram Miracle Prints.
“Karya dalam ukuran kecil, mudah dibawa, mudah didisplay ulang dalam keterbatasan ruang-tempat, tanpa meninggalkan artistik-estetikanya,” ungkap Puji Qomariyah.
Menurut Wakil Rektor III UWM itu, pemilihan dimensi karya menjadi menarik ketika dikaitkan dengan kapasitas ruang-dinding pameran. Dalam keterbatasan kapasitas untuk pameran justru memungkinkan untuk mempresentasikan karya dengan dimensi yang kecil dalam jumlah banyak. Setidaknya ada dua pembacaan yakni display karya dan proses kreatif karya.
“Jika melihat dari perspektif seniman, karya berdimensi kecil justru kerap memunculkan keintiman tersendiri bagi senimannya. Bisa Anda bayangkan bagaimana saat Feros Alvansyah Ramsy Siregar membuat karya berjudul My Baby/Hope pada medium keramik/stoneware dengan obyek bayi berukuran tidak lebih dari separoh biji kacang tanah yang bahkan untuk menikmatinya secara detail memerlukan kaca pembesar,” tutur Puji Qumariyah.
Menurutnya, dari perspektif apresian tentu akan beragam. Namun dalam perspektif umum, pemadatan tema dalam ukuran yang lebih kecil dalam sebuah karya seni sesungguhnya bentuk keintiman lain dari seniman, tidak sekedar penaklukan atas dimensi medium yang ada, setidaknya dengan dimensi karya yang tidak terlalu besar, energi untuk mengintimi sebuah karya bisa lebih fokus dan detail.
Sosiolog itu memberikan apresiasi atas pameran ke-4 yang digawangi Syahrizal Pahlevi selaku Direktur Miracle Prints. Peluang pasar karya seni dalam ukuran kecil (mini) cukup terbuka. Pertimbangannya mudah dibawa saat membeli serta pemajangannya bisa diletakkan pada satu dinding atau ruang yang sama untuk beberapa karya.
Puji menambahkan, pameran “Kecil Itu Indah” tidak dalam frame untuk menghadapkan dua sisi yang berbeda artistik vs estetik, besar vs kecil, seni vs pasar, dan seterusnya sebagaimana sosialisme vs kapitalisme dalam Small is Beautiful-nya Schumacher. Pengalaman estetik bisa dihadirkan dalam bentuk apapun dalam lingkungan terdekat kita, termasuk karya-karya berukuran kecil.
Dari aspek kesehatan, di tengah tugas sebagai tenaga medis, drg Pembayun menyampaikan, dalam masa tanggap Covid-19 yang sehari-hari berhadapan langsung dalam penanganannya, pameran seni rupa bertema “Vaksin” ini menjadi penambah semangat.
“Saya sangat mengapresiasi, seniman begitu memahami dengan caranya bahwa pandemi ini adalah permasalahan umat. Kami juga memerlukan pihak-pihak yang bisa membantu menginformasikan kepada masyarakat. Kami sangat berterima kasih ketika seniman juga membicarakan kesehatan yang tentunya itu akan sangat membantu tugas kami. Pameran ini sangat relevan dengan kondisi saat ini,” ujar Kepala Dinas Kesehatan itu.
Adanya rentangan tangan dari para seniman, lanjut drg Pembayun, akan membantu didalam memberikan sosialisasi maupun edukasi kepada masyarakat luas terkait vaksin, vaksinasi, serta penanganan lanjutan program tersebut yang saat ini sedang dilakukan.
Yang harus disadari bersama bahwa, Pertama vaksin sesungguhnya merupakan alat bantu, hanya untuk satu virus-penyakit tertentu. Masih ada anggapan bahwa kalau sudah divaksin tidak akan terkena penyakit lain. Kedua, vaksin itu merupakan alat bantu untuk membuat tubuh kita (antibodi) menjadi lebih siap dalam menghadapi kondisi dimana virus akan masuk ke tubuh. Ketiga, vaksin sifatnya memicu kita untuk mengubah perilaku untuk menjadi lebih baik salah satunya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
“Tidak serta merta setelah divaksin kita menjadi kebal selama-lamanya. Vaksin akan membantu kita untuk mendapatkan satu kekebalan yang sifatnya massal manakala lebih dari 70% jumlah masyarakat sudah divaksin. Ini yang kita sebut dengan Herd Immunity. Dengan demikian, selama pandemi masih belum ditetapkan telah selesai oleh instansi berwenang dalam hal ini WHO, kita harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara disiplin,” jelas drg. Pembayun.
Ia mengatakan, ada pepatah yang cukup populer di dunia medis-kesehatan bahwa, hati yang gembira adalah obat. Di sinilah seni kerap menemukan jalannya. Karya-karya yang tersaji sesungguhnya adalah vaksin yang bisa memicu daya tahan tubuh melalui perasaan optimisme, perasaan gembira, perasaan berbagi kepada sesama dalam menghadapi pandemi ini.
“Semoga pameran yang menampilkan 54 lukisan selama satu bulan hingga 30 April 2021, di Miracle Prints Artshop & Studio Mantrijeron-Yogyakarta ini bisa memberikan kegembiraan, kebahagiaan, dan berujung pada terjaganya imunitas kita,” harap drg Pembayun. (Wahyu-HumasWidyaMataram/Antok Wesman-Impessa.id)